Memori 7

10 0 0
                                    

Venya masih membuntuti Aidan yang berada di depannya. Dengan hati dongkol, dia tetap mengikuti Aidan. Pasalnya lebih dari setengah jam mereka berjalan melewati tumbuhan ilalang yang mencapai tubuh orang dewasa juga jalan yang kadang menanjak, namun masih juga belum sampai tempat tujuan yang dimaksud Aidan. Entah tempat seperti apapun itu, Venya bahkan tidak diberitahu.

"Hey, lo sebenernya mau bawa gue kemana sih? Dari tadi ngga sampe-sampe, gue capek tau." Venya mengerucutkan bibirnya dan menghentikan langkah nya. Aidan yang mendengar ocehan Venya, hanya tersenyum hangat.

"Sebentar lagi sampe kok."

"Bo'ong lo. Kita udah jalan dari tadi, tapi ngga sampe-sampe . Nyesel gue ngikutin lo" Aidan langsung berjalan mendahului Venya sambil tersenyum. Venya yang melihat reaksi Aidan, langsung berjalan di belakang Aidan sambil mengeluarkan sumpah serepahnya untuk Aidan.

BRUKK

Aidan yang berhenti mendadak menyebabkan Venya tanpa sengaja manabrak punggung kokoh milik Aidan.

"Bisa jalan ngga sih lo, kalo mau berhenti tuh ngomong-ngomong dong." Venya bersungut sambil mengusap keningnya. Sedangkan Aidan hanya terkekeh geli melihat Venya.

"Maaf ya. Kita udah sampe." Aidan langsung mengelus pelan dahi Venya yang menabrak punggungnya lalu menarik Venya agar berdiri di sebelahnya dan membawanya kebawah pohon yang cukup rindang.
Venya menatap takjub pemandangan didepannya. Aidan membawanya ke sebuah danau.

"Masih nyesel ngikutin saya?" Tanya Aidan disertai seringai jail nya.

"Gak. Tapi gue kesel sama lo." Venya memalingkan wajahnya dari tatapan Aidan.

Venya beranjak meninggalkan Aidan, menuju jembatan kecil di tepi danau. Venya mendudukan tubuhnya disana. Dirinya sangat senang melihat pemandangan yang ada disekitarnya. Kadang sekali-kali Venya memaikan air danau yang jernih dengan tangannya sambil tersenyum.

Aidan yang melihat momen itu, mengabadikannya lewat kamera ponselnya tanpa sepengetahuan Venya. Aidan ikut tersenyum saat melihat senyuman milik Venya, pasalnya, Venya jarang sekali menunjukan senyumnya itu kepada siapapun.
Venya menikmati semilir angin yang menerpa wajah ayunya. Venya memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di jembatan kecil itu.

Aidan yang melihat Venya membaringkan tubuhnya pun berniat menghampiri Venya. Dirinya ikut berbaring disebelah Venya. Keduanya saling diam, memandang langit dengan bisu.

"Lo tau darimana tempat ini ?" Venya memilih membuka suaranya, memecah keheningan diantara mereka.

"Apasih yang saya ngga tau, apalagi tentang kamu." Ucap Aidan disertai kekehan. Venya yang mendengar jawaban, menghadiahi Aidan dengan tatapan tajam. Sedangkan yang di tatap hanya menampilkan cengiranya.

"Lo tau apa tentang gue? Lo cuma anak baru yang ngga tau Apa-apa tentang gue." Aidah hanya terkekeh mendengar perkataan Venya.

"Saya tau tempat ini dari ayah, dulu waktu kecil saya sering banget kesini sama ayah."

Hening. Tak ada yang bicara, kemudian Aidan mencoba untuk memecah keheningan. 

"Vey, kamu suka tempat ini?" Pertanyaan Aidan dibalas deheman oleh Venya.

"Ehm, biasa aja." Venya berkata sambil menampulkan wajah judesnya.

"Kalo sama saya, kamu suka ngga?"tanya Aidan disertai senyum manisnya.

"Maksud lo? Ngga usah ngaco deh! "

"Ngga papa, saya cuma bercanda." Aidan membalas dengan disertai kekehan.

****

Tak terasa panas matahari mulai terasa menyengat kulit dua manusia yang sejak tadi hanya terdiam.
Akhirnya salah satu diantara mereka memutuskan untuk mengajak pulang.

