sembilan

645 95 4
                                    









"Chaeyeon?" Sang pemilik kedai terlihat khawatir pada Chaeyeon yang baru saja kembali sambil menunduk. Laki-laki itu tahu kalau Chaeyeon menangis, isakannya bisa ia dengar saat Chaeyeon melewatinya dan langsung masuk ke toilet.

Tak lama, Chaeyeon kembali menghampiri sang pemilik kedai itu masih dengan menunduk.

"Kamu kenapa? Ada masalah?"

"Sedikit," lirih Chaeyeon. "Maaf."

"Tak apa, yang penting kamu sudah melakukan yang terbaik. Kamu menjualnya cukup banyak."

"Terima kasih." Chayeon membungkuk pada atasannya.

"Sekarang gimana? Masih mau lanjut kerja atau pulang aja?" Laki-laki itu melirik sebentar pada jam di tangan kirinya. "Satu jam lagi kita tutup."

"Aku kembali bekerja."

"Yakin?"

Chaeyeon mengangguk.

"Dengan mata sembab gitu? Kamu ngga malu?"

Kemudian Chaeyeon merasa ragu untuk menjawab. "Tapi..."

"Kenapa?"

"Saya masih baru di sini."

"Tapi saya yang punya kedai ini. Saya punya hak atas pegawai di sini."

Chaeyeon tak lagi membalas. Ia bingung dengan atasannya. Apa laki-laki itu memang sangat baik pada semua karyawannya?

"Lebih baik kamu pulang saja. Tapi besok, jangan terlambat. Saya juga ngga mau lihat kamu datang dengan mata sembab gitu."

"Baik." Caheyeon kembali membungkuk.

"Jangan lupa besok kamu harus nganterin susu pagi-pagi," lanjut sang atasan saat berjalan melewati Chaeyeon menuju ke ruangannya.

Chaeyeon menghela napasnya sebelum akhirnya keluar dari kedai, kembali mengayuh sepedanya untuk pulang.

Sepanjang jalan pulang Chaeyeon memikirkan kejadian tadi.

Salah satu niat Chaeyeon meninggalkan kota itu ialah untuk meninggalkan Hyunjin, membiarkan laki-laki itu fokus untuk menggapai mimpinya tanpa harus terbebani oleh kondisi Chaeyeon yang sudah menyerah.

Tapi baru saja dua hari Chaeyeon meninggalkan kota, belum juga dirinya berusaha melupakan tentangnya, suara laki-laki itu sudah kembali mengganggunya bahkan sekarang Chaeyeon melihat sosoknya dan merasakan pelukannya. Harus dengan cara apalagi Chaeyeon melupakannya?







.








"Ayah, Ibu, aku harus bagaimana?"

Akhirnya malam itu Chaeyeon bisa menceritakan semua alasannya meninggalkan kota.

"Kamu berhenti latihan cuma karena dia?"

"Ayah, semenjak aku di suruh jauhin dia, aku merasa sendirian, aku cape sendiri, ngga punya teman. Walau pun di sana banyak peserta latihan yang lainnya, kita merasa bersaing satu sama lain,Yah. Aku ngga sanggup."

"Tapi kamu masih punya mimpi itu kan, Yeon?"

Chaeyeon mengangguk. "Tujuan awal aku ke kota memang untuk mencapai mimpiku. Aku pengen tampil di panggung besar. Aku pengen semua orang lihat, kalau Lee Chaeyeon anaknya Ayah dan Ibu ini bida membuat orang tuanya bangga. Tapi semenjak dia datang menemani Chaeyeon di sana, semuanya berubah. Aku pengen tampil bareng, sepanggung sama dia, Bu."

"Apa cuma itu satu-satunya agensi yang bisa mewujudkan mimpi kamu itu, Yeon?"

"Masih banyak yang lainnya, Yah. Tapi aku ada di agensi sebesar itu saja masih belum jelas kapan bisa debut. Apalagi di agensi lainnya, keburu umur Chaeyeon lewat batas."

"Tapi kan, jadi idola itu ngga lihat umur, Yeon?"

"Ya tapi kan itu bukan angkatannya Chaeyeon, Yah."

"Begini Lee Chaeyeon. Saran Ayah, kamu cari agensi lain, ikut audisi lagi. Asah lagi kemampuan kamu, fokus sama mimpi kamu, fokus sama tujuan kamu. Ayah pikir akan lebih mudah melupakan dia kalau kamu di agensi lain."

"Lagi pula sekarang dia tau kamu di sini. Gimana kalau tiba-tiba dia berontak terus kabur kesini? Kamu mau tanggung jawab sama keluarganya? Sama mimpinya?" tambah sang ibu.

Chaeyeon terdiam memikirkan saran dari kedua orang tuanya. Ibunya benar, bisa saja Hyunjin memberontak. Chaeyeon masih ingat kalimatnya Hyunjin saat audisi. "Kalau aku yang ngga lolos, aku engga masalah. Tapi kalau kamu yang engga lolos, aku bakal mengundurkan diri."

Bisa jadi Hyunjin ikut menyerah karena laki-laki itu sekarang tahu bahwa Chaeyeon pun sudah menyerah. Chaeyeon tidak bisa membiarkan Hyunjin menyerah, karena ia punya janji pada keluarganya Hyunjin.

"Jangan menyerah sama mimpi kamu, Yeon. Apalagi sampai membuat orang lain pun ikut menyerah sama mimpinya gara-gara kamu."

Benar, Chaeyeon tidak bisa membiarkan Hyunjin menyerah, karena ia punya janji pada keluarganya Hyunjin. Chaeyeon juga tidak bisa membiarkan dirinya menyerah begitu saja dengan mimpinya.  Chaeyeon masih ingin membuat orang tuanya tersenyum bangga karena mimpi Chaeyeon.

"Beri dia kabar kalau kamu akan kembali meraih mimpimu. Dan kalian akan bertemu lagi di panggung impian kalian. Jangan buat dia khawatir, apalagi menyerah."

Mimpinya itu bukan tentang dirinya, tapi mimpi kedua orang tuanya, mimpi Hyunjin, mimpi orang-orang yang menyayanginya. Chaeyeon tidak boleh menyia-nyiakannya.

















AS WE DREAM
heavenable | 2019

AS WE DREAM ; lcy-hhjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang