Rencana Besar

1.4K 198 16
                                    

Pusing! Al dan Ilea tak percaya keluarga mereka sangat cepat merencanakan pernikahan. Baru satu bulan acara pertunangan, langsung dihadapkan dengan persiapan pernikahan.

"Beb, kamu kenapa sih, dari tadi diem aja?" tanya Ilea saat mereka sedang makan malam di angkringan, tempat favorit anak muda Jogja nongkrong dan makan.

"Nggak apa-apa," jawab Al lesu dan wajahnya kusam.

"Kalau ada yang membebani pikiran kamu, cerita. Jangan diam seperti ini, aku jadi tidak tahu apa mau kamu."

Al menegakkan duduknya, dia menggenggam tangan Ilea yang ada di meja. Sambil menatap kedua mata Ilea, dia berucap, "Sayang, apa tidak terlalu cepat orang tua kita merencanakan pernikahan ini?" Al bertanya sangat hati-hati, takut Ilea akan salah paham.

"Maksud kamu?" Raut wajah Ilea berubah sedih bercampur bingung. "Apa kamu nggak mau kita menikah?"

"Bukan itu, Yang," sahut Al cepat. "Maksudku ... baru kemarin kita tunangan, sekarang sudah merencanakan pernikahan. Jujur, aku belum siap karena tabunganku tidak cukup untuk kita menikah. Kamu tahu sendiri berapa hasil per bulanku jadi koas. Aku cuma nggak mau merepotkan Bunda sama Ayah. Apalagi mereka maunya kita bikin pesta yang besar dan mengundang banyak orang." Al meluapkan apa yang sedari tadi menjadi beban pikirannya. Dia mengelus keningnya, merasa pening.

"Terus mau kamu apa?" sergah Ilea meninggikan suaranya. "Kalau emang nggak mau nikah sama aku, ngapain kemarin datang ke rumah ngelamar? Rencana setengah jalan begini, kamu bicaranya nggak siap! Dasar!" Ilea beranjak dari duduknya.

"Yang, jangan salah paham begitu dong." Al berusaha mencegah Ilea supaya tidak pergi lebih dulu.

"Lepasin!" Ilea menepis tangan Al yang menggenggam pergelangannya.

Beberapa orang di angkringan sampai memerhatikan perdebatan mereka. Karena malu, Al melepas Ilea dan membiarkan dia lebih dulu keluar. Belum jadi makan, Al harus membayarnya lantas menyusul Ilea keluar dari tempat itu.

"Yang, sebentar." Al berlari kecil mengejar Ilea yang berjalan cepat sambil menangis.

"Jauh-jauh dariku!" sungut Ilea menolak tangan Al yang ingin menahan pergelangan tangannya.

"Dengerin penjelasanku dulu, jangan kayak anak kecil begini." Al tak peduli meninggalkan mobilnya di parkiran, dia mementingkan Ilea yang terus berjalan cepat tanpa tujuan sambil terisak.

"Penjelasan apa lagi!" Ilea berhenti berjalan langsung menghadap Al dengan tatapan sendu dan wajah bahas air mata.

Suasana di trotoar malam itu cukup ramai, beberapa orang di sana memerhatikan perdebatan mereka. Namun, Al tak peduli, dia hanya ingin Ilea tenang dan bisa mendengarkan penjelasannya.

Sebelum berbicara, Al menatap kedua mata Ilea yang sedih. Dia tak tega melihat Ilea kecewa. Al memegang kedua bahu Ilea lalu berucap, "Baiklah, apa pun yang menjadi rencana kamu dan keluarga kita, aku ikut."

Meski perasaannya berat karena sebenarnya Al tidak mau pernikahannya membebani orang tua, tetapi demi Ilea dan keluarga, Al pasrah.

"Maafin aku," ucap Al mengelus pipi Ilea.

Beberapa saat Ilea menatap ke dalam mata Al, sendu, ada beban yang ditahan, dan tersirat keterpaksaan.

"Apa kamu terpaksa ingin menikah denganku? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku? Kalau memang lamaran kemarin adalah suatu paksaan dari orang tuamu, jangan lanjutkan ini. Aku tahu orang tua kita menginginkan pernikahan ini bukan semata-mata karena kita saling mencintai, tapi ada unsur bisnis yang mendasari."

"Aku tidak mempermasalahkan bisnis, masa bodoh dengan bisnis karena aku tidak tertarik sama sekali. Aku merasa bersalah sama kamu, apa kamu tidak merasa jika Ayah sama Om Ardian ingin memanfaatkanmu?"

Love in Instagram (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang