5. Meet Again

35 4 0
                                    


"Nak kamu kapan ngajak calon suamimu kesini?" Tanya Mira.

Pertanyaan itu lagi yang terlontar dari mamanya. Nadya merasa jengah terus-menerus dicekoki dengan pertanyaan yang sama setiap kali menyambangi rumah orang tuanya.

Ya, saat ini ia sedang berada di kediaman orang tuanya. Tiba-tiba sepulang dari kampus kemarin, ia mendapat telpon dadakan dari orang tuanya untuk segera pulang. Dengan berat hati ia harus menuruti titah mereka.

Bukan apa-apa ia merasa enggan jika orang tuanya menelpon dan memintanya pulang seperti sekarang, karena pasti topik yang akan mereka bicarakan tidak jauh-jauh dari masalah jodoh. Nadya merasa bosan tiap kali membahasnya.

Ia bukannya tidak mau membawa seorang pria dan memperkenalkannya kepada mereka. Masalahnya siapa kaum adam yang akan ia bawa dan diperkenalkan sebagai calon pendampingnya. Pacar saja tidak punya apalagi calon suami.

Nadya tidak mengerti mengapa sengebet ini orang tuanya ingin melihatnya menikah padahal usianya baru menginjak dua puluh empat tahun. Tapi bagi mamanya umur segitu sudah sangat matang baginya untuk menikah, biar tidak disebut "perawan tua" katanya.

Masa bodo dengan perkataan orang yang sembarangan ngecap anak orang perawan tua. Jika belum ada jodoh ya mau bagaimana lagi. Toh Nadya lebih palar kok mengakhiri masa lajangnya.

"Iya ma, Nadya pasti bawa kesini kok kalo udah ada yang cocok" Jawab Nadya dengan penuh pengertian.

"Tapi sampai kapan nak?"

"Kalo udah tepat waktunya ma. Jodoh sudah Allah yang ngatur, itu kan yang selalu mama bilang ke Nadya dulu"

Mamanya terdiam seraya menghela napas pasrah, namun tiba-tiba tubuhnya tersentak seakan mendapat ilham.

"Mau ya mama jodohin?"

Allahu apa lagi ini. Apa belum puas mamanya menanyakan seputar jodoh bertubi-tubi hingga melontarkan ide macam gila.

"Mama apa-apaan sih. Nadya ga mau dijodohin ma, masalah hati ga bisa dipaksakan, mama tau itu kan?"

Mamanya menunduk lesu.

"Ya kenapa ga dicoba saja nak. Siapa tau memang jalannya" Timpal papanya yang tiba-tiba masuk dari halaman belakang.

Sekarang papanya malah ikut-ikutan nimbrung.

Ingin Nadya berteriak sekencang-kencangnya, tapi bagaimana mungkin ia berlaku seperti itu. Ia tidak mau menabung lebih banyak dosa hanya karena menggikan suara di depan orang tua.

"Kayaknya papa udah ketularan mama deh" Jawab Nadya sarkas seraya melirik kearah papanya.

Andi—papanya hanya terkekeh mendengar penuturan sang anak.

Nadya beranjak dari duduknya dan beralih menjatuhkan tubuhnya disamping sang papa. Tangannya bergelayut manja di lengan Andi.

"Kan Nadya masih mau menjadikan papa pria satu-satunya dalam hidup Nadya" Nadya menyunggingkan senyum penuh arti.

Andi terkekeh "Bisa aja sih ngelesnya" Nadya tertawa mendengar pernyataan sang ayah. Tidak heran jika kebanyakan anak gadis selalu menjadikan sang ayah sebagai hero dalam hidup mereka. Karena bersama ayah, ia selalu merasa aman, merasa diperhatikan. Tanpa melalui lontaran kata, terkadang ayah bisa menebak perasaan kita. buktinya papanya selalu bisa mencium gelagat-gelagat aneh pada dirinya.

Mama pun ikut tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala "Udah jadi dosen masih aja kayak anak kecil Nad, Nad. Ga malu sama mahasiswamu?"

"Biarin, kan Nadya memang masih anak gadisnya papa. Iya kan Pa?" Papanya terkekeh mendengar pembelaan sang anak.

I'm Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang