08 - Pembalasan

3.7K 526 81
                                    

"Jadi dia pacarmu?"

"Bukan. Dia kakak kelasku. Menyebalkan sepertimu." Hinata mendengus.

Shikamaru tidak menoleh, ia tetap fokus pada jalanan yang ramai akan kendaraan. Ia memang sengaja ingin membawa Hinata dan Kiba jalan-jalan. Mengingat jika beberapa hari lagi ia akan kembali ke Canada dan melanjutkan belajarnya disana. Tapi sepertinya rencana itu harus gagal karena tidak sengaja melihat adegan drama di dekat gerbang sekolah Hinata.

"Telpon Kiba. Suruh dia menyusul kita ke Coffee Break." perintah Shikamaru sambil menjalankan lagi mobilnya setelah berhenti di lampu merah.

"Dia tidak bisa. Katanya hari ini dia akan membantu ibunya mengurus butik yang baru buka di dekat Jatra Mall." jawab Hinata. Tubuhnya menggeliat menyamankan tubuhnya untuk tidur.

"Kalau begitu kita yang akan susul dia kesana."

"Jangan. Katanya dia akan sulit bekerja jika ada teman-teman disekitarnya." mata Hinata sudah terpejam.

"Kita tunggu hingga acaranya selesai."

"Jangan. Katanya acaranya sampai malam."

Shikamaru menghela napas. Jika Hinata sudah malas-malasan begini, itu artinya ia tidak ingin kemana-mana. Apa boleh buat, rencana ke pantai yang sudah ia pikirkan sepertinya harus di ganti dengan diam di dalam kamar saja.

"Aku punya anime baru." Shikamaru kembali bersuara mencari bahan perbincangan. Matanya masih fokus pada jalanan untuk menyalip beberapa mobil yang berjalan agak lambat.

"Nanti aku akan ke kamarmu."

Shikamaru berdecak pelan, sepertinya Hinata benar-benar bad mood, "Kau kenapa?"

"Aku tidak apa-apa, Shika-chin." Hinata kembali membuka matanya dan menatap Shikamaru dengan malas. Hinata heran kenapa pemuda itu tiba-tiba jadi cerewet.

"Namanya Sasuke Uchiha. Anak kedua dari Fugaku Uchiha. Memiliki ibu tiri bernama Mei Terumi. Dan memiliki ketakutan khusus dengan sentuhan perempuan. Sejenis Haphephobia."

Wajah Hinata masih datar. Tampang malasnya nampak semakin kentara dengan garis mata yang dibuat sayu dan tidak enak dipandang, "Aku tahu. Tidak perlu dijabarkan lagi."

Shikamaru tertawa pelan. Sebelah tangannya mengusap kepala sang gadis dengan sayang, "Anak pintar. Kau harus tahu kelemahan musuhmu sebelum banyak bertindak."

Hinata mendengus, "Aku jadi penasaran dengan masa lalunya." ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jangan terlalu penasaran pada satu hal, Hinata. Nanti kau bisa jatuh cinta. Dan aku tidak suka jika orang itu adalah Uchiha."

"Kenapa? Bukankah Uchiha itu pintar, tampan dan tipemu sekali?"

"Kau tidak tahu jika sejak dulu perusahaan ayahmu selalu bersaing dengan Uchiha?"

Hinata menggeleng. Ia memang tidak tahu menahu masalah perusahaan dan tetek bengeknya. Ia juga tidak ingin tahu. Hinata tidak ingin jadi penerus, biarkan saja Neji dan Hanabi yang meneruskan usaha ayah mereka. Hinata ingin mengambil jalan hidupnya sendiri yang tidak berhubungan dengan perusahaan.

Shikamaru kembali tersenyum. Ia ingin cerita, tapi rasanya akan sia-sia jika bercerita pada Hinata yang tengah dalam mode malas. Jadi ia hanya diam dan melanjutkan menyetir.

.
.
×××
.
.

Brak.

Kepala Hinata langsung menoleh pada pintu utama toilet khusus perempuan di lantai dua. Ia menoleh lagi pada kaca cermin sebentar untuk membenahi rambut dan poninya, setelah itu baru ia mendekati pintu keluar untuk memastikan ada kejadian apa di luar sana.

ANTAGONIS [SasuHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang