Rose POV

4.4K 394 12
                                    


Gelap. Itulah yang aku dapati saat ini. Mata tertutup atau terbuka sama saja. Sama sama hitam. Aku berusaha bangkit. Berjalan. Dan berusaha meraba-raba sekitar. Pengelihatan ku sama sekali tidak berguna disini. Begitu hitam dan pekat. Sunyi dan senyap.

Sama sekali tak ada titik terang. Ku tebak, ruangan ini kosong. Aku sendirian, dan hanya berputar-putar pada kegelapan, layaknya orang buta.

Ccsss!!!

Mataku sedikit menyipit ketika sebuah lampu sorot menyala tak jauh dari aku berdiri. Menyorot seorang pemuda dengan tuxedo putih yang sedang bermain piano dengan indah. Ini penerangan pertama, juga suara pertama yang aku temukan di tempat ini.

Aku berjalan semakin dekat. Semakin jelas pula wajah pemuda itu. Dia Park Jimin. Lelaki yang--aku takkan bisa berbohong bahwa lelaki itu masih memegang tahta teratas di singgasana hatiku.

Semakin dekat aku berjalan, dia mengabaikan ku. Malah semakin asyik dengan permainan pianonya yang ku akui semakin indah.

Aku berada disampingnya, lalu memberanikan diri untuk memegang bahu tegapnya. berusaha menghalau kegugupan yang sudah seperti sengatan listrik yang mengguncang tubuhku.

Dia menghentikan pianonya. Tanpa menoleh, sebelah tangannya meraih tanganku yang berada di bahunya. Lalu menggenggam tanganku bersamaan dengan tubuhnya yang bangkit. Dan kini berdiri di hadapanku.

Dia tersenyum. Senyum hangat yang selalu ku rindukan. Satu kecupan singkat ia berikan pada punggung tanganku. Aku tak tau, harus tersenyum atau menangis sekarang.

Dia mengangkat tangan kirinya, lalu melirik kan matanya kesana. Seakan memintaku untuk menjawab uluran tangan itu. Aku berusaha tersenyum dengan air mata yang sudah menggenang. Lalu menjawab uluran tangannya. Dia kembali tersenyum Damai. Dan perlahan menarik pinggangku. Yang tentu saja membuat jarak kami semakin terkikis.

Jimin membawaku perlahan dalam langkahnya. Masih dengan manik pekatnya yang mengunci tatapanku.

Oh tuhan, jika kematian bisa sedamai ini, jika kematian bisa menghantarkan ilusiku bersamanya, dan jika kematian bisa membuatku menatap orang yang kucintai ini lebih lama, maka dengan senang hati aku akan menyerahkan diriku padanya. Pada kematian.

Aku berusaha mengerti ketika langkahnya terhenti. Tangannya yang tadi memeluk pinggangku beralih menggenggam tanganku. Dia melangkah mundur, dan mengisyaratkan padaku untuk melepaskan sebelah tautan kami.

Aku sedikit merentangkan tangan. berputar dan kemudian merasakan kedua tangannya melingkar di pinggangku. Dia mendekapku dari sebalik tubuhku. Aku tersenyum ketika merasakan kehangatan nya lagi.

Aku menutup mata. Aku tak ingin air mata itu kembali terbendung. Aku hanya ingin tersenyum bersamanya sekarang. Aku bahkan tak ingin jika hanya sekedar tangis haru. Tidak. Hanya senyuman.

Namun harapan itu kembali pupus. Saat ketakutan terbesar itu kembali melintas. Aku takut jika ini adalah kesempatan terakhir ku untuk menatap wajahnya. Jika ini adalah saat terakhir aku bersamanya. Jika setelah ini aku hanya bisa berkhayal ada di pelukannya, dan hanya bisa Menangis ketika dia tak bisa lagi ku raih, bahkan ku sentuh.

Aku menatap tangan kekar itu lalu mengenggamnya erat. Sial! Air mata itu melesat dengan mudah. Cairan bening itu merembes pada gaun putih yang ku kenakan lalu jatuh tepat di tangannya. Mengetahui hal itu, dia semakin mengeratkan dekapannya yang membelit pinggangku.

Aku menoleh padanya. Tatapan damainya berubah sendu. Raut wajah penuh tanya dengan sudut mata yang berair. Dia menggeleng pelan, seakan mengatakan padaku untuk tidak menangis Lagi.

Aku menutup mata ketika wajahnya mendekat. Bisa kurasakan hidungnya menempel di pipiku. Lalu perlahan turun menyusuri ceruk leherku. Memberikan kecupan singkat disana, sedangkan aku hanya bisa mencengkeram tangannya, tertegun merasakan sensasi memabukkan darinya. Memabukkan namun begitu menggilas dan menyayat. Perih sekali.

Jimin menghentikan kegiatannya. Lalu melepaskan tautan tangan yang sedari tadi menghangatkan ku. Dalam sekejap dia membalikkan tubuhku untuk menghadap padanya.

Dia langsung memelukku dengan sebelah tangannya. Sedangkan sebelah tangannya lagi menggenggam jemariku dengan kuat. Seakan tak ingin kehilangan. Aku kembali menangis di bahu tegapnya. Membalas pelukannya.

Oh tuhan, aku sangat mencintainya. Aku tak ingin kehilangannya lagi. Tapi Mengapa takdir begitu kejam? Menghantarkan waktuku pada sebuah akhir yang sampai kapanpun tak bisa ku terima.

Namun tiba tiba, pelukan Jimin terlepas begitu saja. Aku terkesiap dan menatap Jimin yang semakin menjauh meski jemari kami masih saling menggenggam.

Kang Seulgi.

Wanita itu meraih sebelah tangan Jimin dan menariknya agar terlepas dariku. Jimin kembali menatapku setelah mengalihkan pandangan dari seulgi. Yang entah datang darimana dan sejak kapan. Tatapan Jimin begitu tak terbaca. Bingung dan didominasi oleh ribuan tanya.

Tidak! Aku takkan melepaskannya lagi. Aku harus memperjuangkan cintaku.

Aku terus mengenggam tangan Jimin. Namun aku merasakan seulgi menarik Jimin begitu kuat. Sedangkan Jimin berdiri mematung di antara kami. Menatapku dengan wajah penuh bimbang. Dia membiarkan Seulgi menariknya, namun pandangan nya masih menatapku sendu.

Aku semakin terkejut ketika sebelah tanganku digenggam secara tiba-tiba. Aku menoleh dan mendapati Junhoe juga berada disini. Dia mengganggam tanganku dan kini menarikku.

Aku berusaha menguak tangannya. Dan kini mempererat genggaman tanganku. Namun semakin kuat aku menarik Jimin, semakin kuat dan brutal tarikan Seulgi dan Junhoe yang menarik kami. Seakan memaksa untuk kami berpisah saat ini juga.

Tidak! Aku tak akan melakukan itu. Aku sangat mencintainya...

Namun ketika itulah aku merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku. Dalam rasa sakit ini, aku masih saja mempertahankannya. Aku masih menggenggam kuat tangan itu.

Namun entah kenapa, semakin kucoba, semakin kendor tautan tangan kami. Bahkan sekarang aku hanya bisa memegang ujung kemari Jimin.

Tidak!

Aku tak boleh melepasnya lagi. Dan sialnya kepalaku semakin sakit dan serasa ditusuk-tusuk. Tautan tangan kami hampir lepas...

Tidak!!!

❤️❤️❤️

Maaf ya, pendek cuma sekitar 860 word. Karena ini emang murni bagian Rose POV

Voment Jan lupa guys...

I Failed to Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang