24. Kondangan

6.2K 962 81
                                    

Seperti biasa, dalam rangka toleransi antar umat berasmara, bab ini di-post skrg utk menemani Kakak2 yg tidak bermalam minggu.

Hope you enjoy the story, Kak!

* * *

Attar menghenyakkan tubuhnya di kasur sesampainya di rumah. Dia menerawang, mengingat kejadian saat pulang dari kampus tadi. Dia tidak mengira bahwa anak SMP yang dulu sering memandangnya dengan sengit, ternyata sekarang kuliah di tempat Sofi mengajar. Padahal Sofi beberapa kali cerita bahwa anak itu sangat cerdas sehingga harusnya bisa mencapai cita-citanya masuk FK bahkan tanpa les. Kalau ternyata sekarang anak itu tidak masuk FK, pasti bukan karena anak itu tidak mampu, tapi barangkali karena tidak beruntung atau karena tidak mau. Dan Attar rasanya sebal membayangkan kemungkinan alasan kenapa anak itu tidak mau masuk FK. Terlebih, Attar tidak menduga bahwa ternyata anak itu bersahabat dengan adiknya sejak SMA. Takdir macam apa itu?!

Meski Attar jelas merasa bahwa Danan bukanlah saingan yang patut dikhawatirkan, toh Attar tidak bisa mengelak dari perasaan khawatir. Sofi memang bersikap biasa saja terhadap Danan, tetap terlihat dekat seperti yang pernah disaksikan Attar, bahkan meski di hadapan Attar sendiri. Seharusnya sikap Sofi itu membuat Attar tenang karena hal itu mengindikasikan bahwa Sofi tidak menyembunyikan apapun dari Attar, termasuk kemungkinan perasaan terhadap anak itu. Tapi di sisi lain, sikap Sofi juga membuat Attar was-was dan bertanya-tanya, sebenarnya apa arti dirinya selama ini bagi Sofi?

Dengan perasaan galau dia meraih ponselnya dan menghubungi Sofi.

"Belum tidur?" tanya Attar basa-basi ketika gadis itu mengangkat teleponnya.

"Kalau udah tidur mah telepon kayak gini pasti aku cuekin."

"Meski aku yang telepon?"

"Terutama karena Abang yang telepon," kata Sofi mantap, lalu tertawa.

"Ish, nggak romantis."

"Ya ngapain juga romantisan. Kayak pacaran aja."

Deg! Attar merasa tertohok.

Sejak Sofi menolaknya tiga tahun lalu, Attar belum pernah nembak Sofi lagi. Untungnya Sofi tidak lantas menjauh dan tetap menerima kehadiran Attar. Mereka tetap berhubungan baik meski bukan sebagai pasangan. Bahkan meski Sarah suka seenaknya menyebut Sofi sebagai calon kakak iparnya, Sofi tidak lantas marah dan menjauh. Kadang-kadang Attar memang membawa serta Sarah saat akan mengajak Sofi pergi, sebagai kamuflase, sehingga Sofi mau diajak pergi. Karena itulah Sarah dan Sofi lumayan akrab. Dan hubungan mereka yang akrab itulah yang sering membuat Attar lupa bahwa sebenarnya dirinya dan Sofi tidak punya hubungan romansa spesial apapun.

Dan kata-kata Sofi barusan menyadarkan Attar tentang status mereka yang sebenarnya, yang rentan terhadap invasi pihak luar... termasuk si Danan itu. Mengingat hal itu, Attar jadi merasa perlu melakukan tindakan pencegahan segera.

"Sabtu besok, aku main ke rumah, boleh?" kata Attar, mendadak terpikir untuk bertindak impulsif.

"Ngapain emang?"

"Emang harus ngapa-ngapain baru boleh main?"

Sofi tertawa. "Ya nggak sih. Cuma bingung aja, kenapa tiba-tiba pengen main. Soalnya Sabtu besok tuh sebenarnya aku ada kondangan, Bang. Abang ada urusan penting ke rumah?"

"Kondangan siang atau malam?"

"Siang, Bang."

"Aku temenin, boleh?"

"Eh?"

* * *

"Sabtu besok temanin Ummi kondangan ya Tar. Temen kantornya almarhum Abi mantu," kata ibunya Attar ketika keluarga itu sedang sarapan, sebelum Attar dan Sarah berangkat ke kampus.

FORMULASI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang