enam

654 96 1
                                    













Kereta yang ditumpangi Chaeyeon saat ini sudah tiba di tempat tujuannya. Keluar dari stasiun, Chaeyeon menyempatkan dirinya untuk menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Sudah sangat lama ia meninggalkan desanya. Ia merindukannya, merindukan angin yang berhembus dengan tenang yang tidak ia dapatkan selama hidup di kota.

Setelah memutuskan untuk berhenti mengikuti pelatihan, Chaeyeon memilih untuk pulang dan bekerja di desa bersama keluarganya. Ia sudah sangat penat dengan semua hiruk pikuk di kota. Terlebih, ia ingin mencoba melupakan semua kenangan yang ia lalui di sana. Kenangan saat ia bersusah payah untuk bertahan hidup, termasuk kenangan tentang mimpinya dan Hyunjin.

Chaeyeon menarik koper dan membawa ransel besarnya untuk meninggalkan stasiun menuju rumahnya. Ia sudah sangat merindukan keluarganya, tapi ia sengaja tidak memberitahu keluarganya.

"Ayah! Ibu!" panggilnya saat melewati ladang tempat orang tuanya bekerja yang tak jauh dari rumahnya.

Bukan hanya kedua orang tuanya yang menoleh, namun pekerja yang lain pun ikut menoleh. Mereka sempat mengernyit, mencari tahu siapa yang memanggilnya.

"Chaeyeon?" sang ibu masih belum percaya saat mengenali Chaeyeon dari jauh. Wanita itu sedikit berlari untuk meyakinkan dirinya tidak salah lihat. Sang ayah pun ikut mendekatinya.

"Benar ini Chaeyeon anakku?!" sang ibu menangkup wajah Chaeyeon yang mengangguk seraya tersenyum.

Setelah memeluk Chaeyeon, dengan nada suara yang bergetar sang ibu segera berseru pada semua pekerja, memberitahukan kedatangan Chaeyeon. Semua pekerja ikut bersorak senang. Sedangkan sang ayah memeluk erat Chaeyeon.

Meski pun pekerjaannya belum selesai, kedua orang tua Chaeyeon langsung merangkul anaknya, membantu Chaeyeon membawa barangnya dan membawanya untuk pulang ke rumah. Ibunya tidak berhenti menangis haru.

"Kamu kenapa ga bilang mau pulang?" tanya sang ayah sesampainya di rumah dan keduanya duduk di sofa ruang tengah.

Tidak menjawab pertanyaan sang ayah, Chaeyeong justru memeluk manja ayahnya. "Aku kangen Ayah."

"Jadi kangennya sama Ayah aja?" Ibu Chaeyeon yang baru saja meletakkan minum di meja pun ikut duduk di samping Chaeyeon dan memeluknya.

"Kangen Ibu jugaa..."

Mereka bertiga pun saling berpelukan. Lelah Chaeyeon benar-benar hilang.

"Tapi maaf, Chaeyeon ngga bawa apa-apa."

"Ngga apa-apa... kamu pulang itu udah buat kami bahagia, sayang..."

"Tapi tunggu. Barang-barang kamu bawa semuanya, Yeon?"

Chaeyeon mengangguk pelan. Ia sudah mulai khawatir atas pertanyaan sang ayah.

"Apa ada masalah?"

"Ayah! Chaeyeon pulang karena merindukan kita. Iya kan, Yeon?" sang ibu mencoba menyingkirkan kekhawatiran sang ayah.

"Apa Ibu ikut menyembunyikan masalah Chaeyeon?"

"Ibu engga menyembunyikan apapun. Tapi ngga seharusnya kita menanyakan seperti itu. Dia butuh istirahat di sini."

"Tapi Ayah ngga bisa diam kalau terjadi sesuatu sama Chaeyeon di sana!"

"Ayah, Ibu." Chaeyeong menenangkan perseteruan kedua orang tuanya yang disebabkan olehnya. Ini yang Chaeyeon takutkan kalau ia menghubungi kedua orang tuanya terlebih dahulu, terutama sang ayah yang akan khawatir seperti sekarang.

"Memang benar aku ada sedikit masalah di sana, maka dari itu aku pulang."

"Ibu dengar kan?"

"Ayah... tapi ini bukan masalah besar, dan aku baik-baik saja. Ayah percaya kan sama Chaeyeon?"

Kekhawatiran sang ayah mulai sedikit mereda, mencoba untuk mempercayai bahwa anaknya baik-baik saja.

"Tapi aku ngga bisa cerita sekarang. Seperti yang Ibu bilang, aku mau istirahat. Aku mau menghabiskan waktuku di sini sama Ayah dan Ibu. Pokoknya sekarang aku mau kangen-kangenan dulu sama kalian."

Sang ayah mengusap lembut kepala Chaeyeon yang kini kembali bersandar dalam dekapannya.

"Ini, kamu minum dulu." Sang ibu menyerahkan minuman yang tadi dibawanya. "Sekarang kamu mau makan apa? Biar Ibu masak buat kamu."

"Apa aja. Apapun yang Ibu masak, pasti Chaeyeon suka!"

"Ya udah, kamu istirahat dulu di kamar."

Chaeyeon menurut, ia membawa barangnya ke kamar dengan dibantu sang ayah. Sedangkan ibu Chaeyeon sudah ke dapur.

"Ayah harus kembali ke ladang. Ngga apa-apa kan Ayah tinggal?"

Chaeyeon mengangguk. "Yang penting nanti malam kita kumpul kan, Yah?"

Sang ayah mengangguk kemudian pamit untuk kembali bekerja. Ia juga membiarkan istrinya untuk tetap di rumah menjaga Chaeyeon, tidak masalah jika ibu Chaeyeon harus meninggalkan pekerjaannya barang satu hari saja.

Setelah sang ayah meninggalkan kamarnya, Chaeyeon mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang kamarnya. Ia yakin bahwa sang ibu tidak akan membiarkan sedikit pun debu menempel di semua barangnya. Tidak ada yang berubah dari kamarnya semenjak pertama kali Chaeyeon meninggalkan rumah itu. Hanya saja sekarang ruangan itu terasa dingin.

Chaeyeon benar-benar merindukan semua yang ada di rumahnya itu. Sekarang ia berbaring di ranjang kecilnya. Kedua tangannya yang terlentang mengusap permukaan kasur. Matanya yang terpejam mencoba meresapi kenyamanan yang tidak pernah hilang.

Seketika ia teringat pada ruangan kecil yang sempat ia sewa ketika di kota. Satu ruangan yang menjadi kamar tidur sekaligus dapur dan tempat makan itu terbesit dalam pikiran Chaeyeon secara tiba-tiba. Ia ingat bahwa ruang kecil itu bahkan bisa memuat dua orang. Ya, ada Hyunjin yang sering menginap di sana tanpa ijin. Laki-laki dari keluarga kaya raya yang tidak peduli tidur beralaskan selimut tebal, asalkan bisa menemani Chaeyeon. Laki-laki yang tidak membiarkan Chaeyeon kesepian dan menjadi salah satu bagian dari kekuatan Chaeyeon di saat lelah dan ingin menyerah.

Baru saja lima jam yang lalu Chaeyeon meninggalkan kota singgahnya itu, tapi ia tidak menduga bahwa kenangan itu datang lebih cepat. Jika begini caranya, harus bagaimana lagi cara Chaeyeon untuk melupakan semuanya? Harus berapa lama Chaeyeon menunggu hingga ingatan tentang kota itu hilang dari pikirannya?

Chaeyeon menghela napasnya. Ah, rasanya sulit untuk mengenyahkan semua kenangan itu.
















AS WE DREAM
heavenable | 2019

AS WE DREAM ; lcy-hhjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang