Author POV
Afkar melihat dengan raut wajah kesal dari balik kaca toko bunga milik Nadya. Dia melihat Nadya berusaha menghindari pria itu, namun pria itu terus saja mengekori langkahnya. Pria berjas putih yang sangat familiar di mata Afkar. Afkar tidak tahu hubungan apa yang dimiliki keduanya namun yang pasti Afkar tidak suka melihat pemandangan di dalam sana, bukan karena Nadya tak kunjung mengusirnya, tapi karena kebenciannya pada pria itu yang membuatnya enggan untuk masuk dan menemuinya. Afkar mengepalkan tangannya kuat-kuat, tampak emosi memenuhi rongga hatinya.
Apakah ia cemburu?
Entahlah, hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.
Dua hari kemudian...
Nadya sedang beristirahat di kantor sembari menunggu jam mata kuliah untuk kelas berikutnya. Pandangannya asik menekuri kata-perkata dari lembaran buku yang sedang dibacanya.
Drrttt... Dering notifikasi terdengar dari ponsel yang tergeletak di samping laptop-nya. Nadya membuka ponselnya. Tertera list pesan masuk dari beberapa kontak pada aplikasi chat miliknya. Ia melihat list paling atas dan mendapati pesan baru dari Afkar disana. Ia membuka lalu membacanya.
Today
Nad 10.22
Ntar malem temenin aku 10.22
GA ADA PENOLAKAN! 10.22
Nadya POV
Aku mengerutkan kening setelah membaca isi pesan yang dikirim Afkar. 'Apa-apaan ini! Nadanya pemaksaan banget, seenggaknya nanya dulu kek bisa nggaknya. Kayaknya ga ada harga dirinya banget aku sebagai dosen.'
Tak menunggu waktu lama akhirnya kubalas pesan darinya.
Ga bisa, LAGI SIBUK! 10.25
Kayaknya kamu melewatkan sesuatu 10.25
GA ADA PENOLAKAN! 10.25
Aku tunggu di toko bunga! 10.26
Aku memberengut sebal, sebenarnya apa maunya memaksaku pergi dengannya. Ku baca pesan balasannya namun tak minat untuk kubalas. Bodo amat dah, tunggu aja tunggu sampe upin ipin ubanan.
Malam harinya...
Ku tatap jam dinding yang tergantung di ruang tengah. Aku masih tetap pada pendirianku untuk berdiam diri di rumah dan mengabaikan ajakannya, lebih tepat paksaannya. Aku berleyeh-leyeh di atas sofa sambil memainkan ponselku enggan untuk beranjak. Bola mataku tak bisa kucegah untuk kembali melirik jam dinding, pukul 19.45. Apa dia tetap menjemputku? Sebagian hatiku mencemaskan hal itu. Ah bodo! aku juga udah bilang kalo sibuk. Tak berselang lama dering ponselku berbunyi, terpampang nama Afkar disana. Haruskah kuangkat? Aku ragu. Ponselku masih terus berdering seakan menuntut untuk dijawab, akhirnya dengan berat hati kuangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Into You
RomanceCinta tak pernah salah menjatuhkan pilihannya. Hanya saja~ kadang ia terperangkap pada hati yang tak semestinya. Penyebabnya, bisa jadi karena berbagai pilihan yang dibuat sang empunya. Hingga dilema menjadi rasa yang tak semestinya ada.