XVI. A Bastard

2.9K 489 30
                                    

Di tengah hiruk pikuk pasar siang itu, Caral bergeming di salah satu toko berlantai dua. Dia sendiri tengah ada di lantai atas, tepat di pinggir balkon. Pandangannya memindai. Jalan tercepat demi mencapai tujuan mereka adalah melewati pasar. Seragam siswa Hintarn akan sangat mencolok di antara orang-orang yang bersliweran. Tapi sejauh ini Caral belum melihat mereka.

"Kenapa aku tidak berangkat bersama mereka saja?" tanya Caral setengah menggerutu.

Tidak jauh darinya, Thorell hanya tersenyum sembari menyesap teh.

"Itu bukan bagianmu, Caral." Laki-laki itu terkekeh. "Tugasmu hanya mengawasi. Aku pun di sini hanya memandumu—Cuma di awal saja."

Caral mendesah singkat. "Jadi? Apa yang sebenarnya jadi tugas mereka kali ini? Aku sudah banyak membaca kegiatan-kegiatan para siswa di luar Hintarn dalam jurnal di ruang arsip. Tapi tetap saja aku tidak akan tahu jika Kepala Sekolah tidak memberi petunjuk."

"Benar juga ya ..." Thorell mengangguk-angguk. "Gerua pun tidak bisa memberikan informasi yang detail, jadi aku yakin mereka juga belum tahu persisnya."

"Bagaimana mungkin mereka mengerjakan tugas yang tidak mereka tahu?"

"Baiklah, sebenarnya sebelum masalah di utara itu mencuat, orang-orang sering mendengar suara yang aneh."

"Aneh?"

Thorell menggaruk pelipis. "Arah utara memang memiliki energi yang paling kuat menyangkut hal yang magis. Beberapa cenayang benar-benar pergi sejauh itu untuk berdoa dengan membawa persembahan yang sangat mahal. Tapi ... karena energinya yang terlampau kuat, kadangkala persembahan yang mereka bawa tidak cukup. Roh, atau apa pun itu kadang menuntut tumbal lain."

"Tumbal lain apa?"

"Itu ... oh! Mereka muncul juga akhirnya!" Thorell berseru begitu melihat tiga siswa yang mereka tunggu-tunggu.

Yabes dan seragam hijaunya, dan dua siswa lain yang berseragam merah dan biru. Tiga orang dengan ekspresi yang terlalu serius. Apakah mereka sedang ketakutan? Karkhem juga tidak pernah berkata kalau tugas mereka kali ini adalah sesuatu yang berat. Tapi apa dia bilang? Pastikan tidak ada seorang pun yang terbunuh?

"Sebelum aku pergi, ada yang harus kuberikan padamu." Thorell melangkah menghampiri Caral dan mendekat ke pagar balkon. Mendadak dia bersiul nyaring sekali. Laki-laki itu mendongak, dan Caral pun mengikuti arah pandangannya.

Sekelebat bayangan muncul, membuat Caral mengerjap tidak percaya. Burung itu bertambah besar perlahan saat mendekat. Seekor rajawali. Hewan itu kemudian hinggap dengan angkuhnya di atas pagar.

"Dia baru beranjak dewasa," komentar Thorell. "Berilah dia nama Caral. Aku yakin dia akan sangat membantumu nanti. Jika keadaan berubah genting, kau bisa langsung mengirimkan pesan ke Hintarn. Dia pun bisa melacak keberadaan pangeran. Nah, semoga berhasil."

Thorell berpaling kemudian melangkah pergi dengan sedikit terburu-buru. Laki-laki sialan itu juga sama sekali tidak memberi kesempatan Caral untuk bertanya hal lain. Dan kenapa juga Caral harus memelihara rajawali? Caral melirik burung itu, dan langsung mendapat tatapan tajam yang agak menyeramkan.

Caral bingung siapa yang bisa membantunya saat ini. Pertanyaan pertamanya mengenai si Burung besar itu diucapkan langsung dengan nada menggerutu.

"Kau makan daging atau biji-bijian?"

***

Yabes dan dua siswa lainnya akhirnya sampai di tempat yang mereka tuju. Tepatnya sebuah bukit dengan banyak reruntuhan di mana-mana. Ada beberapa pohon yang bisa dihitung jari. Tapi saking besarnya hingga bayangannya hampir menutupi separuh tempat itu. Mungkin mereka telah berumur ratusan tahun.

Lady of PerishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang