Part 1

19K 1.2K 230
                                    

Sakura memutar mata, menatap layar komputernya yang berisikan jadwal sang bos, Uchiha Sasuke selama jangka tiga minggu ke depan sudah dia tulis dengan rapi dan apik, siap untuk dicetak dan dilaporkan.

Dia melirik kertas di samping map. Surat pengunduran dirinya juga sudah siap dan dia tanda tangani dengan sepenuh hati. Sekarang, Haruno Sakura yang berjiwa bebas akan kembali. Dia akan lepas dari bayang-bayang sekretaris si bos menyebalkan macam Uchiha Sasuke yang senang menyiksanya dengan segala aturan dan perintahnya.

Senyum Sakura melebar, membuat ruangan tim divisi umum yang berada di sebelahnya berisik dengan bisik-bisik menerka apa yang terjadi dengan sekretaris kesayangan si bos itu.

"Dia gila?"

Sakura mengabaikannya. Walau ruangan mereka hanya dibatasi pintu kaca, dia masih mampu mendengar semua obrolan dengan jelas.

Seakan semua panca indera-nya sudah mati, Sakura tidak peduli dengan omongan tetangga, yang dimaksud disini adalah rekan sejawat, pegawai, bahkan makian dari si bos sendiri. Sakura sudah sangat kebal.

Dia berjalan, mengetuk pintu kayu itu dua kali dan bergegas masuk. Tanpa perlu ucapan dari sang bos di dalam. Sebagai sekretaris pribadi, Sakura punya akses yang lebih bebas berkeliaran di sekitarnya.

Sasuke mengangkat mata dari tabletnya, dia berdeham, bersandar pada kursinya dengan raut angkuh saat Sakura menaruh dokumen di atas meja dengan senyum manis.

"Itu jadwal untuk minggu depan," katanya.

Sasuke mengambil dokumen itu dan melempar tabletnya. Sakura menghembuskan napas panjang. Kalau-kalau dia harus mencari tablet baru untuk atasan yang ceroboh dan tak sayang barang itu.

Sasuke membacanya dan dia mengangguk tipis. Sakura kembali tersenyum. "Dan ini, surat pengunduran diriku."

Bagai tersambar petir di siang hari, Sasuke mengernyit. Dia sepenuhnya menatap Sakura yang masih memasang senyumnya dengan dokumen baru di atas meja. Surat pengunduran diri itu terlihat jelas di matanya.

Sasuke mendengus, dia memutar kursinya menatap lekat-lekat sekretaris yang sudah bersamanya lima tahun itu. "Kau waras?"

"Sangat waras, Tuan," jawab Sakura, masih dengan senyuman. "Lima tahun, aku rasa sampai di sini kerjasama kita sebagai tim."

Sasuke tidak percaya. Dia mendengus sekali lagi, membuka dokumen itu dan membaca lengkap isinya. Surat pengunduran diri itu benar-benar ditulis Sakura di sana.

"Untuk alasan apa?" Sasuke menutup dokumennya. Seolah mereka adalah musuh. "Kau terkena penyakit mematikan?"

Sakura mendengus. Senyumnya lenyap, tetapi sikap profesionalnya kembali mengambil alih. Dia menarik sudut bibirnya, tersenyum separuh. "Untuk alasan pribadi, tentu saja."

"Alasan pribadi?" Sasuke mendesis. "Apa itu?"

"Alasan pribadi," Sakura kembali mengulang. "Kau mengerti maksudnya, bukan? Pribadi, itu artinya privasi. Hanya aku yang tahu," Sakura kembali tersenyum mendapati ekspresi masam Sasuke yang kental.

"Aku sudah bilang pada pihak HRD, mereka akan membuka lowongan baru untuk posisi sekretaris dari dalam kantor, setelah itu baru membuka untuk publik."

Sasuke melempar tatapannya ke jendela, dia melirik Sakura yang masih berdiri membatu. Pikirannya melalang-buana mencari-cari apa letak kesalahannya pada sang sekretaris yang membuat dirinya amat bergantung selama lima tahun ini, tidak, mungkin selama tujuh tahun.

"Kalau begitu, aku permisi," Sakura membungkuk sebentar kemudian berbalik, langkah sepatunya menggema di ruangan Sasuke yang senyap bersamaan dengan napas pria itu yang semakin memberat.

StitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang