.+ Cemburu katanya

5.2K 426 15
                                    


Karena setiap detik yg berlalu akan menjadi sebuah kenangan. Jadi jangan pernah meremehkan sebuah keadaan sebelum waktu mengajarkan sebuah arti kehilangan Dan kamu hanya akan menyalahkan keadaan. ”

-----

Alarm kamarnya berbunyi dengan nyaring membuat arka berdengus sebal dan melemparnya dengan bantal. Baru saja rasanya ia terlelap namun mentari malah datang lebih awal. Setelah acara makan yang di buatkan Abangnya, Arka memutuskan untuk pergi kekamarnya karena kepala nya yang kembali berdenyut.

"Hari ini tanggal..." Jari telunjuknya mengitari tanggal 28 dengan dahi yang berkerut seperti tengah berfikir.

"Gue harus ikut" Gumamnya dan akhirnya melenggang menuju kamar mandi.

Lima belas menit terlewatkan dan nampaklah sosok tampan bermata bulan sabit dengan seragam yang sudah bertengger manis di badannya.

"Pagi bundaa, abang...ayah" Joshua mengulas senyum sebelum akhirnya menyuruh Arka untuk duduk disampingnya. Mata indahnya menatap piring yang tersaji di hadapannya plus dengan Roti bakar.

"Ayo dimakan, kenapa di liatin aja? Adek mau yang lain?" Arka menoleh kearah bunda nya dengan mata yang berkaca-kaca sebelum akhirnya menggeleng cepat.

"Makasih bunda.." Dian mengangguk dan mengusak rambut anaknya dengan sayang. ucapan Joshua kemarin lusa memang sangat menampar untuknya.

"Mau di antar supir atau pergi sendiri dek?"

"Arka pergi sendiri aja bang" Jawabnya dengan mulut penuh. Semua yang ada disana mengulas senyum namun tidak dengan Ferdi yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

"Arka pergi yaa bun, jangan kangen" Dian terkekeh pelan lalu mengecup kening anaknya lamat lalu beralih mengelus pelipis arka yang ditutupi kasa.

"Maafin bunda ya sayang" Arka mengangguk lalu pergi meninggalkan.

———

Sesampainya di dalam kelas arka langsung menuju kedua temannya dibelakang sana. Menaruh tas nya asal kemudian menyimak pembicaraan keduanya. Raut wajah Revan juga Radit sangat serius kali ini. tak seperti biasanya yang menampilkan wajah konyol mereka.

"Ngomongin apa si?" Revan terlonjak kaget kemudian berdecak sebal.

"Apaan si, sejak kapan punya riwayat jantung gitu?" Arka tertawa puas melihat tingkah sahabatnya—revan.

"Gak liat asu, lo dateng gak pake salam lagian. Dasar anak dakjal"

"Heh! Lo ngatain bunda dakjal? Woaa keparat lo parah, mau gue penggal kepala lo?" Revan berdecih lalu mengeluarkan permen karetnya.

"Luka lo udah baikan?" Arka mengangguk cepat "Kadang suka pusing aja dikit"

"Nanti malem gak usah ikut trek dulu kalo gitu" Arka menggelang.

Regret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang