.+ Kepedulian

4.5K 430 5
                                    

Seharian sudah arka tertidur namun belum juga membuka mata, semalaman arka demam tinggi jadilah Joshua yang berdagang dikamar adiknya hingga pagi tiba bergilir dengan Dian yang datang dengan membawa nampan berisi bubur juga obat untuk diminum arka setelah bangun nanti.

"Bunda tau arka kenapa bisa kayak gini?" Dian menggeleng seraya mengganti kompresan yang bertengger di dahinya.

"Ayah cuma gendong arka terus bawa dia kekamar tanpa bilang apapun bang" Joshua mengangguk percaya. lalu merebahkan tubuh di sambil adik nya.

"Kamu enggak ke rumah sakit bang?" tanya dian pada joshua yang baru saja akan terlelap. Dengan malas joshua menjawab dengan sebuah gelengan.

Arka melenguh pelan lalu mengerjapkan matanya berulang berusaha meredam rasa pusing yang menyerang. Setelah matanya terbuka dengan sempurna arka dapat melihat wajah cantik bunda nya juga sebuah senyuman tulus yang bundanya berikan.

"Syukur deh adek udah bangun, mau sesuatu?" Arka masih mengamati sekitarnya, seperti orang bingung mengapa dirinya bisa ada disini? Apakah bang jay yang mengantarkan nya? Tidak mungkin juga.

"Adek kenapa bisa disini bun?" Dian mengerutkan dahinya bingung dengan pertanyaan di bungsu.

"Jelas dong adek disini, ini kan rumah kamu dek" Arka mengangguk ragu kemudian mendudukan tubuhnya dibantu oleh bundanya.

"Kamu makan ya, bunda suapi" Arka tersenyum lalu mengangguk.

"Ayah kerja bun?" Tanya nya dengan mulut penuh.

"Enggak kok, ayah ada diruang kerjanya. Kenapa? mau bunda panggilkan?" Arka segera menggeleng mendengar itu.

"Eng—" Ucapannya terjeda begitu saja karena sosok tegap yang tadi dibicarakan sudah datang dengan wajah dinginnya.

"Semuanya ikut saya ke bawah, ada yang harus dibicarakan. kecuali Joshua, biarkan dia tidur.. kasihan dia, semalaman terjaga hanya untuk anak gak tau diri ini" Dian mengelus punggung tangan arka lalu mendongakan wajah manisnya. Arka tersenyum mengikuti perintah dian.

"Ayo sayang, bunda bantu kamu ya"

Dibantu oleh Dian, arka menuruni tangga dengan langkah pelan. Tak tau kah ayah nya jika kakinya masih terasa sangat lemas. setelah sampai arka segera duduk di sofa lebih tepatnya disamping bundanya. Tangan dian terus mengelus bahu anaknya. watir-watir jika ferdi akan mengeluarkan ucapan yang tidak mengenakan untuk anaknya.

"Jelaskan soal semalam, kenapa kamu ikut balapan?" Mendengar hal itu dian sedikit tersentak, anak nya balapan??

"Ayo jelaskan!" Arka menggigit bibirnya ragu, mengapa ayahnya bisa sampe tau akan hal ini? huftt—banyak sekali pertanyaan yang bergantung dikepalanya.

"A–ayah.. arka bisa jelaskan"

"Cepat!" Arka meneguk saliva nya lalu menghela nafasnya kasar.

"Ar—"

"Lama! Mulai sekarang, tak ada main setelah pulang sekolah! tidak ada kegiatan di luar rumah terkecuali sekolah, setiap hari sabtu dan minggu akan ada les untukmu" Arka tertegun. sebelum ucapannya selesai ferdi lebih dulu memotongnya.

Usapan pada bahunya pun dapat arka rasakan terhenti, bunda nya kembali kecewa padanya. Begitupun ayahnya, apakah kakaknya pun akan begituu??

"Jangan buang-buang uang saya, belajar lebih giat agar kau dapat pintar seperti anak saya" Setelah mengatakan hal tersebut Ferdi beranjak bangun di ikuti dian dibelakangnya.

"Bunda..." Lirihnya, suaranya tak didengar siapapun dirumah semegah ini. semua orang pergi, meninggalkan nya seorang diri. dan membiarkannya kembali jatuh pada lubang hitam kehidupan.

🖇🖇


Sekolah kembali lagi dibuka, para siswa memasuki kelasnya dengan wajah yang berseri, senang dapat kembali bertemu dengan sobih sebangku mereka. Tetapi, hal itu tak terjadi pada Arka, anak itu tampak murung juga wajah yang sedikit pucat. Revan menghampiri arka lalu meraih bahunya untuk dituntun menuju bangku yang mereka tempati.

"Lo kenapa? masih pagi kenapa udah lemes gini ar?" arka menggelengkan kepalanya pelan.

"Hey, buka mata lo" Ujar Revan seraya menepuk-nepuk pipi arka yang kini sudah bertumpu sepenuhnya pada tubuhnya. Teman yang lainnya pun ikut membantu dan mengerumunin mereka berdua.

"Arka.. hey, are you okay?" Tanya revan dengan lembut, taukah kalian jika sedari tadi revan sedang menahan diri agar tetap tenang? Sahabat nya tiba-tiba saja seperti ini.

"Tolong bawain tandu dong, badannya lemes banget ini" Pinta revan pada teman sekelasnya. Revan tak tau dimana keberadaan Radit, yang jelas anak itu belum menampilkan batang hidungnya dihari ini.

"R–revan.." Cicitnya pelan namun revan masih dapat mendengarnya. revan segera mendekatkan telinganya pada mulut arka. karena suasana kelas yang sedang gaduh membuat revan sedikit kesulitan mendengar apa yang arka ucapkan apalagi dengan suara yang sangat pelan.

"Mu–al, t–tolong" Astaga, revan bingung sekarang, sebelumnya arka pernah juga seperti ini. kala itu arka telat makan hingga mengakibatkan maag nya yang kambuh. apakah sekarang pun begitu??

"Muntahin aja disini ya, gausah ke toilet" Arka tak dapat mengelak, badannya mencondong kedepan lalu segera memuntahkan isi perutnya yang belum terisi dari kemarin siang. Revan yang ikut serta untuk memijat tengkuk arka lalu mengelap bibir sahabatnya dengan tisu basah yang diberikan kawan sekelasnya.

"Shh—sakit" Arka meringis seraya mencengkram perutnya dengan kuat. Revan segera meraih tangan arka lalu mengelus punggung tangannya dengan lembut.

"Ini yang minta tandu kemana si?!" Sentaknya, anak sekelaspun menggeleng tanda tak tau.

"S–sorry van, UKS nya masih di kunci. Pas liat jadwal yang piket mereka belum dateng" ujar salah satu anak kelas dengan ngos-ngosan karena berlari kesana kemari mencari keberadaan orang yang piket uks hari ini.

"Astagfirullah... Kita pulang aja ya ar?"  Revan merunduk kearah arka yang berada dalam dekapannya. Arka menggelengkan kepalanya pelan lalu memejamkan matanya yang terasa sangat berat.

"Ar, tolong jangan tutup mata lo. kita tunggu UKS buka ya sebentar lagi, jangan tutup mata lo" Mendengar hal itu pun arka kembali membuka matanya perlahan lalu tak lama pun memejam kembali.

"Semua nya muter kak.. pusing" Lirihnya.




.+ Kelak, kita akan pulang pada dekapan seseorang yang padanya membuat diri begitu disayang, yang padanya selalu member tenang meski tak berucap apapun, yang padanya kita mengerti apa itu memberi Tanpa harap kembali, yang padanya kita selalu ingin menatap sebel memejam, yang padanya kita selalu ingin mendengar sebelum tuli, yang padanya Pula kita bercita-cita untuk bersama mati.

Iya, itu titik hentimu. - Arka.

----
Hai readers? Gimana kabar? Semoga baik selalu ya.
Salam kenal all dari pencinta basket:v

Regret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang