Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

2

44.5K 1.5K 24
                                    

"Raiser sialan, kenapa dia begitu kejam padaku!"

Kerutu Rivana menuruni satu per satu anak tangga. Setegah hari memendam amarah sudah membuat lambungnya ikut teriak histeris karena lapar. Oh damn! Akhir bulan ini ia harus irit pengeluaran. Sampai kiriman uang tambahan dari orang tuanya tiba. Jika saja si kriting menyebalkan itu tidak menguras uang sakunya untuk membayar jasa laundry, mungkin saja hari ini ia bisa makan makanan yang enak di Minsa.

Dua minggu yang lalu, Rivana tidak sengaja menumpahkan capucino miliknya ke denim mahal si congkak. Yang paling menjengkelkan Alfandi tidak mau menerima denim itu, yang katanya masih belum bersih dari noda. Bayangkan, Rivana sampai melakukan lima kali laundry hanya untuk satu denim jaket saja. Ah, terkutuklah kau congkak! Karena lelaki itu ia jadi kelaparan.

Hembusan angin yang meyayat kulit ketika berada di luar gedung. Membuat langkah Rivana terhenti. Ia menyesal tidak memakai jaket tebalnya, tubuh mungilnya hanya dibaluti sweater tipis berwarna kuning saja.
Ia harus segera mengisi lambungnya dengan makanan, jika tidak ia akan mati kelaparan karena masih ada dua kelas lagi yang harus ia ikuti. Dengan langkah cepat, Rivana berjalan setengah berlari menuju Minsa-kantin.

Ia memilih menu berat beef hamburger dipadu dengan kentang keju kering. Ia harus memakan makanan yang mengenyangkan supaya nanti tidak tergoda untuk membeli hal lain. Ya, tahu sendiri wanita, jika melihat sesuatu yang lezat, jin dalam dirinya seakan meraung untuk minta dibelikan.

Baru saja ia mengigit burger itu dua kali gigitan, suara horor yang sangat menjengkelkan kembali didengar.

"Apa makanan itu terlalu enak, sampai kau kembali mengabaikanku Nona Buluk!"

Rivana bersegera menaikan pandangan. Tepat di hadapannya, wujud yang mesti dia hindari berdiri di sana.
Shit! Kenapa hari-harinya selalu dihantui oleh wajah menyebalkan itu. Rivana menatap tidak percaya, apa ini wujud asli dari Alfandi, atau hanya imajinasinya karena lapar.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, merindukanku, Rivana?"

Ternyata itu bukan halusinasinya. Tunggu! Apa katanya tadi? Rindu? Apa otak si kriting itu sudah mulai mendidih oleh sikap congkaknya. Untuk apa ia merindukan manusia sekejam dia. Sampai rambut kritingnya berubah lurus, itu tidak akan terjadi. Kutuk Rivana dalam hati.

"Apa lagi yang kau mau? Untuk apa kau menemuiku ke sini."

"Menemuimu?" Alfandi tergelak,"Kau tidak melihat kalau di sini tempat makan, tidak kau saja yang merasa lapar gadis buluk, aku juga."

"Terserah kau saja, lebih baik kau cepat-cepat menyingkir dari hadapanku Tuan Raiser!"

"Kau bukan majikanku, jangan seenaknya memerintah."

Rivana menatap sinis pada tiang litrik berjalan itu. Apa dia lupa dengan ucapannya dulu. Jika berdekatan dengan gadis buluk sepertinya, ia akan ketularan buluk. Atau jika ia bersentuhan dengannya, ia akan terkena penyakit kulit mematikan. Hei coba lihat, sekarang manusia sombong itu selalu saja berkeliaran di sekitarnya. Bahkan, dia menyuruhnya untuk menghindari dan menjauhi, tapi si pongah itu selalu suka menyentuh rambutnya yang katanya kering seperti daun. Cih, tidak punya pendirian. Ia lebih senang bila si kriting menyebalkan itu tidak lagi menunjukan wajah angkuhnya, sangat menyebalkan.

Pria dengan mantel dongker itu seenaknya mengambil duduk berseberangan dengan Rivana. Meletakkan nampan berisi burger yang persis seperti makanannya. Rivana melotot, memandang dengan tatapan tidak suka.
"Lalu kenapa kau ikut duduk di sini, kriting menyebalkan? Kau tidak melihat masih banyak kursi yang kosong!"

Kriting? Alfandi menaikan satu alisnya, lalu satu tangannya reflek menyentuh kepala. Ia meraba-raba rambutnya yang baru saja dibilang kriting oleh gadis itu. Sebenarnya dia tidak kriting, hanya saja memiliki rambut ikal, tepi-tepi rambutnya melentik ke atas. Tidak dipermaslahkan sih. Suka-suka si gadis buluk memangil dia apa. Ia kembali fokus ke nampan berisi burger dan kentang keju itu.

Mr. CongkakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang