Memori 6

33 6 4
                                    


Harusnya hari libur kali ini Venya bisa berhibernasi dengan tenang. Namun ada saja makhluk yang mengganggunya. Siapa lagi kalo bukan kedua sahabatnya.

Bayangkan, pagi-pagi buta kedua sahabatnya itu sudah ada rumahnya mengacak-acak dapur. Seakan-akan mereka pemilik rumah.  Dira dan Valdo juga menyeretnya dari kamar dengan alasan agar menemani jogging di taman komplek. Benar-benar menjengkelkan mereka itu. Menemani katanya?? Bukannya mereka berdua ya. Itu berarti mereka sudah saling menemani, tapi kenapa pula harus mengajak Venya??

Dan lihatlah sekarang, saat tiba ditaman komplek mereka berdua tampak sibuk dengan ocehan tak perlu mereka. Seakan-akan tak menganggap Venya itu ada.

Venya hanya menghela nafasnya saat mendengar ocehan sahabatnya, sebenarnya Venya itu dianggap atau ngga sih. Venya hanya diam dan berniat untuk berlari disekitar taman. Dira dan Valdo hanya mengikuti Venya dari belakang. Saat melihat penjual di pinggir taman, Venya berniat untuk membeli minum.

"Val, Dir gue beli minum dulu."

"Lo mau minum biar gue aja yang beli. Lo tunggu sini aja." Valdo menawarkan diri

"Heeh lo disini aja, biar Valdo yang beli. Dia kan cowok."

"Ngga usah, gue bisa sendiri." Venya segera pergi tak memperdulikan pendapat sahabatnya.

Venya membeli air mineral untuk dirinya. Saat kembali ketempat awal, Venya tidak menjumpai adanya Valdo dan Dira. Venya mengedarkan pandanganya ke sekitar taman, namun tak juga menjumpai sahabatnya. Venya hanya mendenguskan nafasnya dengan kasar.

Tiba-tiba dia merasakan ada tangan yang memegang bahunya, dia kira itu adalah tangan orang lain yang iseng. Hampir saja dia mau menghajarnya, namun saat menoleh nafasnya tercekat menyadari siapa yang memegang bahunya. Venya segera menepis kasar tangan yang telah memegangnya. Ternyata Valdo yang memegangnnya.

"Gila lo. Gue kaget tau ngga." Venya berkata ketus pada Valdo.

"Sorry. Habisnya gue liat lo sendirian kaya orang bego tau ngga." Valdo terkekeh

Venya mendengus kasar nafasnya. Tak menghiraukan kata-kata Valdo yang mengejeknya. Venya mengerutkan keningnya ketika tidak menyadari keberadaan Dira di sekitarnya.

"Dira mana? Perasaan tadi lo sama Dira deh. Udah kayak orang pacaran aja."

"Lo cemburu ya?" Valdo berucap dengan nada menggoda.

"Cemburu? Sama lo?" Venya memeberikan tampang sinis nya pada Valdo. "Najis tau ngga. Gue ngga minat sama cowok kayak lo." Valdo hanya terkekeh mendengar perkataan Venya. Dia tidak sakit hati, baginya mendengar perkataan menusuk dari Venya adalah makanan sehari-harinya.

"Dira udah pulang. Tadi mamannya nelpon buat nemenin belanja bulanan." Valdo menjelaskan kepergian Dira. "Udah yok. Mending gue anter lo pulang." Valdo menarik pergelangan tangan Venya. Dia akan Venya sampai rumahnya. Yah, walaupun jaraknya dekat Valdo tidak akan membiarkan Venya pulang sendiri. Valdo orang yang bertanggung jawab atas semuanya.

****

Sesampai dirumah Venya mendapati sebuah sepeda di halaman rumahnya. Venya bertanya-tanya dalam hati siapa pemilik sepeda tersebut. Kebetulan saat itu ada asisten rumah tangganya di depan rumah sedang menyiram tanaman.

"Mbak, itu sepeda siapa? Punya mbak ya?" Venya bertanya pada asisten rumah tangganya.

"Ngga atuh, saya mah ngga bisa naik sepeda. Itu punya tamu yang dateng, mbak juga ngga tau. Tapi katanya temenya non. Orangnya ganteng sih non." Mbak Lina berucap sambil tertawa saat mengucapkan kata terakhir.

"Ganteng? Paling masih gantengan gue, secara gue ini mirip sama aktor korea. Iya ngga mbak?" Valdo berucap sambil mengedipkan matanya pada Mbak Lina.

My memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang