Todhar segera mendirikan tenda dibantu oleh Saraswati dan juga Mothy. Mereka mulai menempati tenda itu setelah tenda itu selesai didirikan.
Sementara di seberang sungai, ringkikan suara kuda terdengar di sana. Tampak Pangeran Akbar dengan penampilan bak seorang pengembara, menghentikan pacuan kudanya dan turun untuk mengambil air di sungai itu lalu meminumnya.
Pangeran Akbar merasa terpesona dengan pemandangan sungai yang mengalir jernih di hadapannya. Hingga Ia memutuskan untuk bermalam di hutan itu dan menyuruh pasukannya untuk mendirikan tenda di sana.
=====
Sang mentari telah menampakan diri di ufuk timur. Sinar hangatnya menelusup di sela-sela pepohonan rindang. Hal itu sukses membuat sang pria gagah berani yang tengah tertidur pulas di luar tenda membuka matanya lebar-lebar. Ia lekas bangkit dan menyandarkan diri di sebuah pohon besar seraya menata kembali sukmanya yang masih belum terkumpul sepenuhnya.
Terlihat Pangeran Akbar menarik nafas dalam-dalam, meresapi baunya embun pagi yang tergenang pada ribuan ilalang di hadapannya. Dilihatnya sang ratu siang telah menampakan sebagian dirinya dari balik pegunungan. Ia amati sekitar, dan sungguh terpesonanya ia dengan pemandangan di sekitarnya yang memang jarang sekali ia temui karena ia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam Istana yang megah dan Medan pertempuran yang bersimbah darah.
“Selamat pagi Pangeran...” sapa seorang prajurit seraya mengangkat tangan dan mendekatkannya ke dahi memberi penghormatan. Akbarpun membalasnya dengan hal yang sama.
“Farhad, kumpulkan semua prajurit sekarang juga...!!!” seru Akbar pada prajurit itu.
Tanpa membutuhkan waktu lama, semua prajurit yang diperkirakan 10 orang telah terkumpul di hadapan Akbar.
Akbar mulai mengatur strategi untuk melanjutkan perjalanannya menuju Istana Sindh. Ia membagi tugas pada setiap prajurit dan memerintahkan untuk tetap menyembunyikan identitas mereka agar tidak sampai diketahui oleh musuh.
“Mulai sekarang, aku sama seperti kalian, tidak ada panggilan Pangeran ataupun Putera Mahkota. Jadi, jangan sekali-kali kau memanggilku pangeran. Kalian mengerti???”
“Mengerti Pangeran...” sahut para Prajurit serempak.
“Mana pangeran kalian? Sekali lagi kalian melakukan kesalahan, tak segan-segan ku potong lidah kalian..!!!”
“Ampun Tuan... kami tidak akan mengulangi kesalahan lagi” ujar para prajurit seraya berlutut di hadapan Akbar.
“Bagus.. detik ini juga, kalian cepat menyebar sesuai tugas kalian masing-masing..!!!” perintah Akbar seraya membuka sebuah peta kerajaan Sindh dan menunjukan bagian-bagian yang harus para prajurit lewati sesuai tugas masing-masing. Nampak para prajurit mengaggukan kepala tanda mengerti.
“Dan kau Farhad... kau akan berada di sini bersamaku memantau situasi” perintah Akbar yang dibalas anggukan oleh Farhad.
“Kalau ada apa-apa, cepat kalian informasikan padaku. Setelah situasinya memungkinkan, aku akan segera memasuki Istana Sindh dan membebaskan Bairam” ujar Akbar tegas.
Para prajuritpun segera berpencar sesuai yang telah diperintahkan, tentunya dengan mengenakan berbagai Atribut penyamaran. Termasuk Akbar, ia mengenakan pakaian layaknya seorang pengembara untuk mengelabuhi kecurigaan musuh.
Sementara di seberang sungai, terlihat putri Jodha bersama Saraswati, Mothy, dan juga Todhar tengah berbincang di dalam tenda mereka. Todhar berniat untuk mendirikan sebuah gubuk yang akan mereka tempati untuk beberapa hari yang tidak bisa ditentukan menunggu sampai keadaan Sindh normal kembali. Sementara Saraswati, ia mulai menyalakan tungku yang telah dibuatnya bersama Todhar untuk membuat makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DZULFIQAR - Sang Pedang Penakluk
RomancePenulis cerita MAHAR ** Mengisahkan Dua kerajaan besar di tanah Hindustan saling bermusuhan memperebutkan daerah perbatasan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Pada saat menjalankan misinya dalam merebut daerah perbatasan tersebut, "AKBAR" sang P...