Telah Terlewati

1.4K 224 46
                                    

Hari ini Ilea bolos sekolah dengan alasan sakit. Subuh tadi dia baru membuka pintu kamarnya, tak menyia-nyiakan kesempatan Ardian dan Vina yang semalaman menunggu sampai ketiduran di sofa, bergegas masuk ke kamar putrinya. Wajah Ilea kacau, mata sembap, hidung merah, tisu bertebaran di lantai, dia benar-benar kacau. Setahu orang tuanya, Ilea begini karena putus dari Al, padahal bukan hanya itu alasannya.

"Mama buatkan sarapan sama bikinin teh panas buat kamu, ya?" ucap Vina mengelus rambut Ilea.

Tak ada sahutan dari Ilea, dia hanya diam berbaring di tempat tidur dan sesekali air matanya meleleh. Ardian tidak tega melihat kerapuhan putrinya, lantas dia keluar kamar mencoba menghubungi Al. Beberapa kali Ardian menghubungi, tetapi tak ada jawaban dari Al, dia menghela napas kasar.

"Ada apa, Pa?" tanya Vina membawa nampan berisi semangkuk bubur dan secangkir teh yang masih mengepul.

"Ini loh, Ma. Aku coba hubungi Al tapi nggak diangkat. Apa dia sengaja mau bikin anak kita gila?" kesal Ardian mengutak-atik ponselnya mengirimkan pesan untuk Al.

Vina menarik napasnya dalam lalu mengembuskan pelan.

"Pa, di Paris ini tengah malam. Wajar Al nggak angkat telepon, mungkin dia sudah tidur. Mama yakin, kalau Papa tinggalkan pesan, paginya bangun, Al bakal hubungi balik." Vina berusaha memberikan penjelasan pada Ardian supaya tak berpikir negatif tentang Al.

"Oh, iya. Papa lupa, Ma, waktu kita beda sama Al." Ardian mengelus keningnya. Saking mengkhawatirkan kesehatan Ilea, Ardian sulit berpikir jernih.

"Ya sudah, Mama mau masuk. Papa menyiapkan keperluan untuk ke kantor sendiri nggak apa-apa, kan?"

"Iya, nggak apa-apa, Ma. Kamu temani Ily saja, aku mau mandi." Sebelum pergi, Ardian mencium kening Vina.

Setelah itu, Vina masuk ke kamar, posisi Ilea masih tetap sama seperti tadi. Vina meletakkan nampannya di nakas, dia duduk di tepi ranjang mengelus rambut Ilea lembut.

"Sayang, makan dulu, ya?" ucap Vina, bukannya menjawab, tetapi air mata Ilea malah semakin deras.

Karena tak tega, Vina berbaring di samping Ilea, mereka saling berhadapan dan tangan Vina memeluk Ilea.

"Mama akan selalu sama kamu sampai kapan pun, jangan sedih lagi, Sayang. Mama nggak bisa melihatmu begini," tukas Vina dengan suara parau, ingin menangis, tetapi ditahan supaya Ilea tak semakin sedih.

"Ma, aku yang salah. Kak Al kecewa sama aku. Dia mutusin aku karena aku nggak bisa jaga kepercayaannya." Sambil sesenggukan Ilea bercerita.

"Sudah, Sayang. Apa pun alasannya, kamu harus bangkit! Hadapi kenyataan, kalau memang Kak Al berjodoh sama kamu, Tuhan pasti punya jalan untuk mengembalikan dia padamu. Namun, jika Kak Al bukan jodohmu, Tuhan sudah mempersiapkan jodoh terbaik untukmu. Sekarang yang kamu harus lakukan, fokus sekolah dan ujian. Sebentar lagi ujian, kan?" ujar Vina berusaha menghibur dan membangkitkan kembali semangat Ilea.

"Iya, Ma. Tapi, nomorku diblokir sama Kak Al, aku nggak bisa hubungi dia, Ma." Ilea lagi-lagi menangis, Vina berkali-kali menyeka air matanya, tetapi seperti tak bisa kering, air mata Ilea terus meleleh.

"Sabar, Sayang. Mungkin Kak Al butuh waktu, nanti juga bakalan hubungi kamu kalau perasaannya sudah membaik. Sudah, ya? Jangan nangis terus, mending sekarang kamu bangun, Mama suapi, ya?" Vina bangkit lalu mengambil mangkuk berisi bubur. Ilea dengan lemas bangun dan bersandar di kepala ranjang. Dengan sabar, Vina menyuapi Ilea.

***

Bangun tidur mata Al menyipit ketika melihat ponselnya. Lebih dari 10 kali Ardian menelepon membuat pikirannya tak tenang. Segera Al menghubungi Ardian, sayang sekali, berulang kali Al telepon tak ada jawaban.

Love in Instagram (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang