24. -akhir?

26 6 0
                                    

⚠️ : terdapat adegan kekerasan, darah dan bahasa yang vulgar pada chapter ini.

Vannara masih di gang itu. Dengan baju yang sama namun dengan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya.

Lega?

Entahlah. Sepertinya kata itu tidak terlalu cocok untuk mencerminkan keadaan vannara sekarang. Ketimbang lega,gadis itu merasa..kosong.

Tak ada lagi air mata yang keluar, dan rasa sakit hatinya juga berangsur hilang. Gadis itu duduk termenung disana,berusaha menormalkan nafasnya.

Gimana gue pulang? Dompet ketinggalan lagi.. batin gadis itu sebelum akhirnya mengeluarkan handphonenya.

Siapa? Siapa yang akan ia telefon? Ia merasa terombang-ambing. Tak punya keluarga maupun teman dekat. Ya,para Phytagoras memang temannya..tapi rasanya mereka tidak sedekat itu untuk di bebani oleh vannara saat ini.

Vannara kembali membolak-balikkan nama kontak yang ada di handphonenya. Dan seketika jarinya berhenti bergerak saat ia melihat satu nama.

Reza..?

Ah bodoamat lah. Vannara memutuskan untuk menelefon nomor tersebut dan membuang gengsinya jauh-jauh agar ia bisa pulang dengan selamat.

Setelah penantian yang cukup lama,akhirnya Reza mengangkat.

"Halo?"

"Halo Za? B-bisa tolong jemput gue—

"Van,sori kali ini gue gabisa. Sekarang gue lagi sama ellyn dan gue udah janji sama dia buat nemenin makan. Gimana kalo lo minta—

Tut..

Vannara menutup sambungan telefonnya. Dadanya sesak. Jadi seperti ini dia sekarang. Di nomor dua kan. Gadis yang diprioritaskan Reza bukan vannara lagi. Rasa di dadanya benar-benar perih,belum lagi sekarang rasa sakit dari tamparan orang tuanya tiba-tiba menyerbu.Sesak,perih dan nyeri bercampur aduk.

Gadis itu berdiri,mencoba untuk mengabaikan pegal di kakinya karena berlari dengan jarak yang cukup jauh barusan. Ia juga setengah mati berusaha mengabaikan pusing dan sakit bekas tamparan tadi,karena cepat atau lambat ia harus meninggalkan tempat itu. Bisa repot jika ada orang yang menemukannya dan bertanya apa yang sedang ia lakukan disana— di gang kecil nan sepi yang telah menjadi saksi bisu kelemahan seorang vannara zesya atlesta.

Ia berjalan mengikuti kemana kakinya ingin pergi. Vannara tak tau jalan,tapi ia tak peduli. Gadis itu memang tak terlalu familiar di lingkungan yang harusnya menjadi rumahnya.

Ia berjalan dan berjalan..namun tiba-tiba ada yang menghentikannya.

"Neng sini neng,main sama kita yuk." Ujar salah satu preman rendahan didaerah itu. Membuat vannara jijik. Dan tentu saja,gadis itu mengabaikannya.

"Gausah sok jual mahal lo!" Ujar preman tadi lalu memegang tangan vannara.

"Sini duit!" Ujar preman lainnya.

Vannara berusaha untuk kabur. Ia sedang tidak dalam mood untuk berkelahi mengingat fisiknya sekarang.

"Eh-eh pegangin,mau kabur tuh dia!"

"Lepas." Geram vannara,namun para preman tadi tidak mendengarkan.

Vannara sadar sekali jika ia kalah jumlah. Ia benar-benar ingin pertolongan orang lain saat ini. Tapi mengingat seberapa sepinya kondisi tempat ini sekarang membuat itu tidak mungkin.

Melawan atau tidak hasilnya pasti akan sama.Jadi ia menyentakkan tangannya dan menyikut preman yang memegangi salah satu tangannya.

"Anjing! Lo kira kita bakal main lembut karena lo cewek?" Ujar salah satu preman sebelum menendang kaki vannara.

Vannara berulang kali melakukan perlawanan. Dan ditengah-tengah itu,hujan turun seakan-akan ikut berduka dengan vannara. Beberapa orang berhasil gadis itu jatuhkan. Namun dirinya juga tidak dalam kondisi baik. Tendangan dan pukulan yang diberikan oleh para preman juga menorehkan lebam di tubuhnya.

Seorang preman berhasil memegangi vannara. Namun gadis itu terus meronta lagi dan lagi memberikan perlawanan yang sengit. Preman itu kewalahan. Tanpa pikir panjang,ia mengeluarkan sebilah pisau dan..menikam vannara.

Vannara dan preman tadi sama-sama terkejut. Preman sialan itu telah menikam vannara.

"Lari! Lari goblok!" Ujar salah satu preman yang panik tadi,meninggalkan vannara sendiri.

Setelah para preman tadi menjauh, Gadis itu mulai merangkak,mengabaikan rasa sakit yang menjalar diseluruh tubuhnya untuk menyandarkan dirinya sendiri dibawah pohon. Ia tidak mencabut pisau yang menancap diperutnya tadi karena itu akan menimbulkan lebih banyak pendarahan.

Jadi gini ya..ditikam. Perih,nyeri.

Ia lalu mengedarkan pandangan kesekitarnya. Tanah yang tadinya dibasahi air hujan kini berangsur merah.

Kesadaran vannara perlahan hilang.

Inikah? Yang bakal jadi akhir gue?
Mati sendirian ditangan bajingan rendahan tadi?

Gadis itu diam-diam tertawa miris.

Ya tuhan,hamba tau hamba bukan orang baik. Tapi haruskah saya mati semenyedihkan ini?

Jujur vannara tak rela jika ia harus mati sekarang. Banyak urusan yang belum ia selesaikan.Vannara menarik nafas panjang dan samar-samar ia bisa melihat cahaya seperti mendekat kearahnya. Lalu..semuanya berubah gelap.

                           +    +    +

VannaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang