.+ Saling memaafkan

5.1K 446 5
                                    

Sesuai dengan ucapan nya tadi pagi, Revan dan Radit mampir ke rumah arka yang terlihat sepi. Mereka saling pandang untuk memastikan apakah meneruskan langkahnya untuk masuk atau berhenti lalu putar balik. Mereka terlihat bingung hingga akhirnya Radit masuk lebih dulu.

"Bi Imahh?" Panggil Radit dan beberapa menit kemudian wanita tua itu berlari terponggoh-ponggoh menghampiri kedua nya.

"Bi, Arka ada?" Bi imah menautkan kedua alisnya bingung.

"Kata Tuan tadi pagi Den arka sudah berangkat pagi-pagi. Disekolah gak ada den?" Mereka menggelengkan kepalanya kompak.

"Aduh, kemana atuh ya? coba kalian cek di kamar. Bibi mau matiin kompor dulu, gapapa kan den?" Revan tersenyum pada wanita itu kemudian mengangguk.

"Gapapa bi, kita ke atas ya?"

"Iyaa den, nanti bibi nyusul" Mereka berdua akkhirnya melangkah menaiki tangga hingga akhitnya memasuki kamar sahabatnya. Mata revan mengedar ke seisi kamar arka. Terdengar suara air kran yang mengalir berarti arka memang ada di rumah lebih tepatnya di kamar mandi. namun mengapa kamarnya sangat kacau seperti ini?

"Ka, lo di dalem?" Revan menempelkan telinganya pada pintu kamar mandi untuk memastikan. Hingga tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan menampilkan sosok Arka yang kacau.

Revan segera mendekati Arka bertanya perihal ada apa ini, begitu pun dengan Radit. Mereka menatap arka dengan iba. Mata yang bengkak, bibir pucat tanpa warna dan ada sedikit noda darah di kepalanya. Mungkin saat di kamar mandi tadi arka sudah membersihkan nya sedikit.

"Lo udah gak marah sama gue?" Revan menggeleng dengan cepat lalu memapah arka untuk berbaring di kasurnya.

"Udah di obatin?" Arka menggelengkan kepalanya tanda sebuah jawaban, bahkan dari pagi tiada orang rumah yang datang mengunjunginya disini. padahal arka sangat membutuhkan mereka saat ini.

"Gimana sih, kalo infeksi gimana?" Tanya Radit dengan kesal. Tanpa diminta lagi radit langsung berlalu mengambil P3K juga air kompresan.

"Kenapa bisa kayak gini? Ayah lo marah lagi?" Tanya Revan dengan lembut. tangannya sedikit menyibakan rambut arka.

"Gue yang salah, gapapa" Revan menggeleng heran, kalo dia ada di posisi arka mungkin senyuman yang ia miliki tidak akan pernah terbit lagi. berbeda dengan arka yang selalu mengumbarkan senyuman manisnya pada semua orang.

"Gue kira lo kemana sampe gak masuk sekolah, ternyata ayah lo lagi yang buat ulah" Arka terkekeh mendengar nada bicara revan yang tidak biasanya akan selembut ini.

"Ngapain lo ketawa setan?!" Arka menggaduh memegangi kepalanya ketika Revan menjitak kepalanya yang bahkan hingga sekarang masih terasa pusing.

"sorry-sorry...kelepasan" Arka mengangguk walau pening itu masih menemaninya. Hingga tak lama kemudian Radit datang dengan sebuah nampan.

"Bangun dulu biar gue obatin" Arka menurut. Walau dalam hati ia memberontak, Arka baik-baik saja, Arka anak yang kuat. Itulah yang selalu menjadi Penyemangat arka sejauh ini.

Dengan telaten Radit mengobati luka pada kepala arka hingga tak sadar jika arka itu sudah terlelap di dibahu Revan. Radit menatap sahabatnya dengan Iba sebelum akhirnya menutup luka itu dengan Kasa. Luka nya memang kecil, namun radit bisa jamin jika itu dalam. Jika tidak, tak mungkin darah nya akan kemana-mana seperti sekarang ini.

"Dia kenapa si van?" Revan meraih bahu Arka dan mengusapnya, sebuah upaya untuk membuat arka nyaman dengan posisi tidur yang terduduk dalam dekapannya. Jangan heran arka bisa seleluasa ini pada revan, Setelah Joshua tentu saja urutannya ada revan terlebih dahulu, lain hal nya dengan Radit. Arka masih sedikit canggung walaupun hanya untuk sebuah permintaan tolong.

"Nanti gue jelasin, sekarang biarin aja dia tidur dulu" Radit menurut dan memilih memainkan game yang ada di ponselnya.

"Kita kasih tau bang joo aja tah, dit?" Tanpa mengalihksn atensinya pada game radit hanya mengangguk. Revan yang melihat hal tersebut mendengus.

"Bunda..." Revan segera menepuk nepuk bahu arka dengan pelan dan sesekali mengusapnya lembut. Arka mengigo. Sepertinya dia merindukan tante dian, itulah yang ada di pikiran revan . Revan membaringkan arka di kasur agar lebih nyaman dibanding tidur dalam posisi terduduk.

"Dit, mau balik gak?"

"Lah terus arka gimana?"

"Nanti gue telpon bang Joo" Radit mengangguk dan akhirnya berlalu. Sebelum pergi revan membenarkan letak selimut arka dan membisikan sesuatu.

---

Malam telah datang kembali dengan suasana yang masih sama seperti tadi pagi, sepi juga sunyi. Arka membuka matanya ketika perutnya berdemo meminta makan. Untuk terakhir kali arka makan kemarin, Pagi tadi ia tak keluar kamar barang sedikitpun. Namun seperti tak ada yang peduli arka, mereka tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya seperti biasa.

Arka segera berjalan kearah dapur dan membukakan lemari es dan mengambil satu bungkus roti. Arka melahap roti itu dengan rakus seperti baru menemukan makanan.

"Ngapain lo?" Arka memutar badannya ketika suara dingin milik kakaknya terdengar.

"A-arka laper kak..." Cicitnya pelan. Mulut juga tangannya berhenti melakukan kegiatan awalnya.

Joshua menatap arka dari bawah hingga ke atas, dan pandangannya terhenti ketika melihat sebuah kasa yang bertengger manis di pelipisnya. Joshua menghampiri arka namun berbeda dengan arka yang malah melangkah mundur.

"Astaga...gue gak bakalan apa-apain lo ar" Arka bergeming lalu menatap Kakaknya dengan sebuah senyuman yang mampu membuat joshua tersadar. Joshua sudah mengambil keputusan yang salah kemarin. harusnya ia tak membiarkan adikknya sendiri seperti ini.

"Sorry..." Joshua mendekap tubuh arka dan dengan tanpa pikir panjang lagi arka langsung membalas pelukan kakaknya.

"Arka yang harusnya minta maaf...Arka udah buat abang kecewa" Ujarnya tanpa melepas pelukan

"Udah gapapa, kita lupain ya. Kamu laper?" Joshua melepas pelukannya dan mengelus kepala adiknya dengan lembut.

Arka mengangguk samar "Iyaa, Abang udah makan?"

"Gue udah. Emang Bi imah engga nganterin makan? sampe lo kelaperan ditengah malem gini.."

"Ayah yang suruh..." Mengeluarkan kata Ayah membuat arka teringat satu hal.

"Ini hanya sebuah peringatan untukmu, awas jika kamu melanggar lagi apa yang saya ucapkan tadi saya pastikan kamu akan mendapat lebih dari pada ini"

Arka menatap kakaknya dengan lekat sebelum akhirnya kembali tersenyum. Arka tak peduli, yang terpenting sekarang ia bersama kakaknya. Untuk kedepannya jika memang ayah nya benar benar melakukan sesuatu, arka akan terima, apapun.

Saling menyadari dan memaafkan memang terkesan mudah, namun siapa sangka jika perjuangan sang peminta maaf nya lah yang sulit. Harus rela berbuat dan rela bertanggung jawab, atas dirinya kelak.








Haii gais, gimana kabarmyaa???

Regret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang