23. Mau Lomba Atau Upacara?

56 13 2
                                    

Bus besar berwarna merah muda bercorak putih telah memarkirkan dirinya di sudut parkir. Sesaat setelah bus tersebut mematikan mesinnya, kedua pintu yang terdapat di bagian paling depan dan belakang bus terbuka secara perlahan. Perlahan pula, satu per satu anggota turun dari balik pintu tersebut.

Saat semuanya sudah turun dari tangga kecil yang disediakan tepat di bawah pintu bus, jantung mereka semua mulai berdetak lebih kencang dari biasanya. Perasaan yang sudah lama mereka persiapkan dengan matang seketika luluh begitu saja akibat suasana di luar stadion perlombaan. Riuh sekali. Ternyata banyak anggota dari marching band lain yang sudah datang. Mereka sibuk berlalu-lalang di sekitar bus yang ditumpangi anggota Gita Flamboyan.

Hari ini adalah hari yang mereka tunggu-tunggu. Berbagai jadwal les, waktu belajar, hingga waktu kebersamaan dengan keluarga yang telah mereka korbankan, itu semua demi menemui hari yang mendebarkan ini. Hari yang tak akan pernah mereka sesali, sekali pun terjatuh saat di lapangan nanti.

Donny yang sedang melihat-lihat ke sekelilingnya mendadak menundukkan kepalanya saat salah seorang pemain dari marching band lain melewatinya. Ada perasaan minder di dalam hati Donny ketika melihat lawannya yang sudah rapi mengenakan kostum kebanggaan mereka. Dan saat Donny memalingkan pandangannya ke seluruh sudut, matanya mengerjap berkali-kali. Semuanya terlihat mengenakan kostum bagus yang harganya sekitar 700 ribu ke atas. Sungguh, memang ada sedikit rasa iri yang Donny rasakan. Tak hanya Donny, semua player Gita Flamboyan sudah merasa seperti itu sejak menginjakkan kakinya di tanah tempat mereka akan melaksanakan pemanasan itu.

Ya, untungnya mereka saat ini belum ada yang memakai PDH, jadi saat ini mereka hanya mengenakan kaus biasa. Ada pula yang mengenakan jaketnya untuk menutupi jeleknya kaus mereka. Para pelatih sengaja menyuruh semua player untuk tidak mengenakan PDH dari rumah karena itu hanya akan membuat mereka kegerahan. Di samping alasan itu, MBGF juga mendapati nomor urut peserta yang tak pernah diduga oleh siapapun. Mereka mendapat urutan peserta paling terakhir. Maksudnya, benar-benar paling terakhir. Dari tingkat TK sampai SMA sederajat, mereka akan tampil menjadi penutup acara lomba tersebut. Semuanya sungguh mengucap syukur ketika mendapatkan nomor urut paling terakhir.

Dengan nomor urut terakhir, mereka bisa menahan malu mereka untuk mengenakan PDH mereka di saat-saat perlombaan berakhir. PDH yang biasa-biasa saja. PDH yang tak ada sentuhan giltter sedikit pun. PDH berwarna merah bercampur putih tersebut bahkan sering dibuat bahan candaan anak-anak lain di sekolah. Warna dan desainnya memang hampir mirip dengan seragam operator SPBU Pertamina. Makanya mereka sering diledek seperti: "Di mulai dari nol ya, Mbak."

Candaan seperti itu memang kerap dilontarkan murid di sekolah kepada teman-temannya yang berekskul marching band. Para anggota Gita Flamboyan yang diledeki seperti itu biasanya hanya membalas candaan tersebut dengan ikut-ikutan tertawa saja. Namun orang-orang yang bercanda seperti itu tak mengerti bahwa itulah satu-satunya kostum kebanggaan yang mereka punya. Hanya itu. Satu-satunya.

Ros terlihat sibuk duluan untuk mendandani para colour guard. Ros dibantu oleh dua guru dari sekolah yang ikut serta menjadi official mereka. Mereka yang sedang melakukan kegiatan dandan mendandani duduk di sebuah tempat yang tak jauh dari tempat mereka akan melakukan pemanasan nanti.

"Khalisha sama Icul di mana, ya? Ada yang liat?" Tanya Ros pada anak-anak colour guard di sekitarnya.

"Mereka lagi ganti baju, Kak," sahut Riana seraya menyisir rambutnya.

Ros dan dua guru tersebut mulai mendandani wajah mereka. Mulai dari memakaikan foundation, memberi sedikit eye shadow di kelopak mata, memberikan sedikit tambahan merah merona pada kedua pipi mereka, hingga membuat bibir mereka agar tidak terlihat pucat seperti pada saat latihan biasanya.

ONE BAND ONE FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang