15. Sekonyong-konyong

7.4K 1K 68
                                    

Bab ini dipublish sekarang dalam rangka toleransi antar umat berasmara. Agar yang tak bisa Malam Mingguan, tetap bisa Sabtu Malaman bareng dek Danan. Uhuk!

* * *

Semester terakhir Danan di SMP, menjelang ujian akhirnya, bertepatan dengan semester akhir Sofia di kampusnya. Sofia sudah menyusun proposal penelitiannya sejak tiga bulan lalu, telah mempresentasikan proposalnya di hadapan penguji, dan dia sudah memulai penelitiannya sejak sebelum akhir tahun.  Itu mengapa sejak beberapa pekan terakhir Sofia beberapa kali meminta ijin untuk mengubah jadwal mengajar Danan. Meski di awal semester dia sudah setuju untuk mengajar tiga kali seminggu, nyatanya dengan kesibukan barunya di lab penelitian dia tidak bisa memenuhi kesepakatan itu.

Danan sih nggak keberatan sama sekali saat Sofi mengusulkan untuk mengubah jadwal les menjadi hanya hari Sabtu dan Minggu dengan durasi belajar yang lebih panjang di tiap pertemuan. Rasanya jadi seperti malam mingguan sambil belajar bareng pacar kan. Kedengaran romantis kan.

Tapi kali itu Sofia kembali minta ijin tidak bisa mengajar di hari Sabtu pekan berikutnya karena akan berada di kampus sampai sore. Katanya dia harus menemani Bima penelitian di lab, dan ada janji bertemu dengan Attar untuk sebuah urusan. Mendengar nama kedua lelaki itu disebut, Danan langsung bete.

”Ada urusan apa sama Attar?” tanya Danan kepo, ketika Sofi mengutarakan alasannya untuk meniadakan les pada hari Sabtu mendatang.

”Anak-anak fakultas dia mau bikin bakti sosial, dan mau ngajak kerjasama dengan divisi Pengmas (pengabdian kepada masyarakat) fakultas gue. Jadi dia minta tolong dikenalin sama ketua Pengmas fakultas gue.”

Alasan! Pemuda itu mencibir dalam hati.

”Trus kenapa lo harus nemenin Bima penelitian di lab?”

”Kami satu tim penelitian. Skripsi kami dibimbing dosen yang sama, dan tema penelitian kami mirip. Kali ini dia butuh bantuan gue untuk mengambil sampel tiap beberapa jam. Lain kali pasti gue yang butuh bantuan dia.”

”Seneng dong ya, satu tim sama dia. Bisa sering bareng-bareng,” kata Danan menyindir, dengan nada sinis.

”Maksud lo?”

”Ya lo naksir Bima kan?”

”Dia udah punya pacar, kalo lo lupa.”

”Oh bagus deh kalo lo inget bahwa dia udah punya pacar. Takutnya keseringan bareng sama dia, lo jadi lupa bahwa dia udah punya pacar. Trus nanti lo baper lagi sama dia, dan sakit hati lagi.”

”Lo tuh nyebelin ya Nan.”

Sofi meletakkan pulpen yang sejak tadi digunakannya untuk mengoreksi latihan soal yang sudah selesai dikerjakan Danan. Dia lalu menatap Danan dengan serius.

”Lo ada masalah apa sih sama gue?” tanya Sofi sebal.

”Ga ada,” jawab Danan sok santai. ”Gue cuma nggak suka lihat cewek baperan kayak lo. Dibaikin sedikit sama laki-laki, langsung GR dan naksir.”

Sebenarnya Sofi sudah terbiasa menghadapi sikap tengil Danan. Tapi barangkali hari Minggu itu dia sedang benar-benar lelah, atau karena sedang datang bulan, sehingga sindiran Danan itu bisa membuatnya tiba-tiba sangat tersinggung.

”Sok tahu banget lo ya. Berasa memahami gue sampai bisa nuduh gue baper?”

”Oh ya? Gua yang sok tahu, atau lo yang nggak mau mengakui?” Danan membalas, ”Gue tahu, karena sikap Bima yang selalu baik sama lo, lo terus berharap dia punya sedikit rasa suka ke lo, lalu lo diam-diam masih berharap Bima putus dari pacarnya sehingga lo punya kesempatan. Jangan-jangan gara-gara sekali-dua kali ditolong sama Attar, lo juga jadi naksir dia. Iya kan?”

FORMULASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang