akhir?

4.9K 447 49
                                    

Sakit terus menghujam. Tangis tidak untuk dikeluarkan, tapi diredam ke dalam. Sejalan dengan derita yang terus menikam. Menyeret luka lama yang harusnya tak dipendam. Salahkan lah, dirinya memang telah jatuh terlalu dalam.

Semakin lama, bukannya membaik. Tapi malah semakin sakit.

Banyak orang mengatakan bahwa cara yang paling ampuh menyembuhkan rasa sakit adalah tidak menghiraukan dan melupakan. Tapi bagaimana jika dua kata itu begitu mudah diucap dan malah sia-sia dilakukan. Hanya membuang waktu dan menyayat hati yang sebelumnya sudah terluka. Bukankah itu hanya membuatnya semakin parah?

'hatimu boleh hancur. Tapi jangan hidupmu.'

'kau tak bisa terus seperti ini. lupakan dia, dan jalani hidupmu yang sekarang.'

'Berikan aku sebuah kesempatan dan kepercayaan. Percayalah, hidupku untuk membuatmu bahagia.'

'Aku sangat mencintaimu.'

Tiga bulan bukanlah waktu yang cukup untuk Rose melupakan kejadian naas yang membuatnya harus menyalahkan takdir. Kejadian yang memaksanya untuk meninggalkan satu-satunya cinta yang seumur hidup berusaha ia pertahankan.

Seorang pemuda--junhoe hadir di hidupnya. Menawarkan kebahagiaan, dan menjanjikan cinta. Tapi bagaimana dengan Rose? Bahkan ia takut untuk bahagia. Menurut Rose kata itu hanyalah kotak bercorak indah yang menyimpan bara.

Bukan apa-apa. Rose hanya takut jika usaha pemuda itu berakhir sia-sia. Bahkan menerima luka seperti dirinya. Junhoe terlalu baik untuk menerima rasa sakit seperti itu.

'Menyerahkan hidupku untukmu.'

Setiap Junhoe mengatakan hal itu, membuat Rose kembali terlempar ke masa lalu. Dimana hanya pemuda Park itu yang nyaris tewas untuk dirinya. Menyatakan kata cinta dengan darah mengalir yang menjadi saksi. Bukti bahwa pemuda itu mencintai Rosè melebihi hidupnya.

Dan, sekali lagi. Mustahil Rose akan melupakannya. Seumur hidup pun, Rose tak akan bisa.

'menerimaku sebagai calon suamimu.'

Menjalani apa yang ada. Itulah yang bisa Rose lakukan. Memberi Junhoe kesempatan. Kesempatan untuk menyatukan kepingan hatinya yang sudah hancur berkali-kali. Dan setelah hatinya utuh, ia akan berusaha untuk membukanya untuk Junhoe.

'jadi, apa kau setuju jika pertunangan kita diadakan besok lusa?'

Kini Rose tidak mengutuk dirinya. Menerima Junhoe adalah pilihan terakhir. Junhoe terlalu baik untuk disakiti. Jika Junhoe tulus dengan niatnya, maka Rose pun tulus membuat rencana untuk mencintainya. Yah, rencana. Jika memang bisa.

Lalu bagaimana dengan si pemuda Park yang memegang tahta tertinggi dalam sejarah cinta Rose? Tak perlu dipertanyakan, jika Rose mangatakan bahwa ia akan melupakan perasaanya, itu bohong. Kebohongan terbesar yang pernah ia ucapkan pada orang lain. Karena pada kenyataan, Park Jimin adalah sebuah nafas. Setiap nafas yang rose hembuskan, setiap itulah Rose selalu memikirkannya. Dia selalu ada.

Suaranya, tatapan teduhnya,, belaiannya, juga pelukan hangatnya. Rose mengakuinya, Rose rindu dengan semua yang ada pada Jimin. Bahkan rindu dengan kenangan indah mereka sepuluh tahun lalu. Tapi rindu bukankah sebuah kata yang pantas Rosè ungkapan untuk seseorang yang pasti sudah membina rumah tangga sekarang.

Ya, Rose sekuat itu. Rose setegar itu menghadapinya.

Ceklek...~~

Rose menolehkan pandangannya pada pintu ruang kerjanya. Berkata-kata dalam hati, entah siapa yang masuk tanpa memberitahu terlebih dahulu. Setidaknya, sang sekretaris akan memberitahukannya.

I Failed to Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang