6. R.e.t.a.k

37 6 0
                                    

Suntuk sekali seharian penuh mengerjakan laporan keuangan perusahaan. Ditambah pekerjaan lain yang menantinya untuk dikerjakan. Athena menyesap teh hangat miliknya, dirinya butuh refreshing sesekali. Bandung sangat indah dilihat dari ketinggian apalagi jika malam hari.

Terlintas di pikirannya untuk mengelilingi Bandung. Athena menutup MacBook miliknya, bergegas pulang ke apartemen untuk bersiap-siap menjelajah Bandung lebih dalam. Bandung memang tidak ada habisnya dalam perihal keindahan serta kenangan.

Entahlah Bandung memiliki daya tarik tersendiri bagi dirinya maupun orang lain. Tentang cinta dan kasih serta sayang yang datang bersama dengan benci. Bandung memang tidak lelah dalam perihal drama. Selalu menyajikan cerita menarik yang lambat laun akan menjadikan nya kenangan.

Athena sudah bersiap memakai kemeja dan celana jeans-nya, memoles wajah nya dengan natural. Mobil SUV hitam miliknya melenggang pergi dari apartemen mewah di kawasan Tamansari.

Tepat disebuah rumah makan, Athena memarkir mobilnya. Sebuah motor yang tak asing terparkir tepat di sebelah mobilnya. Athena dengan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah makan mencari seseorang. Rasa laparnya mulai terlupakan.

Tepat di pojok ruangan, orang yang dicarinya sedang makan dengan lahap bertemankan angin malam. Laki-laki itu yang selalu memenuhi hati dan pikirannya.

Dengan langkah pasti, Athena menghampiri Evan. Hatinya kian berdegup kencang. Takut jika Evan tak mau diajak berbicara, walaupun sekedar berbasa-basi.

"Hai, Van. Boleh aku duduk disini?"
"Eh, hai. Silahkan saja, ini tempat umum semua orang berhak duduk dimanapun dia mau."
"Terima kasih Van. Kamu sendirian?"
"Tadi sih sendiri. Sekarang ada kamu jadi gak kelihatan single nya."

Athena memesan makan dan minum. Lalu menyantapnya sampai habis. Athena memandang Evan yang sedang memandang handphone nya sambil tersenyum. Ada rasa ingin tahu dalam hatinya, siapa yang telah membuat Evan bisa tersenyum sumringah seperti ini? Bahkan dirinya saja diacuhkan. Sakit? Sangat, namun Athena sudah terbiasa dengan perilaku Evan.

"Van, aku mau bicara sama kamu, ini serius dan aku sedang tidak bercanda, tolong jawab dengan jujur."
"Ingin bertanya apa? Waktu saya tidak banyak, masih banyak pekerjaan dan hal penting lainnya dibandingkan kamu, Athena."
"Selalu saja seperti ini. Apa kamu mencintaiku?"
"Tentu saja tidak. Perjodohan ini kan atas dasar pemaksaan."

"Lalu, apa kamu tidak mau mencoba untuk mencintaiku?"
"Jangan berharap terlalu tinggi Athena, kamu bisa jatuh dan merasakan sakitnya jatuh cinta."
"Tapi, aku mencintaimu. Por favor dame la oportunidad de estar siempre contigo."
"Maaf saya tidak bisa memberi kesempatan itu. Saya mencintai seseorang yang lain bukan dirimu. Tolong jangan paksa saya untuk mencintai kamu, jika akhirnya nanti saya juga yang akan menyakiti kamu. Me voy."

Athena meremas ujung bajunya, hatinya terasa amat begitu sakit mendengar penolakan dari Evan untuk kesekian kalinya. Matanya berkaca-kaca siap untuk mengeluarkan setetes demi setetes air mata.

Athena membayar makanannya dan beranjak pergi dari rumah makan. Sebelum air matanya mengalir semakin deras. Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, air matanya tumpah sudah. Athena menepikan mobilnya di sebuah taman dekat balai kota. Isak tangisnya semakin kencang, terdengar jelas begitu menyayat hati. Dadanya terasa sesak, suaranya pun terdengar parau.

Laki-laki itu yang ia harapkan akan menjadi seseorang yang selalu ada disampingnya. Menjadikannya sebagai seorang pendamping hidup. Membuat sebuah keluarga kecil yang bahagia dengan anak-anak nya di masa depan.

Evan benar, dirinya terlalu berharap begitu tinggi. Harapannya bagaikan boomerang saat ini. Malam ini harapannya pupus, membuatnya jatuh hingga terperosok begitu dalam. Meninggalkan sebuah harapan kecil dihatinya.

"Tuhan, aku hanya ingin merasakan indahnya dicintai tanpa disakiti."

MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang