IV. The Silver Triangle

6.1K 825 18
                                    

Kasak-kusuk terjadi saat Leah Kaӧ menampakkan diri. Kurang dari satu jam yang lalu dia berhasil melewati labirin Hitam dan mencapai Hintarn. Kalau boleh dibilang, tanpa satu pun kesulitan berarti. Labirin itu terus menuntunnya menuju jalur yang benar—hal yang terus disangsikan Leah sejak namanya disebut dalam ramalan Gerua.

Bukan berarti Leah meragukan kelayakannya. Sama seperti Dashana, Leah juga memiliki harga diri yang akan selalu dia banggakan. Meski pun dalam dua tahun terakhir ini ... semuanya lenyap seperti tanpa sisa.

Nama Kaӧ ...

Keluarganya ...

Dan yang terpenting, dirinya sendiri.

Siapa yang akan menyambut putri pengkhianat dengan tangan terbuka?

Mereka—para siswa Hintarn—yang masih menghafali wajahnya bahkan merasa tidak perlu meredam ocehan. Leah bisa mendengar semuanya dengan jelas.

Apa yang dia lakukan di sini?

Bukankah seharusnya seluruh keluarga Kaӧ dihukum mati, atau setidaknya diusir dari Allaghur?

Buat apa membiarkannya mengasah kemampuan di Hintarn, kalau pada akhirnya dia akan berusaha lagi mewujudkan kejahatan sang Ayah?

Meredam gemuruh dalam dadanya, Leah berusaha tetap bersabar. Wajah tanpa ekspresi dipertahankannya. Dinding koridor sebentar lagi akan habis. Leah berbelok dan langkahnya berhenti mendadak.

Oh, tidak. Kenapa dari banyak hari yang akan dia lalui lagi di Hintarn, dia harus melihat laki-laki itu sekarang?

Armavir Rugaᶉ. Siapa yang tidak mengenal laki-laki itu di Hintarn? Selain Galadrim, laki-laki itu menjadi pilar yang lain. Ibunya adalah adik bungsu Raja Allaghur—satu-satunya kerabat yang tersisa setelah dua saudara laki-laki yang lain meninggal akibat perang. Jadi boleh dibilang dia punya darah kerajaan.

Tidak membiarkan jemarinya gemetar, Leah menggenggam lalu meremasnya. Perasaannya campur aduk melihat Arm melangkah maju menghampirinya.

Laki-laki itu nyaris tidak berubah. Rambut cokelatnya selalu saja terurai berantakan. Semakin dia mendekat, semakin jelas Leah bisa melihat iris jingga yang sekilas serupa kristal merah. Pertama kali melihatnya, Leah bersumpah Arm bukanlah seseorang yang ramah. Butuh waktu yang tidak sebentar supaya laki-laki itu menyadari kehadiran seseorang.

Salah satunya adalah Leah.

"Siapa sangka kita akan bertemu lagi?" Arm mengulaskan senyum samar. "Dua kali melewati labirin Hitam sebagai orang luar ... dan mereka tetap menerimamu."

Leah tidak merasa harus membalas sapaan itu. Namun ketika dia hendak melangkah melewati Arm, laki-laki itu berucap pelan.

"Ada satu orang yang masuk ke sini sebelum dirimu. Dia hampir mencapai gerbang tapi pingsan. Lalu aku membawanya masuk. Dia ada di ruang perawatan."

Leah menatapnya.

"Pergilah ke sana lebih dulu," kata Arm. "Urusanku telah selesai."

***

Tidak lama setelah Arm pergi, Caral terbangun. Denyut menyakitkan mendera kepalanya seketika. Sambil memijit-mijit kening, dia menghampiri jendela. Lagi-lagi dia berada di tempat asing. Terakhir yang Caral ingat, dia melihat seberkas cahaya sewaktu di labirin. Apakah dia gagal? Kalau begitu sekarang dia masih di Allaghur? Bukankah itu hal bagus?

Tiba-tiba dia teringat pada Yehu. Ayahnya! Di mana dia sekarang?

Buru-buru Caral mengenakan sepatu dan jubahnya. Secepat kilat dia membuka pintu lalu melesat pergi. Hampir saja dia dan Leah berpapasan—kalau saja Leah lebih cepat berbelok ke ruang rawat.

Lady of PerishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang