Bahagia, tapi ...?

1.4K 209 29
                                    

Setelah menunjukkan beberapa tugas pertama Ilea sebagai karyawan part time di bisnis kerajinan Irwan yang ada di Jogja, Adel kembali ke Jakarta. Al dan Ilea bersyukur, di tengah himpitan ekonomi rumah tangga mereka, Tuhan memberikan jalan tengah. Ilea dipercaya untuk membantu mengelola bisnis kerajinan tangan khas Jogja yang sudah ekspor hingga mancanegara. Kegiatan Ilea sekarang sedikit padat, pulang dari kampus atau sebelum ke kampus---jika dia ada kuliah siang---Ilea mengecek para pengrajin yang bekerja di tempat produksi.

Tempatnya pun tak jauh dari rumah, salah satu alasan Irwan membeli rumah itu karena dekat dengan tempat usahanya. Kata Adel, ini tugas awal Ilea sebelum benar-benar terjun di bisnis besar supaya Ilea belajar dari hal kecil dulu.

"Yang, kamu mau ke kampus atau ke pabrik dulu?" tanya Al ketika mereka sedang bersiap-siap di kamar.

Setelah salat Subuh, mereka bergegas melakukan aktivitas karena Al hari ini tugas jaga pagi, pukul enam harus sudah di rumah sakit. Sedangkan Ilea harus menyiapkan sarapan dan keperluan Al yang lain.

"Aku masuk siang kuliahnya, Beb. Jadi, aku ke tempat produksi dulu deh," jawab Ilea duduk di meja rias sambil mengoleskan bedak di wajahnya.

"Nanti kalau aku nggak nerus jaga, langsung narik, ya? Aku pulang agak malam."

"Iya, Beb."

Begitulah kesibukan mereka sekarang. Pulang dari rumah sakit, meski lelah, dia tetap mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Bersyukur sekarang Ilea mulai bekerja, setidaknya ada uang tambahan untuk hal lain. Kebutuhan pokok dalam rumah tangga sudah bisa Al cukupi, tetapi hal lain seperti iuran sampah yang harus dibayar setiap bulan, dana sosial rukun warga karena Ilea tidak ikut arisan---dia dikenakan iuran per bulan untuk mengisi kas komplek di sana---kadang Ilea membeli keperluan kuliahnya, Al juga punya kebutuhan lain apabila dia mendapat tugas dari dokter senior, hal seperti itu terkadang masih sulit.

***

Saat Vina dan Ardian sedang sarapan di ruang makan, Vina memulai obrolan.

"Pa, beberapa bulan ini Mama belum kirim Ily uang. Mama lupa, saking sibuknya kerja kita jadi lupa kewajiban sebagai orang tua," ujar Vina sambil mengunyah roti bakarnya.

"Dia, kan, sudah menikah, Ma. Bukan lagi kewajiban kita mencukupi kebutuhannya. Ada suami yang sekarang wajib memberikannya nafkah," sahut Ardian yang sedang menikmati nasi gorengnya.

"Tapi, Pa, penghasilan Al belum bisa untuk mereka hidup."

Sendok dan garpu Ardian letakkan karena nasi gorengnya sudah habis. Setelah minum, dia menjawab, "Ma, Papa sama Irwan sengaja menguji mereka. Irwan dan Maya juga tidak mengirimkan uang kepada Al. Mereka ingin tahu, sejauh mana usaha Al untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Beberapa bulan ini, Al tidak meminta uang pada orang tuanya. Ada kemungkinan dia punya pekerjaan sampingan. Ilea juga tidak meminta kiriman, kan? Berarti mereka sudah merasa cukup."

"Ih, Papa kejam!" Vina selesai memakan rotinya, dia mengelap tangannya dengan tisu dan meminum teh hangat.

"Kok kejam sih, Ma? Kita sedang melatih mereka untuk bertanggung jawab. Bisa saja setiap bulan kita kirim sesuai kebutuhan mereka, tapi yang ada nanti mereka ngandelin kita. Mau sampai kapan mereka seperti itu? Biarkan mereka merasakan sulitnya berumah tangga, dari situ mereka akan menghargai pentingnya kerja sama dalam berumah tangga."

Terdiam, Vina memikirkan ucapan Irwan.

"Benar juga kata Papa, selama Ilea menelepon Mama, dia tidak pernah mengeluh kekurangan. Happy saja dia kayaknya, nggak ada ngeluh kurang jajan, nggak bisa bayar listrik. Berarti Al bisa mencukupi kebutuhan mereka, ya, Pa? Nggak salah pilih mantu," ucap Vina senang lalu mengelap bibirnya dengan tisu.

Love in Instagram (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang