10. Balas Budi (2)

7.5K 1.1K 25
                                    

Sofi sebenarnya bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Namun demikian, jika ada orang yang membutuhkan bantuannya, seringkali Sofi tidak bisa menolak. Entah tidak enak, atau karena tidak tega. Ujung-ujungnya terkadang dia jadi kesusahan sendiri.

Contohnya, saat ia membantu seorang anak SMP yang sedang dipalak preman di dekat stasiun beberapa bulan lalu, dia jadi harus mengulang menulis tugas-seribu-reaksi. Begitu juga sore itu, ketika tidak sengaja ia melihat seorang gadis berseragam SMP dijambret, lagi-lagi oleh preman stasiun. Selama sepersekian detik Sofi sempat mempertimbangkan untuk mengabaikan kejadian itu, atau pura-pura tidak punya keahlian bela diri, sehingga tidak perlu menolongnya. Tapi toh pada akhirnya ketika ia sadar, dia sudah menjegal kaki si preman yang berlari melaluinya, lalu ia memitingnya di tanah hingga preman itu sesak nafas.

Mata preman itu menatap Sofi dengan ngeri. Awalnya Sofi tidak sadar, tapi kemudian ia ingat bahwa dia pernah memukuli preman ini sebelumya.

”Sudah gue bilang, ini wilayah gue. Jangan bertingkah disini. Ngerti?!” Sofi mengancam sebelum merebut tas gadis SMP itu dan melepaskan leher si preman.

Tak berdaya melawan, preman itu minta maaf lalu pergi dengan terburu-buru.

Sofi membersihkan celananya yang kotor dengan debu jalanan saat tadi memiting jatuh si preman, lalu ia menoleh dan menemukan si gadis SMP yang tadi berteriak minta tolong sedang terseok-seok menghampirinya. Karena kasihan, Sofi berjalan mendekati gadis itu. Gadis itu cantik, dengan wajah khas Timur Tengah.

”Ini tasnya. Kamu kenapa? Kakinya sakit?” tanya Sofi sambil menyerahkan tas yang tadi dijambret preman kepada si gadis SMP itu.

”Makasih banyak ya Mbak,” kata gadis SMP itu, menerima tasnya sambil nyengir kesakitan. ”Tadi waktu ngejar penjambret, saya keseleo, Mbak.”

Dari senyumnya sih kelihatan banget kalau gadis itu kesakitan. Akhirnya Sofi luluh juga, dan tidak bisa mengabaikan gadis itu.

”Kamu rumahnya dimana? Saya antar pulang ya? Atau mau ke rumah sakit?”

Gadis SMP itu tersenyum manis, berterima kasih, lalu menyebutkan alamat rumahnya. Rumah gadis itu tidak jauh dari situ, tapi karena kondisi kaki gadis itu, maka Sofi berinisiatif menggunakan bajai untuk mengantar gadis itu.

”Nama saya Sarah, Mbak,” kata gadis itu ketika mereka berbincang di bajai. ”Mbak keren banget tadi berantemnya,” lanjutnya dengan nada terpesona.

Sofi hanya tersenyum sambil membalas pesan Danan.

Gue ada urusan mendadak. Akan telat sampai rumah lo. Sori.

 

 

Hanya butuh waktu 10 menit sampai mereka tiba di rumah Sarah. Setelah membayar ongkos bajai, Sofi membantu Sarah turun dari bajai, dan membantunya masuk ke rumah yang terlihat sepi itu.

”Nggak ada siapa-siapa di rumah?” tanya Sofi khawatir. Harusnya tadi ia mengantar gadis itu ke rumah sakit saja. Dia tidak ada pengalaman mengobati seseorang yang keseleo. Salah pijit malah akan lebih parah kan.

”Ummi mungkin lagi arisan, tapi pasti sebentar lagi pulang. Nggak apa-apa kok Mbak.”

Sofi membantu Sarah sampai duduk di ruang tamu rumah itu. ”Beneran? Kita nggak perlu ke rumah sakit nih? Saya nggak bisa membantu soal keseleo. Takut makin parah.”

Gadis itu mengangguk. ”Kami punya tukang urut langganan keluarga kok Mbak. Nanti saya telepon Ummi, minta Ummi pulang cepetan.”

”Apa kamu butuh sesuatu lagi? Mau saya antar ke kamar, supaya kamu bisa istirahat?”

Sarah mengangguk lagi. ”Maaf merepotkan Mbak, boleh Mbak.”

Baru saja Sofi akan melingkarkan lengan Sarah di bahunya dan membantunya berdiri, seseorang keluar dari dalam rumah dan terkejut melihat Sarah dan Sofi di ruang tamu. Seorang lelaki dengan wajah Timur Tengah.

”Kamu lagi?” lelaki itu bicara, sambil menatap Sofi dengan tajam.

Sofi berdiri terpaku di samping Sarah sambil menatap lelaki berwajah Timur Tengah itu. Takdir benar-benar sedang senang bercanda.

 ”Lho? Abang udah pulang? Tumben?” Sarah menyambut kedatangan lelaki itu dengan heran. ”Tadi aku dijambret, Bang. Pas ngejar penjambret, aku keseleo. Untuk ada Mbak ini yang nolongin Sarah menangkap penjambret dan nganterin pulang.”

Lelaki itu masih menatap Sofi dengan tajam, tapi Sofi sudah mengganti wajah kagetnya dengan tatapan malas.

”Abang kenal sama Mbak ini?” Sarah bertanya kepada lelaki itu. Tapi karena lelaki itu terlalu fokus menatap Sofi dan tidak menjawab pertanyaannya, Sarah beralih pada gadis yang sedang memapahnya. ”Mbak kenal sama Abang saya?”

Abang? Gue kira dia om-nya.Umurnya beda jauh banget kayaknya sama Sarah, pikir Sofi, sambil menantang tatapan mata lelaki itu.

Tanpa menjawab pertanyaan Sarah, Sofi menoleh kepada gadis itu. ”Karena sudah ada yang menjaga kamu, saya pamit pulang ya. Semoga cepat sembuh. Lain kali, hati-hati kalau lewat situ ya.”

Tanpa menunggu jawaban Sarah, Sofi mendudukkan gadis itu kembali di sofa ruang tamu. Ia lalu menyambar tasnya dan memberi salam.

”Mbak, kok buru-buru? Saya belum berterima kasih yang layak.”

Sofi tersenyum pada Sarah.Adiknya manis begini, Abangnya nyebelin amat gayanya, gerutu Sofi dalam hati. ”Nggak usah berterima kasih. Saya juga berhutang budi sama Abang kamu. Semoga dengan ini kami impas,” ..... dan semoga nggak ketemu-ketemu lagi. Malesin.

Sofi menatap lelaki itu dengan tatapan datar, lalu beralih pada Sarah dan tersenyum manis.

”Saya belum tahu nama Mbak,” kata Sarah sambil menahan tangan Sofi yang sudah bersiap pergi.

”Sofia,” Sofi menjawab singkat sebelum kembali mengucap salam, hanya kepada Sarah, lalu pergi.

Sofia. Lelaki itu mengulang nama itu di dalam kepalanya.

* * *

FORMULASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang