8. Affaire de Coeur

41 4 0
                                    

Malam itu bulan bersinar terang, namun tak seterang hatinya. Keputusannya untuk pergi dari kehidupan Athena bukanlah suatu hal yang mudah. Tidak. Bukan karena dirinya mencintai Athena, ini bukan fiksi dalam novel, kisah azab, ataupun pintu berkah di salah satu stasiun televisi. Dimana sang lelaki meninggalkan kekasih hati, gagal melupakan di tengah jalan, dan kembali ke pelukan sang wanita. Dirinya bukan pria seperti itu. Hanya saja ayahnya terlalu mempersulit keadaan.

Uang-uang-uang. Itulah yang ada dipikiran ayahnya. Ekonomi perusahaan nya lantas sudah semakin membaik, tapi perjodohannya masih saja berlanjut. Munafik jika Evan tidak mengakui bahwa Athena seorang gadis yang cantik dan berparas ayu, tapi cinta tidak hanya memandang fisik bukan? Ada perasaan serta logika yang harus diikutsertakan di dalamnya.

Evan membanting map yang ada di meja kerja. Beberapa waktu ini dirinya jadi lebih sensitif dan gampang frustasi, efek karena masalah dengan ayahnya perihal perjodohan secara paksa dengan Athena. Lagi. Makhluk bumi itu banyak jumlahnya, apalagi di zaman sekarang banyak sekali wanita titisan bidadari yang turun dari kahyangan. Tapi mengapa harus Athena yang datang dalam hidupnya?! Dirinya menggerutu dalam hati.

Sekretaris nya yang aduhai cantiknya, masuk ke ruangan Evan tanpa permisi. Dengan sewot Evan mulai meluncurkan kalimat pedas dari bibir tipis nya itu.

"Astaga, bisakah kamu tidak bolak-balik ruangan saya dan membawa map-map sialan itu?" Ucap Evan dengan jengah.

Sekretaris nya hanya bisa mengelus dada, mencari kalimat yang tepat untuk membalas ucapan pedas Evan. "Itu kan pekerjaan Bapak, bukan saya. Yang pusing juga Bapak bukan saya. Kalau mau ya kerjakan, kalau tidak niat jangan dipaksa mengerjakan. Hidup bawa enjoy aja Pak jangan serius mulu entar cepet tua nya."

Evan geram mendengar penuturan dari sekretaris nya yang ceplas-ceplos. "Heh, siapa yang suruh kamu jawab omongan saya? Saya ini atasan kamu, seharusnya kamu bantu pekerjaan saya bukan hanya berkutat dengan alat-alat tak berguna yang membuat wajah kamu seperti boneka Mampang!"

"Kalau pekerjaan saya belum selesai, tidak mungkin saya memberikan map-map ini untuk diperiksa oleh Bapak. Udah deh Pak jangan marah-marah terus, cepet tua jadi bujang lapuk tahu rasa?!"

Sekretaris nya yang bernama Embun itu meninggalkan ruangan dengan muka polos dan cueknya, tanpa melihat Evan yang sudah geram menahan emosinya. Baru kali ini Evan mendapatkan sekretaris yang cuek dan ceplas-ceplos. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, apa yang Embun bilang memang benar. Jika dirinya niat ya lakukan, tapi jika tidak ya biarkan. Evan mengusap tengkuknya jengah, pikirannya sudah kacau.

Hidupnya hanya diisi dengan pekerjaan dan tentu saja si biang keladi Athena yang terus menguntit dirinya. Bosan, seperti tidak ada gairah hidup. Ada sedikit perasaan di hatinya untuk bisa seperti orang lain yang bebas melakukan segalanya, travelling mencari pengalaman dan berbaur dengan alam. Tapi apa daya? Dirinya terkekang oleh sang ayah, bahkan saat Evan sudah dewasa seperti sekarang.

"Astaga, kalau diizinkan saya lebih memilih lenyap saja dari dunia dibanding harus berdampingan dengan wanita medusa itu dan hidup terkekang."

Mungkin berkata pedas sudah menjadi hobi Evan kali ini, sampai dirinya lupa bahwa masih banyak pekerjaan yang menunggunya.

***

Akhir-akhir ini Fidza disibukkan dengan tugasnya sebagai sekretaris. Sebelum kurun waktu yang ditentukan, Fidza dan Dian sudah hampir menyelesaikan proposal nya.

"Fidz, masih ada beberapa bagian yang belum selesai nih. Tinggal anggaran dana sih kita belum mencapai target."

"Novan masih cari sponsor, untuk menutup kekurangan dana yang lumayan besar, Yan."

Novan yang mendengar pembicaraan itu ikut bergabung. Terlihat raut lelah di wajah tampan nya, mukanya terlihat sangat kusam efek seharian mengitari kota Bukittinggi mencari sponsor.

"Fidz, kamu kan freelance. Pasti banyak dong yang memakai jasa kamu dan menjadi langganan. Siapa tahu mereka mau ikut bekerja sama?"

"Saya tidak yakin, Nov mereka mau menutup kekurangan dana kita yang masih besar jumlahnya. Pelanggan yang memakai jasa saya rata-rata perusahaan kecil."

Novan yang mendengar penuturan Fidza makin memelas. Pasalnya dana yang kurang masih sangat besar jumlahnya. Dian yang melihat sahabatnya memelas merasa iba.

"Fidz, kenapa gak coba dulu? Walaupun sedikit juga sangat berharga buat nutup kekurangan dana. Kalau mau sumbang konsumsi atau logistik juga itu gak masalah kan?"

"Iya nanti saya coba. Sekarang kerjakan saja dulu yang masih kurang."

Fidza yang melihat kedua temannya akhirnya mengiyakan. Terlintas di pikiran nya, mungkin Evan mau menjadi sponsor nya kali ini atau barangkali menjadi sponsor tetap. Mengingat Evan memiliki perusahaan besar yang terkenal. Fidza akan mencoba berbicara dengan Evan nanti sore perihal ini.

MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang