Tubuh putri Jodha sedikit bergetar saat mengingat kembali peristiwa itu. Keringat dingin membasahi dahinya, bayangan itu seolah tidak bisa lepas dari benaknya Hingga tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Raja Bharmal di kamarnya hendak mencari tahu keadaan putri semata wayangnya.
Putri Jodha langsung menjatuhkan diri di pelukan ayahnya, ia lekas menceritakan kronologis kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya. Raja Bharmal terbelalak mendengar penjelasan putri Jodha. Ia bergegas memerintahkan prajuritnya untuk melakukan penjagaan ketat di sekitar kamar putri Jodha kemudian ia beranjak dari kamarnya dan bergegas menemui penasehatnya dan menceritakan semua yang ia dengar dari mulut putri Jodha.
Malam semakin larut, putri Jodha tak juga bisa memejamkan mata. Ia nampak gelisah dan berkali-kali mengubah posisi tidurnya. Bayang-bayang tentang peristiwa itu rupanya tidak bisa lepas dari ingatannya. Ia lekas memejamkan matanya kuat-kuat tiap kali ia teringat seseorang telah meninggal keracunan tepat dihadapannya. Terlebih hal itu hampir saja berlaku pada dirinya.
Sementara di Istana Ghazna, seorang prajurit yang tak lain anak buah Bairam Khan yang berhasil lolos, segera menghampiri Pangeran Akbar untuk memberikan berita penting tentang tertangkapnya Bairam Khan.
Dengan penuh ketakutan ia mendekati Pangeran Akbar yang berdiri memunggunginya. Tubuhnya sedikit bergetar dan terlihat ragu-ragu menghadapi kekejaman Pangeran tampan itu.
"Sa..salam Pangeran" sapanya gelagapan.
Pangeran Akbar membalikan tubuhnya seraya menatap tajam prajurit itu.
"Pangeran.. Sa..saya membawa berita buruk tentang Tuan Bairam" ujarnya seraya menundukkan kepala penuh ketakutan.
Tak ada jawaban apapun dari pangeran Akbar, Ia lekas menarik Dzulfikar dari sarangnya dan mengelus pedang kesayangannya itu seraya menyeringai jahat.
Seketika prajurit itu bersimpuh di kaki Akbar seraya memohon ampun. "Ampun pangeran.. maafkan atas kebodohan hamba... hamba mohon...kasihani hamba..!!!" pinta sang prajurit dengan suara bergetar hebat.
Akbar menyeringai seraya menempelkan ujung pedangnya tepat di kepala prajurit itu. Kemudian ia lepaskan penutup kepala Prajurit itu dengan pedangnya dan berkata "Pergilah sebelum aku berubah pikiran...!!!" seru Akbar seraya mendongakkan dagu prajurit itu.
Prajurit itu bergegas berdiri dan pamit pada Akbar, setengah terbirit-birit ia lekas meninggalkan pangeran Akbar. Akbarpun tersenyum puas melihat Prajurit itu ketakutan.
=====
*Keesokan harinya*
Pangeran Akbar mengumpulkan beberapa pejabat Istana dan keluarga Kerajaan untuk membahas tertangkapnya Bairam di Istana Sindh. Ia segera menyusun strategi untuk menyelamatkan Bairam dari sarang musuh.
Raja Humayun menyarankan agar segera melakukan penyerangan pada Kerajaan itu, mengingat pasukan Ghazna dianggap telah siap dan mampu untuk melakukan itu. Namun hal itu tidak diindahkan oleh Akbar, ia tidak mau gegabah dan menganggap remeh pasukan Sindh. Mengingat selama berabad-abad, Sindh tidak mudah untuk dikalahkan.
Hingga Atgha Khan, sang penasehat kerajaan mengusulkan untuk bermain cantik dalam menghadapi lawan. Ia mengusulkan agar Pangeran Akbar mendatangi Istana Sindh secara diam-diam seperti yang dilakukan Bairam, namun tentunya dengan penuh kehati-hatian dan tidak melakukan tindakan ceroboh seperti yang dilakukan Bairam.
Akbarpun menyetujuinya dan berusaha meyakinkan sang ayah untuk menerima usulan Atgha Khan. Dengan penuh pertimbangan, akhirnya Humayun menyetujui rencana Atgha dan Akbar.
Sementara di Istana Sindh, dengan langkah tegap Putri Jodha dan Raja Bharmal melangkah menuju Penjara bawah tanah untuk melihat keadaan sang penyusup.
KAMU SEDANG MEMBACA
DZULFIQAR - Sang Pedang Penakluk
RomancePenulis cerita MAHAR ** Mengisahkan Dua kerajaan besar di tanah Hindustan saling bermusuhan memperebutkan daerah perbatasan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Pada saat menjalankan misinya dalam merebut daerah perbatasan tersebut, "AKBAR" sang P...