.+ Kacau

5.2K 427 6
                                    

empat jam mengikuti kegiatan belajar arka selalu mendapat teguran dari sang guru karena tak mendengarkan pembelajaran dengan baik, arka selalu saja merunduk lalu memejamkan matanya dan tak jarang ketauan tertidur. Revan yang berada di sampingnya pun ikut membela dengan berkata jika arka sedang tak sehat. Namun memang pada dasarnya, mata pelajaran hari ini ada semua guru killer. Jadi pantas saja teguran itu selalu didapatkan oleh keduanya.

"Van, arka gak mau di bawa ke UKS emang?" Revan berdecak sebal pada teman dihadapannya ini, siapa lagi jika bukan Radit.

"UKS tutup hari ini dit, diam ah. nanti tuh gajah ngomel lagi" Radit mengangguk lalu melirik arka yang sudah berpenampilan tak karuan.

"Sabar ya, sebentar lagi bel istirahat" Revan mengelus punggung arka lalu memberikan sebuah senyuman guna menguatkan sahabatnya ini.

Arka mengangguk lalu kembali memperhatikan guru yang sedang menjelaskan dihadapan sana. hingga tak lama suara bel istirahat pun berbunyi. Arka segera menopangkan kepalanya pada kedua tangannya yang dilipat sebagai bantalan. Teman sekelasnya pun ada yang pergi ke kantin ada juga yang mendekat guna menanyakan keadaan arka.

"Ar, pulang aja ya? Dari pada terus-terusan ditegur gini kan?" Arka menggeleng sebagai jawaban.

"Dirumah enggak ada orang, jadi percuma kalo gue pulang" Jawabnya dengan sebuah senyuman.

"Gak ada yang percuma, lo pulang ke rumah gue" Arka meraih tangan revan yang sedang berkemas lalu kembali menggeleng.

"Mama lo lagi gak diru—"

"Bisa diem gak si?! gausah bantah! gue ini gak mau lo kenapa-napa! gausah buat orang tambah susah!" Arka tersentak mendengar kalimat akhir yang revan ucapankan, mata nya sedikit berair. entah efek sakit jadi kebawa manja atau yang lainnya. Arka meraih tas nya lalu menyelempangkannya pada bahunya. setelahnya arka pergi dengan langkah pelan.

"Mau kemana?" Arka menepis tangan radit yang berusaha menahannya.

"Gue bisa pulang sendiri" Radit terdiam menatap tubuh arka yang kian menjauh, hingga tak lama kemudian Radit tersentak dan berjalan mendekati Revan.

"Lo harus nya bisa jaga emosi lo van, jangan kayak tadi. Kasihan sahabat gue" Revan mendongak menatap radit yang sedang berdiri dihadapannya.

"Gue keceplosan.." Lirih nya lalu mengusak rambutnya sedikit kasar.

Sedangkan dilain tempat, Arka sedang berusaha mati-matian menahan tubuhnya agar tidak ambruk ditepi jalan begini, Arka berjongkok di trotoar yang sudah lumayan cukup jauh dari sekolah. arka menoleh seraya mendongak menatap orang yang tadi menepuk bahunya. Bibirnya seketika terkatup rapat melihat orang tersebut.

Bahu arka diraih dengan sedikit kasar lalu ditatapnya arka dengan tatapan yang menusuk, lelaki itu mencengkram pipi arka dengan kuat hingga membuat arka sedikit mengeluarkan ringisan.  Lelaki itu berdecih kemudian tersenyum penuh kemenangan. Tanpa babibu lagi, lelaki itu menendang perut arka dengan sangat kuat menggunakan lututnya. hingga secara spontan arka yang mendapat perlakuan itu pun merunduk seraya memegang perutnya yang teramat sakit.

"D–dit, tolong" Dudit tersenyum senang lalu menghempaskan tubuh arka begitu saja.

"Cuma segitu tenaga lo ha? lemah banget lo jadi cowo" Kaki Dudit pun tak tinggal diam. lelaki itu asik menendangi punggung arka dengan sedikit kuat.

"T–tolong" Dudit berdecih lalu berlalu begitu saja tanpa peduli ada sosok sahabat yang tergeletak tak berdaya ditrotoar. Arka masih dapat merasakan ada air yang menetes menghujani tubuhnya , namun kedua matanya seakaan sangat berat untuk di bukakan.

Tak terasa mentari senja kini sudah kembali datang, namun sosok yang berbaring ditrotoar itu tak kunjung mendapat pertolongan. giginya sudah saling bergemetuk dengan badan yang mengigil. Arka ingin bangun dan segera pulang, namun kepalanya terasa sangat sakit jika ia mencoba untuk bangun. Hingga tak lama kemudian arka dapat merasakan tubuhnya yang di bawa pergi dan akhirnya semuanya pun gelap.

☀☀☀


Sepanjang perjalanan menuju rumahsakit, Dian sudah menggenggam jemari putra bungsunya dengan kuat. Arka sedari tadi terus saja bergumam sakit hingga membuat hati ferdi pun sedikit luluh dan ikut menggenggam jemari putra yang selama ini ia asingkan. Ferdi terlalu asik dengan dunia khawatirnya hingga fokusnya pada jalanan pun harus ikut terbagi. Hingga tanpa ferdi ketahui ada sebuah mobil truk yang melaju kencang ke arahnya. Kedua mata ferdi membola melihat truk yang kian mendekat dan menghantam tubuh mobil yang mereka tumpangi. Ferdi segera berbalik melindungi kedua harta berharga nya.

.

Dua jam kemudian,
Joshua mendapat informasi bahwa kedua orang tua nya mengalami kecelakan dan meninggal di tempat. Joshua berlari dengan air mata yang mengalir deras dikedua pipinya, tujuannya kali ini adalah melihat kedua orang tua nya. Tadi siang, kedua nya meminta izin untuk pergi kesupermarket. Bunda nya bilang, hari ini ia akan membuatkan makanan kesukaan adiknya. Dan Joshua sangat tidak menyangka jika semua nya akan seperti ini. andai saja waktu dapat diputar, maka joshua akan menahan kedua orang tua nya untuk pergi ke-supermarket.

"A-ayah.. hiks kenapa pergi?" Tanyanya diiringi sebuah isakan dan tangan yang mengguncang kedua bahu ayahnya. Joshua tidak dapat membayangkan bagaimana nanti jadinya jika kedua nya lebih memilih meninggalkannya.

"Ayah.. abang belum bisa, abang belum bisa buat gantiin posisi ayah hiks" Joshua mendekap tubuh tegap ayahnya hingga seorang suster datang dan memberikan sebuah surat padanya. Joshua mendongak menatap suster tersebut lalu menerima suratnya.

"Itu adalah hasil leb milik adik anda pak, dia ada diruangan nomor 114 kamar Tulip" Joshua meremat surat itu hingga menjadi gulungan lalu berlalu menuju kamar adiknya dengan tatapan penuh amarah. Joshua membuka pintu itu dengan kuat namun tak membuat arka terjaga. Joshua mendekat menatap adiknya yang terbaring lemah dengan berbagai kabel yang menempel pada tubuhnya. Serta Masker oksigen yang kini bertengger cantik pada mulut serta hidungnya.

"Gue benci lo ar, gue benci sama lo! kenapa gak lo aja yang mati" Joshua melepas masker oksigen tersebut hingga membuat Arka yang semula tertidur damai kini mengalami sesak juga kejang. Dokter serta satu suster datang dengan terponggoh-ponggoh dan kembali memeriksa keadaan arka yang kian melemah.

"Jo, sadar.. dia adik lo, apapun yang hilang hari ini semua itu jadi kehendak tuhan" Joshua meluruhkan tubuhnya dan menangis sejadi-jadinya. hingga kesadaraan nya pun harus terenggut paksa karena kelelahan.

Rekan Joshua pun ikut membantu Joshua membaringkannya di sofa dan memasangkan infus. "Tolong beri joshua obat penenang setelah ini sus, dia harus tenang dulu setidaknya beberapa jam kedepan. dia sangat shock saat ini" Suster itu mengangguk.










inikah awal kehidupan seorang arka? ..

Regret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang