18: Gone

142 8 0
                                    

Part 18

Saat ini aku membutuhkan keajaiban Cepatlah sekarang, aku butuh keajaiban Terdampar, menjangkau Aku memanggil namamu tapi kau tak ada di sini

Dalam kegelapan apartemen itu moza meringkuk memeluk dirinya, semenit sekali gadis itu akan melirik jam, hal itu terus ia lakukan hingga jam menunjukan pukul 10 malam. Moza kembali menghela nafas hingga bunyi pintu terbuka membuat moza terdiam tanpa bergerak, nafasnya nyaris tercekat saat pintu kamarnya terbuka dan kembali tertutup.

“kau menungguku?” suara berat itu menyentak Moza hingga gadis itu bangun dan menatap sosok tinggi bermantel hitam yang berdiri disamping ranjang, menatapnya dibalik gelapnya ruangan. Moza segera mendekat dan memeluk pinggang Maizo erat dengan desahan nafas lega. Ia takut jika Maizo pergi tanpa pamit padanya.

Maizo melempas mantelnya dan duduk dibibir ranjang, mengelus pipi Moza dan mengecup pipi itu lalu bibirnya “tidurlah” bisik Maizo lalu mengusap kedua mata Moza dengan ibu jarinya dan memeluk Moza lalu membaringkan istri kecilnya itu.

Moza meringkuk mendekati Maizo lalu memeluk pinggang pria itu. Maizo mengelus rambut halus Moza dan semakin mengeratkan pelukannya ketubuh mungil Moza, menjaga istri kecilnya tetap hangat dalam pelukannya. “Maizo” panggil Moza membuat pria itu menunduk dan menatap mata Moza dalam kegelapan.

“hm?”

“Maizo” panggil Moza sekali lagi membuat Maizo mengernyit dan meraih dagu Moza dan mendongkakan wajah istri kecilnya agar menatapnya. Maizo terserang rasa bersalah melihat mata cantik itu berkaca-kaca.

“ya, katakan sesuatu Moza” bisik Maizo lalu mengecup bibir basah Moza dan mengelus rambut halus istrinya dengan sayang, semampu mungkin Maizo menenangkan Moza namun rasa sakit didada Maizo menjadi bukti apa yang moza saat ini rasakan.

“Maizo” panggil Moza dan air matanya jatuh dan ia terisak menutup wajahnya membuat Maizo diam dan memeluk Moza. “jangan tinggalkan aku, kumohon” ucapan itu semakin membuat Maizo merasa bersalah, ia harus meninggalkan Moza dalam waktu yang sangat lama. Sendirian.

“aku akan kembali Moza. Itu janjiku..” ucap Maizo lalu menarik tangan Moza yang maih menutup wajahnya dan terus terisak. “berhenti menangis” suara Maizo terdengar datar membuat Moza menghapus air matanya dan menatap Maizo.

Moza terdiam beberapa saat melihat sosok lain didepannya, Maizo benar-benar berubah dari yang ia lihat. Yang berbaring disampingnya adalah sosok berambut putih panjang bagaikan sutra, wajahnya pucat, bibirnya merah layaknya ceri, telihat gigi taring kecil disudut bibirnya saat ia tersenyum.

“Maizo?” Moza mengusap pipi halus dan dingin itu tak percaya, Maizo meraih tangan Moza yang mengelus pipinya itu dan mengecupnya lembut.

“kau mengingat wujut ini sayang?” suara Maizo terdengar dan Moza mengangguk, matanya terus menatap mata biru Maizo yang berkilat cerah dalam kegelapan. “aku sangat merindukanmu, meninggalkanmu selama lima tahun adalah hal terburuk. Tapi aku harus melakukannya, dami kau dan semuanya” bisik Maizo.

Moza segera memeluk Maizo erat dan terisak kecil, sungguh merindukan sosok didepannya, mengingatkan akan Maizo yang dirindukannya selama ini. Sosok Maizo dingin dan arogan namun disatu sisi selalu bersikap hangat dan manja padanya. Layaknya hewan kecil yang selalu tidur dipangkuannya dan akan tertidur jika Moza mengelus rambutnya, ia merindukan sikap itu. “aku sungguh merindukan sosok ini” bisik Moza semakin mengeratkan pelukannya membuat Maizo terkekeh dan menghujam Moza dengan kecupan dipuncak kepala gadis itu lalu turun kejidat, mata, pipi dan bibirnya.

“ijinkan aku melakukannya Moza, setelah itu aku tidak akan menyakitimu” suara dingin dan mendominasi itu menutupi sikap hangat dari sosok Maizo yang dikenal Moza selama ini. Sebelum mencerna ucapan pria yang kini menjadi suaminya itu, Maizo telah berada diatas Moza, mengungkung Moza dengan tubuh besarnya membuat Moza gelisah dan ketakutan.

She Is My Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang