“Sering-sering main ke sini, ibu akan buatkan makanan lezat untukmu..”
“Terima kasih bu... tentu saja, aku akan sering main ke sini” ujar Akbar. Iapun lekas pamit untuk kembali.
Terlihat senyum Mothy terukir di bibirnya seraya memandang kagum kepergian pangeran tampan itu.
“Ehhmm... kau menyukainya?” tanya Saraswati.
“Ibu... apaan sih???” sahut Mothy seraya menyembunyikan wajahnya yang memerah tersipu.
=====
Akbarpun malam ini telah berada di tendanya setelah sebelumnya menguburkan Jasad Farhad bersama beberapa prajurit Ghazna yang menemaninya.
Akbar bersandar di sandaran tempat tidurnya mencoba menghadirkan kembali rekaman kejadian dimana ia pertama kali melihat gadis cantik itu.
“Harka... si gadis hutan yang cantik jelita itu namanya Harka” hatinya berujar seraya menerawang menghadirkan bayangan wajah cantik putri Jodha.
“Syukurlah.. Tuhan telah menyelamatkanmu Harka... aku bahagia bisa melihat wajah cantikmu lagi” kembali hatinya berujar.
Namun seketika ia terperanjat saat menyadari lontaran kata dalam hatinya sendiri. Akbar kembali menyadarkan diri bahwa ia adalah seorang Ksatria, iapun lekas menghadirkan kembali ingatan tentang nasehat sang Ayah bahwa Ksatria tangguh pantang untuknya menjadi seorang yang emosional. Baginya hidup adalah perang, kekuasaan dan harga diri. Tak pernah ada kata cinta dalam dirinya, satu-satunya cinta yang ia yakini hanyalah cinta pada Kekuasaan, yang menurutnya jika ia bisa menguasai dunia, cinta macam apapun akan dengan mudah ia dapatkan.
Terlihat ia menggeleng-gelengkan kepala, berusaha membuang bayang-bayang Harka dari benaknya. Ia menguatkan kembali tekadnya bahwa misinya datang ke sini tiada lain adalah untuk menyelamatkan Bairam dan mencari tahu kelemahan musuh agar mudah ditaklukkan. Tanpa ia sadari, sesungguhnya takdir tengah menuntunnya menemui dan menjemput cinta sejatinya.
Akbar lekas berdiri dan mengambil pedang kesayangannya. Ia tarik pedang itu dari sarangnya seraya menyeringai dan menatap kagum pada pedangnya.
“Dzulfiqar... tak ada yang bisa mengambil alih kekagumanku padamu... sekalipun itu seribu wanita cantik dihadapanku, aku tetap lebih mengagumimu....” ujar Akbar berusaha mengingkari perasaanya.
=====
Pagipun tiba... terlihat Akbar telah bersiap untuk melanjutkan perjalanannya menuju Istana Sindh, behubung Farhad yang menemaninya di persinggahan, kini telah tiada.
Dengan berbagai atribut penyamaran yang memperlihatkan dirinya sebagai seorang pengembara, ia berjalan penuh percaya diri bahwa tidak ada satu orangpun yang akan mengenalnya kalau sebenarnya dia adalah seorang Putera Mahkota dari Kerajaan Ghazna.
Ia berjalan menyusuri padang ilalang yang masih digenangi embun dan terlihat kerlap kerlip disetiap ujung daun itu akibat terkena pantulan sinar mentari pagi yang baru saja menampakan diri menyinarinya. Tanpa menghiraukan jalanan yang masih tercium bau basah, ia bersemangat melangkahkan kaki untuk segera menyelesaikan misinya.
Dari kejauhan, dilihatnya seseorang tengah melambaikan tangannya dan berlari menghampirinya. Dengan tersengal, pria itu lekas menghentikan langkah Akbar dan memberitahunya untuk mengurungkan langkahnya.
“Tuan... pasukan Sindh telah mengetahui kedatangan kita, sehingga penjagaan di sana semakin ketat. Sebagian dari kamipun tidak bisa bebas keluar masuk. Jadi, saya sarankan anda untuk tetap tinggal di sini sampai keadaannya memungkinkan” ujar salah satu prajurit Ghazna memberitahukan.
“Berani-beraninya kau memerintahku..!!!” bentak Akbar seraya menarik Dzulfikar dari sarangnya.
“Ampun Tuan... ini demi kebaikanmu” ujar prajurit itu seraya bersimpuh di kaki Akbar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DZULFIQAR - Sang Pedang Penakluk
RomancePenulis cerita MAHAR ** Mengisahkan Dua kerajaan besar di tanah Hindustan saling bermusuhan memperebutkan daerah perbatasan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Pada saat menjalankan misinya dalam merebut daerah perbatasan tersebut, "AKBAR" sang P...