Diperjalanan Aidan mencoba memecah keheningan, mencari topik pembicaraan namun hanya ditanggapi singkat oleh Venya. Aidan yang hanya mendapat respon singkat akhirnya memutuskan untuk bungkam.

Tiba di rumah, Venya langsung masuk tanpa memperdulikan Aidan yang masih menstandarkan sepeda miliknya.

"Venya, Kamu ngga mau nawarin saya masuk?" Aidan menahan pergelangan tangan Venya saat Venya beranjak memasuki rumah.

"Kenapa harus? " 

"Saya haus Vey, boleh ya saya minta minum." Aidan menjawab dengan tampang melas yang palah terlihat menggemaskan bagi Venya.

"Apaan sih Vey, kayaknya lo udah ngga waras deh." batin Venya dan mengenyahkan pikirannya mengenai Aidan.

"Yaudah masuk. Dan lepasin tangan lo dari gue. "Aidan yang menyadari tangannya masih menggenggam pergelangan tangan Venya, segera melepaskan disertai cengiran miliknya. Dirinya langsung masuk rumah dengan tampang senangnya disertai cengiran miliknya yang menambah kesan menggemaskan.

"Non Venya udah pulang ya. Sarapannya udah Mbak siapin di meja makan." sapa Mbak Lina ketika melihat Venya memasuki ruang tamu.

"Makasih Mbak. Mbak udah makan? "

"Mbak udah makan tadi, sebelum Non Venya pulang. Eh ada Mas ganteng, mari masuk Mas, sekalian sarapan bareng Non Venya. " tambah Mbak Lina ketika melihat Aidan memasuki rumah.

"Iya Mbak, Makasih." jawab Aidan dengan sopan.

"Lo ikut Gue." Aidan hanya menurut mengikuti Venya yang berada di depannya. Sesekali matanya menyusuri ruangan yang dilewatinya.

Jika dilihat-lihat rumah Venya lumayan unik. Barang - barang hias miliknya terlihat kuno namun estetik. Netra mata Aidan menangkap sesuatu yang menarik. Dirinya melihat salah satu foto yang dipajang di salah satu lemari kaca yang berada di ruang tamu. Foto itu adalah foto Venya, yang menarik perhatiannya adalah foto Venya yang tersenyum lebar sambil memeluk 'pria'  yang berada disampingnya. Venya terlihat bahagia, berbeda sekali dengan Venya yang selama ini dia lihat. Venya yang selama ini dia lihat, tak pernah menampilkan senyum selebar itu.

"Tapi siapa pria itu? " batin Aidan bertanya.

Sesampainya mereka didapur, Venya menyuruh Aidan untuk duduk di kursi meja makan.

"Lo sekalian sarapan aja disini. " Venya berkata tanpa menatap Aidan dengan tangan yang mengambilkan air untuk Aidan.

"Emang boleh, ngga ngerepotin nih?"

"Ngga"

"Ngga usah deh, nanti Bunda nyariin saya."

"Yaudah deh, terserah lo aja. Trus lo mau pulang sekarang?"

"Iya, makasih air nya. Kamu ngga perlu antar ke depan. Saya bisa sendiri." ucap Aidan sambil menahan pergelangan tangan Venya, ketika Venya hendak beranjak dari duduknya.

"Saya pulang. Besok - besok aja saya sarapan disininya." Aidan beranjak dari duduknya. Tak disangka, Aidan mengacak - acak rambut depan milik Venya sebelum dirinya meninggalkan kediaman milik Venya. Venya yang diperlakukan seperti itu hanya mengejap - ngejapkan matanya dengan polos.

Venya memegang dada-nya setelah Aidan hilang dari pandangannya. Dia merasa jantungnya berdetak sangat kencang, karena perlakuan Aidan terhadapnya.

"Gue kenapa sih??  Kok jantung gue berdetak kenceng banget sih. Apa gue sakit?  Kayaknya gue perlu ke dokter" batin Venya

Venya mencoba mengenyahkan pikiran konyolnya.  Dirinya memutuskan untuk sarapan.

"semoga besok - besok dia ngajak jalan jalan lagi"  



TBC.

hello readers, i'm come back.

gatau kenapa tiba - tiba banget pengen lanjutin cerita ini setelah baca - baca buku diary lama ku hahaha

mungkin lagi pengen flashback kali ya.

semoga cerita ini bisa lanjut sampai akhir ya, gatau kapan tapi berharap aja cerita ini juga sampe ending.










Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang