9. Sorry, I Give Up

89 19 0
                                    

24 September 2017

Sudah jam setengah 7 pagi. Di ruang tamu yang minimalis, terdapat 5 orang yang sedang sarapan. Mereka duduk di lantai sambil menikmati hidangan ikan gurame beserta tumis sayur kangkung yang dibuat oleh sang mama. Qoria memakan makanannya dengan sedikit cepat. Mungkin bisa dikatakan sangat cepat. Sedangkan adik laki-laki dan kakak perempuannya sangat santai dan menikmati makanan tersebut.

Ayo cepet, Qor. Udah jam berapa iniii, batinnya panik. Beberapa kali sendok besinya bersentuhan dengan piring keramiknya. Berisik. Terlalu berisik untuk mereka yang sedang makan dengan santainya. Kakak dan adiknya sudah lirik-lirikan. Mereka seakan tahu alasan mengapa Qoria kebut makan seperti itu. Mamanya yang melihat tingkah anaknya yang seperti itu tentu merasa heran.

“Kamu tuh mau ke mana sih Qor?” Tanya mamanya lembut.

“Iya. Buru-buru gitu makannya.” Papanya menambahi omongan mamanya.

“Qori mau latihan marching band Ma, Pa. Kan tadi malem qori udah ngomong ke mama pas sebelum tidur,” tutur Qori yang setelahnya meminum segelas air putih.

“Oh, iya. Mama lupa,” sahut mamanya.

Kemudian Qoria bergegas membereskan piring dan gelas yang telah ia pakai tadi. Ia berdiri dengan cepat dan berjalan ke arah dapur, pastinya dengan cepat juga. Setelah mencuci piring dan gelasnya, ia langsung masuk ke kamar untuk mengambil tasnya dan bersiap-siap.

“Hari minggu begini kok ada latihan sih nak?” Tanya sang papa. Papanya meninggikan suara agar terdengar Qoria yang ada di dalam kamar.

“Iyaaa! Soalnya dikit lagi Qoria mau ikut lomba, Paaa,” sahut Qoria sedikit berteriak agar papanya mendengar dari luar.

Qoria mengetahui kabar akan diadakannya lomba tersebut dari Nada. Namun, Nada bilang pada Qoriah agar tidak bilang-bilang siapapun dulu. Karena belum tahu pasti MBGF akan ikut serta atau tidak.

“Daripada latihan, mending sekarang kamu ikut Mbak aja, Qor. Ke Kota Tua,” ucap kakaknya.

Tak lama kemudian Qoria keluar dari bilik kamarnya yang di dalamnya serba warna merah muda itu. Ia sudah sangat siap untuk latihan. Baju lengan panjang berwarna merah. Celana training. Kerudung berwarna hitam. Sepatu olahraga. Bahkan tak lupa ia membawa topi kebanggaan marching band-nya yang telah tersangkut di tasnya.

“Nggak mau ah. Qori udah keseringan ke sana mbak hehe,” jawab cengengesan.

“Heleh gaya banget kamu, Qor,” ucap kakaknya seraya terkekeh.

Sesudah memakai helm dengan benar, Qoria langsung menyambar tangan kedua orang tuanya untuk disalimi. Kemudian ia salim dengan kakaknya, dan yang terakhir adiknya menyalimi Qoria. Ya, tata krama dan sopan santun di keluarga ini memang kental. Mereka menjunjung tinggi etika terhadap orang tua maupun orang lain.

“Yaudah Qori berangkat dulu yaaa. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” sahut keluarganya.

“Hati-hati yaaa!” Teriak papanya dari dalam rumah.

“Iyaaa.”

Ia menyalakan mesin motornya lalu segera menancap gas. Motornya melaju cepat, tapi tidak secepat orang yang sedang dikejar setan. Yang ada di kepalanya adalah ia tidak boleh telat. Harus tepat waktu, nggak mau tau, batinnya. Matanya fokus ke badan jalan. Takut-takut jika ia ditabrak maupun menabrak sesuatu.

🎺

Fichrian dan Qoid ternyata datang terlebih dahulu. Mereka berdua langsung menuju sekre setelah memarkirkan motor mereka di lapangan parkir yang terletak persis di depan sekre.

ONE BAND ONE FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang