10 Januari 2019
_____________________________________________
Pada titik ujung temu hujan malam menjadi teman berfikir, sudahkah kita berdamai dengan diri sendiri atas segala patah yang pernah terjadi dan di perbuat. Pada senja sang jingga sahabat sendu, apakah hal objektif yang mengawali akhir? Maka kamu hanya perlu merefleksikannya.
Ini adalah cerita bukan perihal dirinya atau mereka-mereka yang tak kunjung reda serta padam untuk di perbincangankan. Saat diri sendiri sudah terasa cukup untuk berdamai sendiri, dan jiwa sudah kembali dari rasa yang sempat hilang maka sudah saatnya bila kembali untuk mencintai, mungkin itu adalah hal yang lumrah. Hatimu patut di dengarkan jiwamu pun patut pula dirasakan maka kembalilah... Kembali kepada hati yang bersemi kembali.Sadarkah pada saat titik dimana semua hal menjadi membingungkan, kekhawatiran selalu menemani di belakang layar jiwa, kebisingan mewarnai daun telinga atas pertanyaan siapakah diri ini sebenarnya ? untuk apa diri ini di ciptakan ke dunia ? pernahkah terlintas fikiran seperti itu ? ku khawatir dengan diri yang sudah tak lagi bisa mengenal dirinya sendiri, jiwa yang sudah tidak lagi bisa mengenal dirinya sendiri, jiwa yang sudah tak bisa meraba hatinya sendiri, rasa yang sudah tidak bisa mengecap lagi, serta doa yang di ucapkan sudah tak tau arah dan tujuannya lagi.
Sungguh...
Aku khawatir...___________________________
Malam...
Menjadi tempat untuk menumpahkan kekhawatiran atas segala pertanyaan, mengapa cepat berubah ?. Bukan tentang dirinya, tapi tentang diri yang tak pernah mengenal diri sendiri bernama 'aku'. Rupanya benar kehilangan terbesar adalah kehilangan diri sendiri, otak yang pasif langkah yang statis sepenuhnya diam bahkan kehilangan arah melangkah. Bertanya kepada sang malam untuk apa jika senja datang hanya karena menunggu gelap ? untuk apa ada bintang jika nanti akan tersapu fajar ? dan untuk apa kita berjuang nyatanya tak sesuai pada pencapaian, lalu lelah lalu resah lalu sudah lalu diam dan tak bergerak lagi..Bahwa senja datang karena ada goresan untuk mengakhiri cerita di hari ini dan melanjutkan di hari esok bahwa senja adalah waktu untuk mengapresiasikan diri sendiri karena sudah hebat berjuang di hari ini, lalu gelap menjemput tak sepenuhnya hitam selalu ada titik-titik terang yang bernama bintang.
Bintang...
Adalah teman yang bagi siapa saja yang sedang memeluk kesusahan, di kala malam sebagai tempat menumpahkan keluh dan kesah. Dan fajar... dia adalah terang sebagai perantara untuk mengawali hidup yang baru tak lupa dengan udara baru bahwa hidup itu tak sesulit yang banyak orang lain kira.Rupanya dirimu itu masih dapat dikenal kok, mungkin saja hanya dirimu sendiri yang tak mau mengenal, aku dan dirimu sama, sama-sama susah untuk berteman dengan isi bumi tapi berjalar untuk memahaminya tak akan menjadi masalah bukan ?
___________________________
Ada hal yang aku cari justru lari, yang di tuju justru lenyap. Sampai pada akhirnya bingung melanda diri sendiri semua berhenti di alam semesta yang tak lagi berotasi serta otak yang membeku seperti bintang nidavellir yang sudah tak memancarkan cahayanya kembali.
Sadar bahwa yang katanya 'selamanya' adalah sementara dan rupanya itu benar, kemepemilikan rasa adalah hal yang semu tak beraturan hingga tak saling mengenal. Pun memperjuangkan hal yang tak sepatutnya di tenagakan menjadi detik yang terbuang.
Malam itu saat semua rima dan syair sudah tak bisa dinikmati, sejak semua rasa tak bisa di rasakan lagi. Entahlah aku yang mungkin sudah terlalu kuat berharap dengan tujuan, sampai lupa meminta di ajarkan untuk berkuat bila tak sesuai rencana, hingga kecewa termenung diam sampai tak mengenal diri sendiri lalu berakhir memeluk kelam.
___________________________
Untuk siapapun yang pernah atau mengalaminya maka refleksikanlah, lepaskanlah, menangislah. Bebanmu tak sepatutnya di peluk sendiri. Tak apa menangis bila perlu di lepaskan selayaknya tertawa maka lepaskanlah agar semua beban terasa ringan. Tak perlu di paksakan, bila bingung percayalah waktu yang menjadi penuntun dan pengalaman yang menjadi cahayanya.
Mencoba dan cobalah, lakukan dan kerjakanlah bila lelah maka merebahlah hidup tak serumit itu rupanya. Mungkin bumi ingin menyapa tapi diri sendiri yang terlalu menutup, mungkin bumi ingin berteman tapi diri yang terlalu acuh...
Diri ini masih bisa dikenal oleh diri sendiri kok...
Rupanya ada banyak hal yang hanya di lihat sebelah mata saja, seharusnya di lihat dengan seluas-luasnya pengelihatan bahwa bumi ini tak seburuk dan serumit yang dikira.

KAMU SEDANG MEMBACA
Petala Hati
PoesieSekumpulan Prosa yang tetap berbalut dengan ciri khas syair dan puisi yang tentunya mudah dipahami dan dimengerti atas sebuah lara yang dialami, atas sebuah kehilangan yang tak bisa di peluk lagi. Maka selamat merayakan atas dasar nama kehilangan.