Tanggal berwarna merah pada kalender memang sangat dinanti-nantikan oleh para anak sekolah. Jika hari sudah jatuh pada tanggal merah, pasti anak-anak sekolah senangnya tak tertolong. Seperti hari ini. Hari ini hari selasa, namun tanggal merah. Jadwal bermain bersama teman-teman seketika memenuhi satu hari mereka.
Tapi tidak untuk Donny. Ia tak biasa untuk memikirkan hal seperti pergi ke mall bersama teman-teman. Tak biasa juga membayangkan betapa senangnya menonton film bersama di bioskop. Yang biasa ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia bisa mendapatkan nilai 100 di setiap ulangan.
Kadang ia juga merasa bosan. Bosan karena setiap hari hanya belajar, mengerjakan soal-soal, mengingat teori-teori, dan sebagainya. Tapi selalu ada perasaan bangga terhadap pencapaiannya sampai saat ini. Tak ada lagi nilai 80 dalam rapot dan semua ulangannya. Selalu 90 sampai 100. Namun seperti masih ada yang mengganjal di hatinya.
Semua ia lakukan bukan demi dirinya sendiri, semua itu demi ibunya. Ibunya yang selalu memberikan apa yang ia butuhkan. Makanan. Pakaian. Buku-buku kumpulan rumus matematika. Pokoknya menurut Donny, ibu itu segalanya. Walaupun menurutnya ibunya tak mengerti apa yang ia inginkan. Namun ia juga tak mampu untuk sekadar membuat ibunya kecewa.
Biasanya saat senja datang untuk mewarnai langit seperti saat ini, Donny akan duduk di balkonnya. Ia ditemani dengan beberapa buku fisika. Namun saat itu ia membeli sebuah novel berisikan tentang bagaimana cara untuk hidup dengan baik sesuai keinginan. Saat di Gramedia waktu itu, sepertinya tangan Donny terhipnotis untuk mengambil buku tersebut dan membelinya. Tak pernah ada sejarah seorang Donny membeli buku-buku omong kosong seperti itu. Namun sepertinya tangan itu khilaf sampai-sampai novel tersebut sekarang berada di tangannya.
Sebenarnya cerita dibalik ia bisa membeli novel itu cukup unik. Di sela istirahat latihan marching band, Nada dan Donny mengobrol tentang sebuah buku biologi yang lengkap isinya. Namun Nada lebih condong membicarakan soal novel-novel percintaan.
“Tapi ada novel bagus tau, Don!” Seru Nada.
“Ah gua kurang tertarik sama novel-novel percintaan gitu, Nad,” sahut Donny tak nyaman mendengar ucapan Nada.
“Ih bukan novel tentang cinta-cintaan!” Tepis Nada.
Bibirnya mengerucut saat Donny sudah berprasangka seperti itu. Dikiranya Nada orang yang selalu menjunjung tinggi kisah-kisah cinta. Nada mengeluarkan handphone-nya dan membuka aplikasi sebuah toko buku untuk memperlihatkan cover buku yang tadi direkomendasikannya pada Donny.
“Nah ini!” Ucap Nada seraya memberikan handphone-nya kepada Donny.
Donny memperhatikan judul novel tersebut. Judulnya “Pemberontak Takdir”. Menarik, pikirnya. Dan sejak saat itu, ia pergi ke toko buku dan mencari novel tersebut. Rasa penasaran yang menjalar di sekujur tubuhnya mulai terasa saat ia membaca sinopsis cerita itu pada bagian belakang novel.
Sekarang buku itu sudah berada di tangannya. Donny yang sekarang duduk santai di balkon rumahnya sambil memegang sebuah novel berkisah tentang seorang anak yang hidupnya selalu diatur oleh orang tuanya yang akhirnya memutuskan untuk merubah takdirnya agar hidupnya jauh lebih bahagia. Novel itu sudah Donny baca. Cukup cepat durasi yang ia perlukan untuk membaca sebuah novel yang cukup tebal itu. Mungkin hanya memerlukan waktu sekitar 4 jam membaca. Tak heran. Puluhan buku matematika dan fisika saja sudah ia baca berulang-ulang hingga tamat.
Donny menikmati senja kala itu. Tangannya agak lemah untuk menggenggam novel itu di pangkuannya. Hembusan napas yang ia keluarkan juga begitu berat rasanya. Isi dari novel tersebut cukup menampar hatinya. Bukan cukup lagi, bahkan sangat tertampar. Langit berwarna jingga pun belum mampu untuk menenangkan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE BAND ONE FAMILY
General FictionSUDAH TERBIT 🤜🤛 Tersedia di: Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Guepedia 😍 [BASED ON TRUE STORY] Marching Band Gita Flamboyan adalah sebuah unit Marching Band di suatu SMA Bekasi yang terkenal unggul di kawasan tersebut. Mereka semua mempunyai tuj...