09 - Sebuah Rencana 1

3.6K 509 100
                                    

Sudah dua minggu dan Sasuke rasanya tidak betah jika tidak mengganggu Hinata. Ini hari pertama dan akan memasuki minggu ketiga jika Sasuke tidak juga menemukan sosok Hinata. Bahkan saat jam pelajaran olahraga saja ia tak melihat gadis itu berkeliaran.

Padahal Sasuke sudah menyiapkan banyak hal untuk gadis itu, tapi semuanya jadi sia-sia karena Hinata tak muncul dimanapun selama dua minggu terakhir. Bahkan di kelas saat pelajaran berlangsung, Hinata tetap tak ada di kursinya yang sudah diisi oleh orang lain.

Ingin rasanya bertanya. Tapi Sasuke cukup gengsi karena pasti akan dianggap perhatian. Cih, mana mungkin.

Sasuke hanya tidak betah jika tidak membuat gadis itu kesal dan marah.

Hanya itu.

Ya. Benar, seharusnya begitu. Tapi entah kenapa perasaannya berkata jika ada hal lain yang membuatnya begitu rindu jika tak menyiksa batin Hinata. Ia senang saat melihat wajah cantik itu di tekuk marah. Ia senang saat suara lembut itu meneriakinya.

Hah.

"Tinggal satu minggu." suara Naruto membuat fokus lamunan bungsu Uchiha jadi buyar.

"Aku tahu. Jadi, bisa kau diam?" Sasuke menatap tidak suka pada Naruto yang duduk di samping Sasori.

"Menyerahlah Sasuke. Dia bukan seperti gadis kebanyakan. Semakin kau menekannya, semakin kuat tekadnya untuk tak menyerah. Kau bisa cari lawan yang seimbang saja denganmu. Agar harga dirimu bisa kembali ke Sasuke yang dulu."

Kali ini Sasori yang berbicara. Seperti biasa pemuda baby face itu selalu menyuarakan isi hatinya dengan santai tanpa peduli perasaan orang lain yang mendengarnya.

Sasuke berdecih jijik mendengar penuturan Sasori. Hinata lemah. Cukup mudah untuk ditindas, kenapa pula Sasuke harus mempertaruhkan harga dirinya demi gadis lemah seperti Hinata, "Dia itu lemah."

"Kau yakin? Bukan kah sebaliknya?"

Brak.

Sasuke menendang meja di sampingnya, "Kau berada di pihaknya?" tanyanya geram pada Naruto.

Naruto diam sesaat. Pemuda kuning itu menggeleng pelan lalu berjalan merapikan meja milik Lee kemudian duduk lagi menghadap Sasuke, "Dari dulu aku yang selalu membereskan sisa kekacauan yang kau buat Sasuke. Hingga bersih tanpa cela. Tapi jika ini Hyuuga, aku akan bilang padamu jika aku tidak akan sanggup. Seperti yang kubilang di awal, Hinata tidak sendirian. Ada begitu banyak orang dibelakangnya yang bahkan ia sendiri tak tahu."

"Salah satunya?" Tanya Sasuke tak percaya.

"Pemuda yang menjemputnya di gerbang sekolah dulu."

"Itu bukan halangan, dobe. Dia tidak sekolah di sini."

"Kau tahu apa yang terjadi pada gadis yang mengurung Hinata di toilet saat itu?"

Sasuke menggeleng, "Tidak." ia menoleh kearah lain. Menegaskan pada Naruto bahwa ia tidak ingin tahu apapun tentang para fansnya.

"Dia bahkan sampai trauma dan tidak masuk selama tiga hari setelah bertemu dengan pemuda itu."

Kening Sasuke mengerut, "Dari mana dia tahu? Aku bahkan tak tahu wajah dari orang itu?"

"Sudah kubilang kan. Hinata. Tidak. Sendirian." diakhir kalimat Naruto berdecih, ia yakin ada lemak yang menutup otak Sasuke hingga bodoh mulai merambati.

"Namanya Nara Shikamaru." Sasori bersuara lagi, "Dulu sekolah kami pernah tanding basket dengan sekolahnya sewaktu SMP. Dia anak yang cukup kami anggap enteng karena pemalas, tapi begitu berada dilapangan, separuh dari poin yang mereka dapat berasal dari tangan pemuda itu. Tidak hanya pintar dalam belajar, dia juga pintar mencari peluang kemenangan."

ANTAGONIS [SasuHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang