Terlihat seorang pria tampan dan gagah berani menyeringai penuh kekaguman menatap benda kesayangannya yang tengah ia mandikan.
"Aku semakin bangga padamu Dzulfiqar" ujar pria tampan itu penuh kekaguman seraya mengelus sang pedang kesayangan.
Dzulfiqar... layaknya nama pedang Rasulullah yang diberikan pada Ali bin Abi Thalib pada saat perang Uhud yang banyak memenangkan peperangan besar, Iapun menamai pedangnya "Dzulfiqar" karena hampir di setiap peperangan, pedang kesayangannya ini selalu menemaninya dan selalu memenangkan peperangan itu.
"Salam... pangeran Akbar, Yang Mulia baginda Raja memanggil anda ke Dewan Istana karena acaranya akan segera dimulai" ujar seorang prajurit memberitahukan.
"Baiklah.." sahut Akbar sambil berlalu menuju Dewan Istana dan diikuti oleh prajurit itu dari belakang.
Akbar tiba di ruang Dewan Istana, terlihat semua yang ada di sana berdiri menyambutnya. Ia lekas duduk di samping Raja Humayun. Setelah semua dirasa siap, Raja Humayun berdiri dan mengumumkan maksud dan tujuan mengundang seluruh penghuni istana dan juga beberapa raja dari kerajaan sekutu untuk hadir di sana yang tak lain adalah untuk melakukan prosesi penobatan Akbar sebagai Putra Mahkota Kerajaan Ghazna.
Humayun meminta Akbar untuk berdiri di depan agar semua yang hadir bisa menyaksikan. Ia mulai memasangkan Mahkota di kepala Akbar sebagai simbolis bahwa mulai saat ini Akbar telah sah menjadi Putera Mahkota Kerajaan Ghazna yang artinya Akbar adalah orang kedua setelah Raja yang harus siap mengemban amanah baru sebagai wakil Raja.
"Subhanallah..." riuh hadirin yang hadir mengucap tasbih.
"Shah-shah Akbar.. Zindabad...zindabad..." semua yang hadir mengagungkan Akbar yang telah resmi menjadi Putera Mahkota.
Sementara di tanah Sindh, terlihat semua penghuni istana sedang sibuk mempersiapkan kado untuk ulang tahun sang puteri. Nampak sang puteri tersenyum berbinar di depan cermin tengah didandani oleh para pelayan untuk bersiap menghadiri perayaan ulangtahunnya.
Atas permintaan sang Tuan Putri, Raja Bharmal Sindh, seorang pemimpin Kerajaan Sindh yang tak lain adalah ayah dari sang tuan putri, sengaja menggelar perayaan ulang tahun putri semata wayangnya di ruang terbuka. Artinya, tidak hanya penghuni Istana dan keluarga kerajaan saja yang diperbolehkan hadir di sana, melainkan masyarakat umumpun diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi dalam perayaan ulang tahun sang putri. Hal ini semakin mempermulus misi Bairam Khan yang diutus Raja Humayun lebih mudah untuk memasuki Istana Sindh.
Malam yang ditunggu-tunggupun tiba...
Terlihat semua penghuni Istana telah berkumpul di halaman Istana berbaur dengan masyarakat umum yang antusias ingin melihat sang putri yang kabarnya sangat mempesona hingga kecantikannya terkenal di seluruh penjuru Hindustan. Namun tak banyak orang yang mendapatkan kesempatan melihat langsung wajah sang putri karena hampir di berbagai kesempatan, sang putri senantiasa menutup wajahnya dengan cadar di hadapan umum. Mungkin hanya orang-orang terdekatnya saja yang sangat beruntung bisa melihat wajah cantik sang putri secara langsung.
Perayaanpun dimulai... Terdengar nyanyian merdu diiringi tarian khas kerajaan Sindh dipertunjukan di sana. Semua ikut terhanyut dalam suasana meriahnya pesta. Hingga tak ada seorangpun yang menyadari kalau seseorang yang berasal dari kerajaan musuh dengan mudah memasuki istana dan menyamar menjadi seorang pelayan.
Bairam dengan memakai penutup kepala khas orang Sindh, berjalan melenggang membawa nampan berisi beberapa gelas minuman dan menyodorkannya kepada para pejabat istana, tak ada seorangpun yang mencurigainya karena memang ia benar-benar terlihat layaknya orang Sindh. Ia dapatkan semua pakaian lengkapnya itu dari seorang pelayan istana yang telah ia bunuh sewaktu memasuki Istana. Jadi, tak heran jika semuanya menganggap ia benar-benar pelayan Istana Sindh.
Tuan Putri "Harka Jodha Sindh" yang lebih dikenal dengan panggilan putri Jodha, hadir di sana dalam balutan gaun berwarna hijau muda dilengkapi dengan cadar berwarna senada menutupi setengah wajahnya. Semua yang hadir di sana berdiri dan memberinya penghormatan pada sang putri. Putri Sindh yang dikenal rendah hati dan sangat ramah ini mengatupkan kedua tangannya di dada membalas penghormatan para tamu yang hadir di sana. Ia lekas menduduki singgasana yang telah disiapkan untuknya. Terlihat keluarga Istana dan juga para tamu undangan dari kerajaan lain yang hadir di sana satu persatu menghampiri sang putri dan memberikan bingkisan sebagai ucapan selamat pada sang putri.
Sementara Bairam yang tengah mengintai dari kejauhan, ia berkata "Selamat ulang tahun putri, nikmatilah hidupmu yang hanya tinggal beberapa menit saja. Aku sudah tidak sabar ingin melihat keluargamu terpuruk kehilanganmu. Itu akan semakin memudahkanku untuk menyerang Sindh tanpa halangan" ujarnya dengan seringai jahat.
"Hei kau... kenapa hanya berdiri di situ, cepat antar minuman ini pada tamu-tamu" ujar seorang kepala pelayan mengejutkannya.
Bairampun bergegas membawa nampan minuman itu menuju para tamu. Namun sebelum ia tiba di sana, ia membawa nampan itu ke ruangan lain yang agak sepi dan tak jauh dari sana. Ia menoleh ke kiri kanan memastikan tidak ada orang yang tengah memperhatikannya. Kemudian setelah di rasanya aman, ia bergegas mengeluarkan bungkusan kecil berisi serbuk putih dari dalam kantong celananya. Ia tuangkan serbuk itu ke dalam salah satu gelas minuman lalu mengaduknya hingga larut.
Bairam tersenyum misterius dan beranjak dari sana. Ia menghampiri para tamu kerajaan dan memberikan minuman itu satu per satu pada tamu-tamu itu. Hingga gelas terakhir tepat di bagian sang putri, ia berikan minuman itu pada sang putri kemudian berlalu.
Tak lama kemudian, seseorang tiba-tiba terjatuh di lantai dengan mulut berbusa dan kejang-kejang sambil memengangi lehernya. Semua yang melihat panik dan segera membawa sang putri ke tempat yang aman.
Bharmal berteriak memanggil para prajurit dan menginstruksikan untuk menangkap pelayan yang telah memberikan minuman. Para prajuritpun langsung menyebar mencari keberadaan sang pelayan yang memberi minuman.
Suasana perayaan yang semula meriah, seketika berubah menjadi genting penuh ketakutan. Semua yang hadir berteriak sambil berhamburan keluar, berlarian untuk menyelamatkan diri.
Tak membutuhkan waktu lama, banyaknya prajurit dan penjagaan yang ketat, Bairam yang tengah berlari hendak meloloskan diri akhirnya tertangkap. Ia di seret ke ruang bawah tanah untuk diinterogasi. Hentakan cambuk berkali-kali mendarat di punggungnya hingga merubah warna kulit punggungnya. Semakin keras hentakan cambuk di tubuhnya, semakin kuat pula ia membungkam rahasia tentang dirinya. Hingga akhirnya Raja Bharmal datang menghampiri dan menghentikan para prajurit untuk berhenti menyiksanya.
"Katakan siapa kau sebenarnya???" Tanya Raja Bharmal sambil mengangkat wajah Bairam yang telah dipenuhi luka. Bairam hanya menyeringai sebagai jawaban. Hal itu sontak membuat Raja Bharmal semakin geram. Ia memerintahkan prajurit untuk memenjarakan Bairam.
Sementara sang putri, kini ia tengah berada di kamarnya. Ia sedikit shok karena ia mengetahui bahwa minuman itu sebenarnya ditujukan padanya.
*Flashback*
Sang putri mengambil gelas terakhir dari nampan yang dibawakan Bairam. Belum sempat ia meminumnya, tiba-tiba gelang yang tengah dipakainya putus dan ia lekas meletakkan gelas itu di meja kemudian membetulkan gelangnya. Salah seorang tamu yang belum kebagian minuman memanggil Bairam dan meminta dibawakan minuman untuknya. Sang putri yang teramat baik hati, memberikan minuman itu padanya karena dirasanya ia tidak haus dan sedang tidak ingin minum. Hingga akhirnya orang itu dengan senang hati menerima minuman itu dari sang putri.
*Fashback end*
Tubuh putri Jodha sedikit bergetar saat berusaha mengingat kembali peristiwa itu. Keringat dingin membasahi dahinya. Hingga tiba-tiba Raja Bharmal datang mencari tahu keadaan putri semata wayangnya.
Putri Jodha langsung menjatuhkan diri di pelukan ayahnya, ia lekas menceritakan kronologis kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Raja Bharmal terbelalak mendengar penjelasan putri Jodha. Ia bergegas memerintahkan prajuritnya untuk melakukan penjagaan ketat di sekitar kamar putri Jodha.
***TBC***
KAMU SEDANG MEMBACA
DZULFIQAR - Sang Pedang Penakluk
Roman d'amourPenulis cerita MAHAR ** Mengisahkan Dua kerajaan besar di tanah Hindustan saling bermusuhan memperebutkan daerah perbatasan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Pada saat menjalankan misinya dalam merebut daerah perbatasan tersebut, "AKBAR" sang P...