prolog

21.7K 533 31
                                    


Hari pertama Ara masuk kursus di salah satu kota yang jauh dari desanya.
Sungguh ini pengalaman pertamanya pergi ke kota yang jauh dari keluarga.

Untungnya Ara tidak sendiri di kota. Dia bersama satu sahabatnya, Milly. Tapi tidak satu jurusan. Milly kuliah di salah satu fakultas teknologi. Dan Ara kursus komputer di sebelah gedung fakultas nya Milly.

Ara sebenarnya juga ingin kuliah sama dengan Milly tapi apa boleh buat keterbatasan dana yang membuatnya harus kursus saja. Kata Milly, "Enggak apa lah Ra, lo kursus aja kalo enggak punya dana buat kuliah. Toh sama aja jurusannya kan? Nanti apa yang enggak lo dapet di kursus bisa gue sharing ilmu gue ke lo Ra." kata Milly menyemangati Ara.

"Lo beruntung banget Mil, udah orang kaya, pinter lagi. Engak kayak gue. Terbatas dan enggak pinter-pinter banget lagi tuh. Iri deh gue sama lo" Ara merasa prihatin dengan kehidupan nya sendiri.

Anak dari petani dan hidup dengan keterbatasan. Berbeda dengan milly yang anak dari bos perusahaan besar. Sungguh Ara merasa diri nya sangat kecil dihadapan milly.

Ara juga ingin hidup seperti Milly yang kaya plus pinter. Apa pun yang dia ingin tinggal sebut aja. Apalagi dia anak tunggal pasti di manja. Lain lagi dengan Ara yang punya banyak saudara. Dan jika punya apa-apa pasti harus berbagi dengan adik-adiknya.

"Seharusnya lo tuh bangga jadi diri lo, Ra. Lo tuh orang baik, orang paling sabar yang pernah gue temui. Lo juga orang nya tulus. Enggak modus-modus." Ucap Milly sambil terkekeh di akhir ucapannya.

Ara masih bingung, "Hmm, Mil? Kok lo mau temenan sama gue? Padahal kan gue enggak punya uang yang banyak. Dan juga gak famouse. Biasa tuh kan ya, orang kaya temenan nya sama orang kaya juga. Gak mau temenan sama orang miskin yang enggak punya apa-apa kayak gue ini."

"Ya Ampun Ra. Mau tau apa alasannya?"

Ara mengangguk penasaran.

"Tuh yang gue sebutin tadi alasan nya."

"Maksud lo?"

"Lo tuh orangnya baik, Ra, tulus juga kalau berteman. Kalau yang lain temenan sama gue mah cuma mau manfaatin kekayaan gue aja. Tapi lo beda, Ra. Itu yang buat gue suka temenan sama lo."

"Masa sih Mil? perasaan gue enggak baik deh."

"Tuh lo selalu aja merendah. Pantes aja badan lo gak tinggi-tinggi." canda Milly pada Ara.

Ara memonyongkan bibirnya kesal dengan ucapan Milly. Tapi dia hanya berpura-pura merajuk saja. Dan tidak mengambil hati ucapan Milly. Dia melakukan itu agar Milly tidak lagi menggodanya.

"Siap-siap yuk. Bentar lagi gue masuk kampus nih." Ucap Milly saat melihat jam ditangannya menunjukan pukul 7. Satu jam lagi dia ada ospek di kampusnya.

"Oya. Kalian ospek ya hari pertama ini, semangat ya Mil. Untung gue gak di ospek. Hehe." ucap Ara menyemangati milly yang akan di ospek oleh seniornya.

Untung saja ara kursus jadi tidak perlu melewati masa masa ospek yang mengerikan itu.

Saat ini mereka berada didalam kamar Ara di kontrakan yang di sewa oleh milly. Ara sebenarnya juga ingin membayar uang sewa kontrakan tersebut tapi Milly bersikeras melarangnya. Milly tau dengan keadaan keuangan Ara sekarang. Dia tidak akan setega itu membiarkan Ara lebih tersiksa dengan masalah keuangan.

Ara keluar dari kamar milly dan Mereka bersiap siap dikamar mereka masing-masing. Saat mereka sudah siap mereka berangkat bersama dengan mobil milik Milly.
Setelah mengantar Ara ke tempat kursusnya Milly langsung ke kampusnya yang berada di sebelah gedung tempat Ara yang jaraknya dua kilometer.

***

Ara memasuki area gedung. Dia takjub dengan gedung yang ada di depannya ini. Sangat tinggi menjulang. Sebelumnya di desanya belum ada gedung tinggi seperti di kota. Dia hanya melihat gedung tinggi melalui televisi. Tapi saat ini dia melihatnya secara langsung.

Dia sedikit ngeri membayangkan jika terjatuh dari atas gedung tersebut. Pasti badannya akan hancur.
Ara bergidik ngeri, lalu melanjutkan langkahnya.

Ara segera memasuki gedung tersebut setelah dia puas dengan ketakjuban nya.

"Duh kemana ya? Ruangan ara dimana sih ini. Kan Ara enggak tau." ucapnya pada dirinya sendiri karena tidak tau harus kemana. Dia juga tidak tau harus bertanya ke siapa.

Dia lalu berjalan ke atas menaiki tangga darurat. Dia tidak mau menggunakan lift. Dia merasa ngeri karena di pikirnya itu ruangan sempit yang penuh orang. Juga dia tidak tau cara menggunakan lift.

Sampai di lantai dua. Ara bertanya ke seseorang, "Eh, mbak tunggu!" ucapnya sedikit berteriak. Karena orang yang ia ingin tanyai berlalu begitu saja.

"Ada apa?" Tanya orang itu bingung.

"Emm ruangan saya di mana ya, mbak?" tanya Ara dengan polosnya pada orang itu.

Orang itu mengernyit bingung memperhatikan Ara dari atas hingga bawah.

"Kok diam aja sih, mbak. Kalau enggak tau ya jawab dong mbak. Enggak usah diam gitu. Kan saya jadi binggung." cerocos ara lagi.

Langsung orang yang di tanya Ara tambah bingung. Mana dia tau di mana ruangan Ara, dia saja tidak kenal dengan Ara itu siapa. Dia juga mahasiswi baru di situ.

"Mana gue tau. Emang gue ini emak lo apa?" Ucap orang itu dengan nada jengkel.

"Ihh, mbak kan saya nanya. Biasa aja dong jawabnya."

"Eh lo yang ngeselin ya. Bukan gue!" ucapnya sedikit membentak tersulut emosi.

"Enggak usah bentak juga kali, mbak. Kan cuma nanya. Kalau enggak tau ya udah sih enggak tau aja." jawab ara kesal dengan orang yang di tanyai nya.

"Heh?" Orang itu semakin binggug dengan tingkah absurd Ara. Yang salah siapa sebenarnya. Kenapa lalu dia yang marah-marah?

"Saya mau pergi. Jangan ganggu saya mbak. Permisi" ucapnya sambil berlalu meninggalkan orang itu yang masih bingung dengannya.

***

Setelah berapa lama ia mencari ruangan nya ternyata ketemu juga. Ruangan E 3 di lantai 4. Cukup jauh juga jika menggunakan tangga.

Saat ara ingin melangkah masuk ke ruangannya tiba-tiba seseorang menabraknya. Lalu Ara terhuyung ke samping lalu lengannya menabrak pintu.

"OI! jalan hati-hati dong." kesal Ara pada orang itu.

Orang itu lalu menoleh pada Ara. Dia rupanya tadi tidak sadar kalau ada orang di depan pintu.

"Lo lagi?" Ia terkekeh, "itu mungkin azab karna udah buat gue kesal tadi. Hahahaha" cerca orang itu pada Ara.
Rupanya dia adalah yang Ara tanyai tadi dilantai satu.

Sialnya Ara dengan orang itu satu ruangan. Pasti akan ada bahaya-bahaya lainnya yang akan terjadi.
Ara hanya mengeram kesal pada orang tersebut.

Ara mencari kursi yang kosong lalu duduk di sana. Ara mengambil tempat duduk yang tengah. Tidak terlalu depan dan tidak terlalu belakang juga.
Jadi menurutnya itu angle yang pas.

Dia melihat lihat pada teman-teman satu ruangannya dan matanya berhenti pada satu orang. Orang yang tadi menabraknya. Ternyata dia duduk di baris ke dua dari depan. Arah jam sebelas dari tempatnya itu.

Orang itu juga ternyatanya melirik ke arah Ara. Lalu dia memberi tatapan sinis pada Ara. Ara tak mau kalah dengan hanya berdiam diri jadi dia membalas dengan tatapan seolah mengatakan 'Apa lihat-lihat!"

Dosen Nano-NanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang