09. -pulang

39 19 2
                                    


Lima belas menit kemudian,vannara kembali ke tempat Reza menunggu.

"Za,ayo pulang." Pinta vannara.

"Ntar,gue selesein ini dulu." Kata Reza sambil memperlihatkan ponsel nya pada vannara.

"Ya udah cepet." Mendengar nada bicara vannara yang berbeda,Reza langsung melihat kearah vannara.

"Kenapa lo? Ko pucet?"tanya Reza dengan khawatir dan memasukkan handphone nya ke saku celananya.

"Buruan. Gue cape." Reza pun menatap vannara dengan curiga. Ia langsung memeriksa tangan vannara. Walaupun tertutup oleh perban, bercak darah dapat terlihat dengan sempurna.

Reza naik ke motor,diikuti oleh vannara. Setelah itu,ia melaju dengan cepat. Vannara yang tak ingin mengotori seragam putih Reza akhirnya memeluk Reza dari belakang,menahan telapak tangan kanannya dengan tangan kiri agar darahnya tidak menempel di baju Reza.

Sebenarnya itu bukan tindakan modus. Jika vannara ngeyel dan tidak berpegangan vannara mungkin akan benar-benar terlempar mengingat betapa cepatnya Reza melaju.

Vannara menutup matanya,menikmati ketenangan sebentar itu. Disisi lain, jantung Reza berdegup tak karuan. Satu,karena ia dipeluk vannara dan satunya lagi karena takut terjadi sesuatu pada vannara.

Beberapa menit kemudian,Sampailah mereka di rumah sakit.

"Loh? Gajadi pulang?"

"Jadi,abis lo diperiksa."

"Dih,alay."

"Tch,bodo. Gua cuma gamau kita kalah ama SMA sebelah gara-gara lo sakit."

Setelah menunggu beberapa lama,dokternya pun datang.

"Yang mana yang sakit? Boleh saya periksa?"

Vannara pun mengulurkan tangan kanannya. Dokter itu perlahan-lahan membuka perban yang dipasangkan oleh Reza tadi siang.

"Hmm,ini lukanya lumayan besar jadi harus dijahit sekarang juga dan sepertinya daya tahan tubuhmu lagi turun sekarang,jadi kondisimu separah ini." Jelas dokter itu. Vannara pun hanya menjawab dengan anggukan.

"Ini pacarnya boleh tunggu diluar aja?" Tanya dokter tersebut. Reza pun membuka mulut dan ingin menyangkal ucapan dokter tersebut yang mengatakan bahwa Reza adalah pacarnya. Ia juga akan mengatakan bahwa ia bersedia untuk menunggu diluar.

"Dia disini aja dok. Boleh?" Tanya vannara tak terduga.

"Sebenarnya boleh.Kamu gak takut darah kan?" Tanya dokter itu pada reza. Yang reza balas dengan anggukan.

Dokter itu pun mulai memberikan obat penghilang rasa sakit untuk tangan vannara. Sang dokter merasa bahwa bius total tidak diperlukan. Disisi lain,Reza baru saja menyadari sesuatu.

Eh ntar dulu. Vannara tadi ga nyangkal pas gue dibilangin pacarnya?

Reza pun merasakan ada yang memegang erat erat tangan kanannya. Ternyata itu adalah tangan kiri vannara. Jarum jahit sudah di tancapkan dan sedang bolak-balik menutup luka Vannara.

"Sakit?" Tanya Reza.

Vannara menggeleng,walaupun sebenarnya cukup terbaca jika ia sedang lumayan kesakitan.

"Dih. Bo'ong." Goda reza.

Vannara pun dengan cepat melirik reza dengan tatapan mautnya.

"Udah tau sakit,masih aja nyeremin."

Proses penjahitan pun berlangsung selama beberapa menit. Dan selama beberapa menit itu pun vannara memegang erat erat tangan Reza.

Mereka pulang setelah vannara mengambil obat yang telah diresepkan dokter.

Mereka sudah sangat dekat dengan rumah,tapi reza malah memberhentikan motornya.

"Ngapain?" Tanya vannara.

"Ini bubur ayam kesukaan lo kan?"

"Iya. Kenapa emang?"

"Bang bubur nya satu." Pesan Reza.

"Loh ngapain Za? Duit gue di rumah."

"Nih ya gue traktir sekali kali,karena lo sakit hari ini."

"Udah ah ga usah. Di rumah juga masih banyak mi instan."

Ctak!
Reza menjitak vannara. Refleks,vannara pun memegang dahinya.

"Eh si kampret-

"Lo sih makan mi instan mulu. Kurang gizi tuh jadi sakit."

"Sori ya gue ga kurang gizi." sahut vannara.

"Udah jangan makan mi instan lagi.Tuh liat rambut lo jadi keriting kek mi instan."

Vannara refleks memeriksa rambutnya yang memang bergelombang dari lahir. Ia pun memukul lengan Reza yang telah mengerjainya.

"Lagian sih..ada ada aja lo percaya gituan."

"Awas ya liat aja besok pas gue udah sembuh. Lo bakal sama babak belurnya sama devan tadi."

"Aduuhhh takuut." Goda Reza.

"Misi bang,ini udah.20 ribu ya bang."

Reza pun membayar bubur itu dan melanjutkan perjalanan ke rumah vannara.

"Makasih. Gue duluan." Pamit vannara dengan senyum tipis di wajahnya sebelum akhirnya ia melangkah pergi.

"Eh eh bentar" tambah Reza yang membuat vannara kembali ke tempat semula.

"Apaan?" Tanyanya.

"Pamitnya gitu doang? Bonusin dong,ini juga." Ucap Reza sambil menunjuk pipi kanannya,bermaksud untuk minta dicium.

Tak terduga vannara pun memajukan tubuhnya secara perlahan. Reza membeku ditempat,tak menyangka bahwa vannara akan melakukannya. Dan saat semakin dekat,

"Lo mau mati?" Tanya vannara,berbisik di telinga Reza.

Reza pun mundur beberapa langkah karena ngeri.

"Udah udah pulang sanah,geli gue lama lama sama lo!" Usir vannara selagi ia melangkah masuk kerumahnya dan menutup pintu.

+ + +

VannaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang