dua

43 9 3
                                    

Suara guru Sosiologi berusia lima puluhan, berkacamata, tidak membuat Keanna beringsut dari posisinya. Tangan terlipat di atas meja, kepala dibenamkan, dan mata terpejam, di meja kedua barisan paling pojok, barisan depan meja guru. Tubuh cewek yang duduk di depannya mampu menutupi apapun yang Keanna lakukan di tempatnya seperti main ponsel, minum susu, dan tidur.

Sebelum terlelap, Keanna mendengarkan penjelasan Bu Nisa— guru Sosiologi sambil minum sekotak susu rasa karamel. Setelah kenyang, baru dia mencari posisi yang nyaman umtuk tidur siang.

Adiv—cowok berbadan besar yang duduk di samping Keanna—tidak sedikit pun berusaha membangunkan ketua kelasnya yang tertidur itu. Bisa-bisa Keanna berubah jadi macan seketika.

"Semua sudah paham?" tanya Bu Nisa, yang dijawab serempak oleh penghuni kelas IPS 1, membuat Keanna sontak mengangkat kepalanya. "Baik kita mulai satu-satu, ya."

"Ibu!" seru Keanna sembari mengangkat tangan kanannya, "Saya belum paham."

"Keanna belum paham?" tanya Bu Nisa, dijawab gelengan oleh Keanna.

Dengusan dan cibiran cowok-cowok perusuh kelas terdengar ke telinga Keanna. Aster dan Bintang juga menahan tawa akibat kelakuan Keanna. Padahal Keanna yakin, banyak di antara mereka yang masih butuh penjelasan ulang.

"Ibu jelaskan lagi, ya." Bu Nisa menatap Keanna, Keanna pun mengangguk.

"Makanya jangan tidur," ceplos Andra—cowok ekskul basket berbadan tinggi-besar, yang merupakan salah satu 'penghibur' dan perusuh kelas.

"Bawel," balas Keanna, kemudian menatap ke arah Bu Nisa yang tengah menjelaskan semuanya dari awal. Hampir saja Keanna tidak bisa menjawab kuis lisan-dadakan yang selalu terjadi saat pelajaran Sosiologi.

Saat giliran menjawab Keanna sudah dekat, Keanna menoleh pada Bintang yang duduk di barisan sebelahnya, sejajar dengan dirinya. "Bantuin, gue gak tau," kata Keanna dengan suara pelan. Maklum, otaknya belum berfungsi maksimal karena bangun tidur.

"Keanna?" Bu Nisa memanggil, tanda agar Keanna segera menjawab.

"Nilai keindahan, contohnya pemandangan, Bu," jawabnya. Bu Nisa mengerutkan keningnya sebentar, lalu mengangguk setuju dengan jawaban Keanna.

"Aster," Keanna menoleh ke barisan sebelahnya, paling belakang, tempat Aster sedang memainkan ponsel yang tertutupi jaket di atas meja. "Ke toilet, yuk."

"Gue belom jawab," Aster menutup ponselnya dengan jaket untuk menatap Keanna, "sama Bintang, tuh."

"Star," panggil Keanna. Memanggil Bintang dengan bahasa Inggris belakangan ini menjadi kegemarannya. Lagipula, kedengaran bagus. "Toilet, yuk."

Bintang mengangguk dengan senyum semangat, "Lewat IPA, ya."

"Hem." Keanna pun bangkit dan berjalan ke meja guru yang hanya empat langkah lebar dari tempat duduknya, disusul Bintang di sebelahnya.

"Bu, ijin ke toilet."

Bu Nisa menatap bingung kedua gadis di hadapannya ini. "Satu-satu ya, gantian."

"Yah, saya mau ambil pembalut, Bu. Takut nembus," jawab Keanna dengan volume kecil.

"Saya kebelet banget, Bu. Tadi aja nunggu giliran saya dulu," Bintang menambahi.

Keanna pura-pura bergerak tidak nyaman, "Bu, ijin ya, Bu." pintanya, diiringi oleh anggukan Bintang.

Bu Nisa membetulkan kacamatanya, "Ya sudah, ya sudah. Jangan lama-lama, ya."

"Siap, Bu!" sahut Bintang. Mereka pun berjalan menuju pintu dengan senyum sumringah.

"Pinter akting juga lo berdua ye," kata Putra sambil menatap keduanya dengan decakan kagum. Keanna maupun Bintang tak menggubris, hanya menoleh, lalu keluar dari kelas.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang