All Lies

850 170 5
                                    

Saat kutanya apa alasan dibalik kebohongannya, dia berkata, "Tidak semua kesedihan harus dibagikan. Aku lebih baik memendamnya sendirian. Karena aku hanya membagi suka, bukan duka." Perkataannya membuatku tertohok. Aku tidak merasa tersindir. Hanya saja, bukankah itu berarti hidupnya lebih sulit dariku?

Benar katanya. "Hidupmu hampir sempurna." Ucapannya saat terakhir kali kita bertemu masih kuingat jelas. Aku tersenyum miris. Pupil mataku bergetar. "Apa selama ini... semuanya adalah kebohongan?" tanyaku.

Dia mengangguk.

Baiklah. Semua pertanyaanku terjawab hanya dengan sekali anggukan. Kenyataannya, Donghyuck yang satu sekolah denganku memang tidak pernah ada. "Lantas, yang di sekolah itu?"

Donghyuck menyunggingkan senyumnya. "Aku tidak sekolah di sana." jawabnya membuat pertanyaan di benakku semakin banyak, bukannya sedikit. "Lalu?" Dia berkata, "Aku bekerja di sana. Aku malu mengatakan ini. Tapi sejujurnya, aku hanyalah tukang bersih-bersih yang rela melanggar aturan untuk memakai seragam karenamu." Aku mematung. Bisa-bisanya dia berbicara begitu sambil tersenyum. Ini terlalu menyakitkan. "Donghyuck, maaf. Aku t-tidak tahu..." lirihku di akhir kata. Dia menggeleng dan tersenyum hangat. "Tidak apa-apa. Seharusnya aku yang minta maaf. Masih ada banyak yang kusembunyikan. Seperti misalnya, usia kita yang terpaut 3 tahun." katanya.

Mataku membelalak. "3 tahun?!" pekikku. Dia mengangguk sambil menunduk. "Ya. Maaf." katanya. "Donghyuck, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. Aku bingung. Aku ingin marah, tapi aku tidak ingin melampiaskannya padamu." Lantas, Donghyuck merengkuh pinggangku. Dia memelukku erat. "Maka, maafkan aku. Hanya itu yang perlu kau lakukan. Bukankah selalu ada kali kedua untuk kesalahan pertama?" bisiknya. []

FULL SUN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang