Normal?

944 187 7
                                    

Penglihatanku agaknya memburam ketika mataku terpaksa harus terbuka di tengah malam. Aku benci dengan suara-suara bising yang selalu kedua orang tuaku ciptakan setiap baru saja pulang kerja. Memangnya di rumah ini mereka hanya tinggal berdua saja? Mereka mengacuhkanku. Mengabaikan. Menganggapku tidak pernah ada. Sekalinya mereka menyadari keberadaanku, aku pasti habis di tangan mereka sebagai objek pelampiasan.

Sialan. Hidupku sangat dipenuhi drama. Aku haus. Sepertinya ini hal yang wajar setiap kali aku tertidur dan terbangun di tengah malam karena kekurangan air. Namun, mereka masih ribut di luar sana. Aku tidak bisa keluar begitu saja.

Dadaku mendadak sesak. Rasa nyeri melingkupi dadaku. Kenapa? Kuputuskan untuk segera keluar dari kamar daripada kondisiku memburuk. Sepertinya aku benar-benar butuh air. Aku berjalan mengendap-endap. Suara teriakkan Ibu benar-benar memuakkan. Apalagi tangan Ayah yang bergerak bebas dan dengan sesuka hati Ia melayangkan tangannya ke arah Ibu. Mereka semua bangsat.

Aku mendengus saat Ibu menangis. Terserah. Aku melenggang pergi dan segera mengambil air. Dahagaku hilang. Namun, tak lama setelahnya, aku terbatuk-batuk. Apakah ini normal? Aku mengelus-elus dadaku dan berjalan ke kamar sembari menutup mulutku supaya suara batukku tidak terdengar. Sial. Bukannya semakin membaik malah memburuk.

Aku berbaring di kasur. Mataku tidak bisa terpejam lagi seperti biasanya. Anehnya, aku malah mengambil ponselku dan menelepon Haechan. Tidak tahu apakah dia masih terjaga atau tidak. Tidak peduli apakah aku akan mengganggu tidurnya atau tidak. "Halo?" suara seraknya menandakan dia baru saja bangun. Tapi sepertinya tidak. Karena aku belum pernah mendengar suara dia saat bangun tidur.

"Apa aku menganggu?" tanyaku sambil berbisik. "Tidak. Ada apa? Kau tidak bisa tidur?" tanyanya. Aku mengernyitkan dahiku. "Kau tahu?" Aku mendengar dia terkekeh sejenak. "Tentu saja. Kalau tidak, untuk apa kau menelepon selarut ini, hm?"

"Ah... kau benar." timpalku. "Akan kubuat kau tidur nyenyak." katanya membuatku bersemangat. "Caranya?" Dia berdehem panjang. "Pejamkan matamu. Sudah?" perintahnya dan aku mengikutinya. Kini kedua mataku terpejam erat. "Peluk gulingmu." perintahnya lagi. "Sudah?" Aku mengangguk meski dia tidak dapat melihatku saat ini. "Sekarang dengarkan nyanyianku yang akan menjadi pengantar tidurmu." lanjutnya. []

FULL SUN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang