Dengan situasi yang belum menentu, semua kegiatan di Hintarn untuk sementara ditiadakan. Kelompok cenayang, siswa dan elemen lainnya menyibukkan diri dengan berusaha melakukan perbaikan. Terlebih mereka juga harus memberikan perhatian pada orang-orang yang mati.
Mereka yang kebetulan berada di jalur yang dilewati bayangan mengerikan itu. Predator bagi Tamaryn. Bahkan Tamaryn bukan lawan yang sebanding. Dashana hampir mati. Gadis itu kemudian menerima perawatan intensif dengan penjagaan ketat. Lalu jika orang-orang itu tidak selamat, kenapa Caral tidak terluka?
Bayangan itu berhenti persis di hadapannya, seolah-olah sengaja menghampiri.
"Kenapa kau ada di sini ...?"
Hanya Caral yang bisa mendengarnya.
Setengah melamun gadis itu menyusuri hampir tiga blok lorong asrama. Kesadarannya baru kembali kala melihat sepasang ujung sepatu seseorang. Caral mengangkat wajah, mendapati seorang pria yang berdiri tegap menghadapnya.
Karkhem Niniwaᶉ.
"Bisakah meluangkan waktu untukku?" tanya pria itu dengan seulas senyum tipis di bibirnya.
Caral tidak punya ruang untuk menolak. Saat mengajaknya, Karkhem tidak sendiri. Dua cenayang penjaga menyertainya. Caral digiring menuju ruang milik orang yang memiliki kekuasaan absolut di Hintarn tersebut. Sepanjang lorong, mereka pun mengundang tatapan penasaran para siswa.
"Buat dirimu nyaman, Nona," kata Karkhem begitu mereka masuk ke ruang dan pintu di sana telah ditutup. "Silakan duduk."
Karkhem menempati kursinya lebih dulu. Pandangannya tidak lepas dari Caral. Dia melihat bagaimana gadis itu berlaku canggung melirik ke beberapa sudut sebelum duduk di hadapan Karkhem.
"Aku selalu menunggu kapan waktu yang tepat untuk bertemu denganmu. Di luar Hintarn aku dan Putri Leah Kaӧ sudah beberapa kali bertemu. Putri Tamaryn pun telah beberapa kali datang ke acara yang diselenggarakan istana di mana aku juga diundang. Kupikir sekarang, belum terlambat bagiku untuk berkenalan dengan satu di antara kandidat permaisuri."
Caral menatapnya. Walaupun Karkhem berkata ingin mengenal Caral, kenyataannya pria itu tidak memancingnya untuk bicara. Karena tanpa mereka bertemu pun, Karkhem sudah mengetahui segala hal yang perlu dia tahu mengenai latar belakang Caral. Sebagai permulaan, kalimat tadi bisa diartikan sebagai basa-basi.
Karkhem butuh bertatap muka dengan gadis itu secara langsung, jadi dia bisa meneliti tiap detilnya. Gerua tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan hingga Karkhem harus mencari tahu sendiri. Terlebih sejauh menggiring gadis itu mengikutinya tadi, Karkhem sama sekali tidak menemukan sesuatu yang khusus.
"Pangeran harus kembali ke istana. Kau tentu sudah mendengarnya, bukan?"
Ya, sesuatu yang mengejutkan mereka semua lebih dari serangan yang mendera Hintarn.
Putra Mahkota Allaghur meninggal dunia. Seluruh negeri berduka. Termasuk wajah Galadrim yang Caral ingat berubah keruh ketika terakhir mereka bertemu kemarin. Dengan berita kematian ini, Galadrim secara otomatis naik ke urutan pertama sebagai pewaris takhta Raja Allaghur. Segala hal menyangkut calon permaisurinya kelak akan menjadi perhatian penuh negeri ini.
"Semua kandidat wajib hadir ke upacara pemakaman. Kondisi Putri Tamaryn sedang tidak memungkinkan. Putri Leah Kaӧ pun—dengan alasan yang pasti sudah kau tahu—tidak akan bisa hadir."
Caral langsung bisa menerka maksud Karkhem.
"Pelayan akan membantumu bersiap, Nona. Kita akan ke istana besok pagi."
***
Altar penuh dengan rangkaian bunga putih. Satu peti diletakkan di sana sebagai tempat berbaringnya Putra Mahkota Allaghur yang tidak lagi bernapas. Sang Raja berdiri di dekat pangkal peti. Sorotnya tidak bisa diartikan. Wibawa pria paruh baya itu tetap terjaga meski seharusnya kesedihan menghiasi raut wajah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady of Perish
FantasyKetika terpilih menjadi calon Ratu maupun seorang permaisuri pangeran, akan ada dua hasil akhir: menjadi Ratu sesungguhnya, atau mati. Tiga kandidat yang disebutkan ahli nujum negeri akan digiring masuk ke labirin Hitam, menuju ke akademi Hintarn un...