1. Evander Chloe

91 12 0
                                    

Seorang laki-laki tergeletak tak berdaya di atas kasur king size-nya. Matanya mengerjap terkena sinar matahari yang masuk lewat celah jendela.

Pukul lima pagi, dia baru saja sampai di kondominium miliknya, yang terletak di daerah Jalan Merdeka. Setelah melakukan perjalanan jauh yang membuat nya terkena jet lag.

Kondominium miliknya tidak terlalu besar, ruangannya di cat monochrome dan di dominasi oleh benda berwarna putih. Terlihat rapi dan elegan untuk ukuran ruangan seorang pria dewasa.

Dilihatnya jam dinding besar yang menggantung. Waktu menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Dengan keadaan setengah sadar, Evan membuka tirai dan mengambil handuk untuk melaksanakan ritual pagi.

Dengan keadaan badan dan rambut yang masih basah, Evan melihat ke arah papan yang dipenuhi oleh berbagai macam sticky notes. Dirinya mendengus kasar, masih tersisa waktu untuk sarapan pagi.

Setelah selesai menghabiskan sarapan kilat nya. Evan menyambar kunci mobil Porsche Cayman miliknya. Bandung hari ini cukup lenggang, membuatnya leluasa untuk mengendalikan mobil dengan kecepatan tinggi.

Evan masuk kedalam ruangan pribadi nya. Tak lama kemudian seorang wanita berpenampilan seksi dengan bibir merah merona masuk membawa setumpuk map. Evan menyambar setumpuk berkas yang harus dikerjakannya.

Kantung matanya menghitam, menandakan bahwa dirinya terlalu lelah dan kurang istirahat. Sticky notes beragam warna kembali menambah daftar kerja di dalam planner board yang sengaja ia buat.

Pandangan nya tertuju pada layar laptop yang menampilkan slide presentasi. Fokusnya tetap tertuju pada pekerjaannya. Sudah berjam-jam dirinya menatap layar berukuran 14 inch.

Matanya sudah sangat lelah, pikirannya sudah tak menentu. Terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu singkat.

Teringat seorang gadis yang kemarin ia temui. Tanpa sadar Evan menyunggingkan senyum tipis. Perkenalan yang menurutnya terlalu simpleks.

Bayang-bayang gadis berjilbab itu terus memenuhi pikirannya. Kini fokusnya teralihkan, bukan pada pekerjaannya melainkan pada sang gadis syar'i.

Tatkala mengingat sang gadis, hatinya selalu berdebar. Rindunya seakan membuncah. Mencoba menyeruak ke dasar terdalam, menelurusi celah hati yang telah berdebu.

Ditelusuri nya akun sosial media milik gadis itu. Tertera sebuah akun bernama hafidzakhlbn_. Evan mengeluh, akun itu di privacy oleh sang pemilik.

Dengan ragu Evan menekan tombol following. Dia kembali mengecek notifikasi akun media sosial yang lain. Beberapa menit kemudian, terdengar suara notifikasi dari akun instagram miliknya.

Seakan sedang berada dalam euphoria mimpi. Jantungnya seperti berhenti untuk memompa darah. Paru-paru nya bagaikan sesak hampa tanpa udara. Nafasnya tercekat.

Sebuah akun tertera diatas layar notifikasi. Hafidzakhlbn_ mulai mengikuti anda. Seulas senyum tipis ia tunjukkan. Lalu membuka bagian direct messege dan mulai mengetikkan sesuatu pada seseorang yang baru beberapa hari ia temui.

Rindunya seakan terbalaskan. Semangatnya untuk mengerjakan pekerjaan kini membara lagi. Seolah-olah ada sulutan bara api yang membakar dirinya.

Dering telepon memecah suasana keheningan. Tertera nama seseorang yang beberapa minggu ini ia hindari. Untuk mengangkat teleponnya pun dia malas

Dering telepon itu masih terdengar. Dilihatnya 10 panggilan tak terjawab yang sengaja ia acuhkan. Nama yang sangat ia hindari.

Bagai peribahasa "Nila setitik rusak susu Sebelanga". Hanya karena panggilan dari seseorang itu, mood nya menjadi memburuk. Seseorang itu telah meluluh lantakkan semangatnya. Pekerjaan nya menjadi terbengkalai.

Panggilan telepon yang ke-11 kalinya. Dengan terpaksa, Evan mengangkat teleponnya. Matanya mendelik malas kala nada panggilan tersambung. Suara cempreng milik perempuan itu mengalahkan suara bariton milik serdadu Nippon pada masa penjajahan dulu.

"Evaaaaaaan... Kenapa kamu gak angkat telepon dari aku? Sedari tadi aku udah nunggu kamu. Banyak yang mau aku ceritakan selama penjelajahanku di benua biru itu."

"Sungguh, saya tidak tertarik atas ceritamu Athena. Lebih baik kamu beristirahat, telingaku pengang mendengar celotehan tak berguna dari mulut medusa mu."

"Evan sekarang jahat, mulutnya semakin pedas seperti ditaburi bubuk cabai kering. Tapi... siempre te amo."

"Basi sekali mulutmu. Banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan dan kamu membuat saya kehilangan semangat."

Evan memutuskan panggilan secara sepihak. Jahat. Dia akui memang sikapnya tadi sudah berada diatas batas wajar. Namun, kekesalannya kali ini sudah tidak bisa di toleransi. Perempuan itu sudah merusak mood nya dari awal saat telepon berdering. Sungguh perempuan tak tahu malu menurutnya.

Kini pekerjaan nya terbengkalai. Semangatnya hilang dalam sekejap. Sungguh kali ini rasanya dia ingin mencaci maki semua orang yang ia temui. Baru kali ini dia berhubungan dengan seorang perempuan yang pecicilan.

MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang