Satu hari tidak melihat wajah manis Rivana, terasa satu abad bagi Alfandi Raiser. Ya, tiap malam ia selalu me-impikan sosok gadis jelita itu berada di sampingnya. Sayang, dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengungkap 'kan isi hatinya. Di balik kegengsiannya, ia juga merasa takut jika ditolak. Tahu sendiri hubungan mereka seperti apa. Dan gadis yang memiliki mata indah itu terlihat sangat membencinya.
Pukul 7 pagi, Alfandi bersegera menyeret kaki panjangnya menuju apartemen Rivana. Biasanya gadis itu akan berangkat dengan jalan kaki menuju kampus. Jarak dari tempat ia tinggal tidak terlalu jauh, hanya melewati satu taman kecil di tepi jalan, deretan toko makanan dan Universitas.
Alfandi menyembunyikan dirinya di balik pohon, sambil memerhatikan pintu gedung wohnung . Karena gadis itu ia jadi seorang stalker. Sangat memalukan jika ketahuan oleh penggemarnya maupun keluarga besar Raiser. Tapi ya, mau bagaimana lagi, demi cinta.
Alfandi menutup kepalanya dengan Hoodi berwarna hijau lumut. Tanpa mengalihkan pandangan pada pintu keluar, nafasnya yang mengepul mengeluarkan asap. Menunjukan, bahwan di luar sana sungguh sangat dingin. Ya, salju cukup tebal di area ia berdiri.
"Lama sekali dia keluar!" gumamnya tidak sabar.
"Apa dia sedang berdandan? Tidak berdandan pun dia masih terlihat manis."
Alfandi terkekeh dengan ucapanya sendiri. Rasanya hari ini ia begitu merindukan gadis itu. Rindu mendengar teriakannya. Ia suka melihat bola mata almon Rivana saat berubah melebar ketika marah dan mengecil ketika ia tertawa. Ya, dia menyukai apa yang di miliki gadis itu. Sungguh! Apa lagi jari-jarinya yang kurus.
Tidak lama seorang gadis memakai jaket cokelat berbulu, rambutnya dikuncir ke atas. Tampak keluar dari pintu besi dan berjalan menelusuri trotoar. Seketika itu Alfandi kalang kabut sendiri, ia ketakutan jika Rivana mengetahui persembunyiannya. Itu juga berhubungan dengan harga dirinya nanti. Tapi berutung Rivana tidak menemukan ia sedang membuntutinya pagi ini.
Alfandi mempercepatkan langkah, untuk menyapa gadis itu. Apa salahnya dia berubah sikap menjadi sedikit manis dan ramah. Ya, mungkin ini saatnya untuk menunjukan perasaan sedikit demi sedikit. Tapi langkahnya terhenti setelah melihat sosok pria lain lebih dulu mendekati Rivana.
"Daniel Tronton!" gumam Al menahan amarah.
Berani sekali si rambut kakek kakek itu mendahuluinya. Damn damn damn! Lihatlah, apa yang sedang ia lakukan. Si rambut albino sedang menggoda pujaannya. Membuat gadisnya terlihat malu-malu. Brengsek!
Alfandi mengepalkan tinjunya hingga mengkilat. Ia ingin sekali mematahkan tulang-tulang pria bajingan itu. Tidak! Sabar! Tunggu sebentar lagi. Jika dia mengulanginya, tidak akan ada ampun.
.
.
.
.
Makan siang di Minsa.Alfandi mengikuti Rivana dari belakang. Hingga mereka berjajaran menunggu giliran untuk mendapatkan makan siang. Sempat gadis itu berpapasan dengannya. Namun, ia hanya menunjukan tatapan tidak suka seperti biasa, lalu menoleh begitu saja dan pergi duduk bergabung dengan temannya.
Tanpa di sangka, Daniel kembali menghampiri gadis itu. Ia memilih duduk di samping Rivana. Bahkan membiarkan bahu mereka saling menempel.
Alfandi kembali terlihat emosi, ia berjalan ke meja di mana Juna sudah menunggunya. Ia mendudukan tubuhnya di salah satu kursi.
"Kau baik-baik saja, Al?" tanya Juna mengetahui apa yang sedang diperhatikan temannya.
"Yes, I'm Good," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.
"Jangan terlalu di pikirkan, mungkin mereka hanya berteman."
Alfandi menarik nafas dalam, menjatuhkan pandangan pada minuman bersodanya,"Hanya berteman? Sampai duduk sedekat itu, bulshit!" sargahnya, meminum botol itu hingga habis setengah. Tatapan tajam Al tidak lepas dari dua manusia yang berani memancing amarahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Congkak
RomanceRivana Ravesa hanya ingin kehidupan perkuliahan yang tenang di kota Berlin seperti yang selama ini dia impikan, tetapi hal itu tampaknya tidak mungkin terjadi ketika Alfandi Raiser muncul di kehidupannya. *** Semua berjalan sempurna bagi Rivana Rave...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi