5. Asmaraloka

42 10 0
                                    

Evan merebahkan dirinya di sofa, badannya letih. Dia sengaja pulang lebih awal dari jadwal acara yang ditentukan. Perusahaan nya menetapkan kebijakan setiap satu sampai dua bulan sekali selalu mengadakan acara di aula kantor. Tujuannya agar para karyawan merasa betah dan beristirahat sejenak dari rutinitas yang padat.

Baru saja ingin memejamkan mata, suara gawai nya berdering keras. Membuatnya terhenyak bangun dan membentur meja, sehingga Evan mengaduh kesakitan. Suara gawai makin terdengar jelas. Evan melihat jam dinding, baru pukul 4 sore tetapi matanya sudah tak bisa berkompromi.

Evan mengangkat telepon tanpa melihat nama si pemanggil. Dirinya menguap keras, membuat orang yang berada di seberang telepon meringis. Evan tersentak saat mendengar suara lembut milik pujaan hatinya.

"Assalamualaikum, Evan."
"I...Iya. Selamat sore."
"Gugup sekali dirimu Tuan Chloe."
"Telinga kamu mungkin rusak Nona Fidza. Saya tidak gugup, hanya saja hati saya bergetar jika mendengar suara lembut dan tawa renyah milikmu.",
"Bisa saja, terimakasih pujiannya. Saya sangat berterima kasih, karena ide pementasan drama tempo hari sukses besar."
"Betulkah? Selamat Nona manisku. Lain kali mungkin kita akan menonton film karya William Shakespeare? Itu pun jika kamu menyukainya."
"Jika kamu bersedia datang ke Bukittinggi Chloe. Saya masih harus menyelesaikan acara. Lain waktu saya kabari kamu lagi. Selamat sore Tuan Chloe. Wassalam."
"Selamat sore dan selamat bertugas kembali nona manis."

Evan tersenyum sumringah. Rasa letihnya mendadak hilang lenyap begitu saja. Dirinya berjingkrak kegirangan sampai kakinya membentur ujung meja dan mengaduh kesakitan. Hal ini menjadi mimpi indah baginya.

Evan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk mencari inspirasi dari kebahagiaan kali ini. Mungkin dia akan pergi hangout berkeliling kota Bandung, cukup lama dirinya meninggalkan kota sejuta makna ini. Malam ini Evan akan mengelilingi Bandung, mengingat setiap kenangan yang pernah di ukirnya di kota ini. Senja kali ini terasa indah walau hanya sesaat.

Bandung sekarang banyak berubah. Gedung-gedung pencakar langit berdiri megah di setiap sudut kota Bandung. Asia-Afrika masih sama seperti tempo dulu walaupun sedikit berubah menjadi lebih modern, mempertahankan sejarahnya tentang masa lalu. Alun-alun Bandung sudah berkembang pesat dan makin ramai pengunjung.

Riuhnya para remaja yang sedang menikmati masa muda di pinggir jalanan kota Bandung, ditambah semaraknya para pengamen dan badut-badut yang sedang mencari nafkah. Menambah kecintaannya pada kota Bandung. Evan memarkirkan motornya dipinggiran kota. Lantas duduk di kursi yang disediakan pemerintah. Ditemani remang-remang cahaya lampu jalan, suara bising kendaraan yang melintas,  serta terpaan angin malam yang berhembus membelai lembut kulitnya.

"Ehh. Si Aa ganteng meni nyalira wae. Hayu atuh Aa dibaturan ku Neng."
Evan berjingkrak kaget. Tiba-tiba sesosok badut hantu wanita menghampirinya dan menawarkan jasa untuk menemani dirinya.
' Setan tetap setan. Datang tak diundang pulang pun tak diantar.' ucapnya dalam hati. Evan buru-buru mengendarai motornya untuk menghindari makhluk jadi-jadian yang ditemuinya di sepanjang jalan Asia-Afrika.

Sudah cukup lama dirinya berkeliling kota Bandung. Saatnya untuk berburu kuliner. Evan memilih Soto Bandung sebagai destinasi kuliner nya kali ini. Cuaca malam hari Bandung sangat cocok dipadu padankan dengan semangkuk soto hangat, sehangat Bandung yang selalu menantinya untuk kembali dari perantauan. Mungkin senja hari ini telah mengajarkannya, bahwa senja dicintai bukan karena lembayung atau jingganya, tetapi senja selalu mengingatkan nya pada rumah tempat berpulang.

Mungkin hari ini Bandung berubah baginya. Setidaknya perubahan Bandung tidak menghilangkan setiap memori kenangan indah miliknya. Seindah Bandung yang selalu memberi cerita baru baginya.

MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang