Menjalani masa pelatihan tanpa lagi berinteraksi dengan Hyunjin ternyata tidak mudah terbiasa bagi Chaeyeon. Ia merasa dirinya sendirian, tidak ada teman untuk melepas stress-nya. Teman satu grupnya pun tidak membantu terlalu banyak.
Perasaan menyesal itu hadir lebih dalam saat Hyunjin benar-benar menganggapnya tidak saling kenal. Sakit rasanya saat teman dekatnya itu mengabaikannya, sama sekali tidak menyapanya saat berpapasan. Namun Hyunjin masih menyapa dan tersenyum pada yang lainnya, bahkan terkadang Chaeyeon melihat dia berbincang sebentar dengan yang lain.
Hyunjin benar-benar hanya menghindarinya.
Sekarang Chaeyeon hanyalah orang asing bagi Hyunjin. Dan itu membuat hati Chaeyeon cukup sesak.
Tidak. Chaeyeon tidak ingin menyerah hanya karena situasinya saat ini. Tapi Chaeyeon cukup jengah dengan keadaan yang mengelilinginya saat ini. Rasanya hidup Chaeyeon tidak berwarna. Hari ke hari ia lalu hanya dengan latihan, latihan, dan latihan, latihan lagi. Rasanya hambar.
Bahkan Chaeyeon merasa latihannya sia-sia. Ini sudah tahun ketiga Chaeyeon mengikuti masa pelatihan, tapi rasanya tidak ada harapan untuk ia dan grupnya dipromosikan. Karena sampai saat ini, grup laki-laki yang dijanjikan debut tahun lalu pun masih belum ada kabar. Mau tidak mau grup perempuan harus menunggu lebih lama lagi. Jadi, bolehkan saat ini Chaeyeon menyerah?
Ditangannya kini sudah menggenggam sebuah amplop kecil berwarna putih. Chaeyeon sedang mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya sebelum memasuki ruangan di hadapannya. Mencoba menguatkan hatinya, bahwa keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang benar.
Kemudian Chaeyeon memasuki ruangan di hadapannya setelah mengetuk pintu dan mendapat ijin dari pemilik ruangan.
"Duduklah. Ada apa?"
Chaeyeon menyerahkan amplop di tangannya.
Laki-laki itu mengernyit heran membaca tulisan di amplop tersebut.
Surat Pengunduran Diri
"Kamu menyerah? Yakin?"
"Saya sudah memikirkan ini berhari-hari. Saya harus pulang."
"Ada apa? Ada masalah?"
"Saya lebih baik bekerja yang menghasilkan uang untuk keluarga yang sedang menunggu, daripada berlama-lama di sini tanpa menghasilkan apapun."
Laki-laki yang berperan sebagai manajer sementaranya itu pun menghela napasnya berat seraya menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.
"Sebenarnya saya tidak bisa dan tidak ingin melepasmu. Kamu itu salah satu anggota yang diunggulkan di grup ini. Kami semuanya yakin grup kalian akan sangat sukses mengingat kerja kerasmu selama latihan."
Lagi-lagi sang manajer menghela napas, kali ini menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Tapi saya juga tidak bisa memaksamu terus bertahan kalau memang keluarga adalah alasanmu."
"Terima kasih atas bantuannya selama ini." Chaeyeon membungkuk kecil pada sang manager.
"Ada beberapa hal yang harus kamu tanda tangani sebelum keluar dari sini."
Sang manajer mulai mengotak-atik komputernya, kemudian mencetaknya dan langsung menyerahkannya pada Chaeyeon untuk di baca.
"Bagaimana? Kamu bisa ikuti syaratnya?"
Chaeyeon mengangguk yakin dan langsung menandatanginya karena tidak memberatkan baginya.
"Baiklah. Saya ambil ponsel kamu dulu."
Setelah keluar dari ruangan, Chaeyeon menemui pelatihnya terlebih dahulu dan kembali ke ruang latihan untuk berpamitan pada teman satu grupnya.
Setengah jam sudah cukup bagi Chaeyeon untuk sedikit berbincang dan kemudian benar-benar berpamitan dengan teman-temannya.
Tepat setelah menutup pintu ruang latihannya, Chaeyeon terkejut saat mendapati Hyunjin sudah berdiri di hadapannya.
"Jadi ini yang kamu pilih?"
Chaeyeon tidak menjawab.
"Kenapa lagi? Aku udah ikuti mau kamu, aku udah susah payah menghindar dari kamu. Sekarang apa? Kamu justru pergi, mengabaikan permintaan aku?!"
"Maaf Hyun. Aku ga bisa bertahan, aku ga bisa nunggu lebih lama lagi. Aku justru merasa sia-sia kalau di sini terus."
"Kamu mau bohong lagi?"
Chaeyeon mengernyit.
"Yeon, aku tau alasan yang sebenarnya waktu kamu minta aku untuk menjauh. Sekarang kamu mau bohong lagi? Aku tau, kamu bukan orang yang mudah menyerah, Yeon. Aku tau itu!!"
"Terserah kamu mau anggap aku pembohong atau apapun, tapi yang jelas aku ga tahan di sini, Hyun! Aku cape!"
"Terus apa artinya janji kita waktu itu? Janji kita untuk gapai mimpi bareng-bareng? Janji untuk engga menyerah dan saling mendukung! Apa maksudnya?!"
"Lupakan itu. Aku pamit." Chaeyeon berjalan melewati Hyunjin tanpa ingin menanggapi pertanyaan Hyunjin.
"Oke!!" teriak Hyunjin. "Kalau itu mau kamu, aku ikuti! Aku ikuti semua mau kamu!! Lupakan semuanya! Kamu pergi aja sana!!"
Teriakan Hyunjin itu jelas Chaeyeon dengar. Air matanya tidak bisa lagi ia tahan di setiap langkah cepat yang ia ambil saat menuruni tangga untuk meninggalkan gedung agensi.
Sebelum benar-benar melangkah jauh, Chaeyeon memandang gedung agensi sebentar.
Setelah perjuangannya, sekarang Chaeyeon harus menyerah pada mimpinya.
AS WE DREAM
heavenable | 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
AS WE DREAM ; lcy-hhj
FanfictionMimpi kita sama. Kita berjuang untuk mencapainya bersama-sama heavenable | 2019