Bel tanda usai ujian telah berbunyi. Kelas-kelas sudah kosong, dan kini koridor yang penuh dengan siswa-siswi berseragam putih abu-abu.
Keanna berhenti melangkah ketika Feli berjalan ke arahnya. Padahal, niatnya ingin menghampiri Feli di ruang ujiannya. Tunggu, pasti niat Feli untuk menghampiri Keanna terletak di nomor dua.
"Gabe kemana?" tanya Feli sambil mengeluarkan masker warna abu-abu gelap dari tas tentengnya.
"Hmm," Keanna menyapu pandangannya ke koridor yang penuh manusia ini. Ia berputar 180 derajat, "Tuh, sama gengnya."
Feli menatap ke arah yang ditatap Keanna. "Ya elah, males gue ke sana." Keanna melirik Feli sekilas, diam-diam mengharapkan kedatangan seseorang. "Eh, eh! Dia ngeliat gue, dia ke sini!"
Keanna menoleh ke belakang dan melihat Gabe yang berjalan gontai ke arah dirinya dan Feli. Keanna kembali menghadap ke Feli, tapi seseorang dengan tas warna biru di punggungnya menyita atensi Keanna.
"Langsung pulang?" tanya Feli kepada Gabe yang sedang membetulkan letak tas yang tersampir hanya di bahu kirinya.
Keanna melangkah, membiarkan Feli bersama Gabe. Dia melangkah ke arah Kevan yang berjalan bersama Langit.
"Kean, liat Bintang gak?" Langit bertanya sambil menggenggam ponselnya. Bisa Keanna tebak, Bintang tidak membalas pesan cowok itu.
"Tadi sama Aster. Ke toilet, kali."
Langit mengangguk, "Oke, thanks." Langit berbalik, melangkah lebih dekat ke arah toilet putri .
"Langsung pulang?" tanya Kevan, begitu berhenti di depan Keanna. Keanna menggeleng. "Mau kemana?"
"Ke Permai yuk?" tawar Keanna. Yang dia maksud adalah SD Permai yang terletak sekitar dua gedung dari sekolahnya. Kantin SD Permai yang terletak di halaman parkir dan buka saat jam SMA pulang sekolah membuat sebagian anak SMA gemar berkunjung ke sana.
"Feli ikut?" tanya Kevan, melirik Feli dengan Gabe yang berada di belakang Keanna.
Keanna menoleh pada sahabatnya itu. "Feli!" seru Keanna cukup kencang hingga Feli menoleh. "Permai gak?"
Feli menatap Gabe terlebih dulu, seolah bertanya Gabe ingin ikut atau tidak. Setelah Gabe menjawab, Feli menoleh kepada Keanna. "Yaudah, ayo."
Keanna menoleh pada Kevan, "Yuk." mereka berdua mulai berjalan berdampingan, sampai Feli tiba-tiba berjalan di samping kanan Keanna. Keanna menatap Feli dengan tanda tanya di matanya.
Feli memutar bola matanya. "Kalo abang gue liat, gue bisa digorok. Lupa?" Keanna mengangguk sekilas.
Kevan bertanya, "Kenapa abang lo?"
"Kasih tau, Na." balas Feli sambil mengetik di layar ponselnya.
"Abangnya suka ngadu ke ortunya, kalo dia deket-deket sama cowok. Karena...," Keanna meringis, "dia cuma boleh pacaran sama yang Cina juga." Dia menjawab sambil sesekali Kevan.
"Ooo, gitu." Kevan mengangguk mengerti. Dia memperlambat langkahnya di tangga, agar Keanna dan Feli berjalan di depannya. Akan penuh jika mereka bertiga berjalan sejajar.
"Diem-diem aja, oke?" kata Feli sembari sibuk memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Santai." balas Kevan.
Mereka tiba di depan sekolah. Kini mereka berjalan di sepanjang trotoar menuju ke SD Permai. Keanna mengeluarkan binder dari dalam tasnya, kemudian menutupi kepalanya dari matahari yang saat ini sedang terik.
"Panas, guys. Gue vampir, gak bisa kena panas." keluh Keanna, bergurau.
"Panas banget, woi! Kebakar nih, gue." sahut Feli seketika. Feli mempercepat langkahnya, menjadi di depan Keanna dan Kevan.
Kevan menanggapi. "Vampir macam apaan?"
"Vampir cantik." jawab Keanna penuh percaya diri, lalu memamerkan deretan giginya.
"Iya. Cantik."
Keanna tak menggubris. Berusaha menahan senyum, sementara tangan kanannya masih sibuk menghalangi sinar matahari menuju wajahnya. Keanna merasakan letupan di dadanya saat tangan kirinya yang semula bebas kini terisi sela-sela jari Kevan.
Keanna menatap Kevan, kemudian menatap tangan mereka yang bertautan. Kemudian dia menatap Feli di depannya, "Fel!"
Feli menoleh, langsung mendapati tangan Kevan dan Keanna yang bertaut. "Aaa!" Feli mengusap pelipisnya, "oke fine."
Bahu Keanna bergetar oleh tawa, ia lalu melepaskan tautan tangannya dengan Kevan. "Kasian Feli," ucapnya dengan sisa senyuman.
Tiba di kantin. Mereka masing-masing menarik kursi bakso di depan salah satu penjual minuman.
"Kevan beli apa?" tanya Keanna.
Kevan berdiri, "Pengen beli makan."
"Mi?"
Kevan melirik satu kantin yang menjual berbagai mie instan, dan satu kantin yang menjual mie ayam. "Adanya cuma itu."
"Yaudah." Keanna menatap Feli, sementara Kevan menuju ke penjual mi ayam, tiga kantin dari tempatnya duduk. "Lo makan, Fel?"
"Gak ah," Feli mengeluarkan ponsel hitamnya, "minum aja. Nutrisari sweet orange ya, Tan." Feli memesan minumannya pada seorang wanita paruh baya. "Lo?"
"Nutrisari mangga, Tan," kata Keanna. Ibu penjual itu mengangguk dengan senyum ramah. "Kevan!" panggil Keanna, "Minum apa?"
"Pop ice durian."
Keanna mengangguk. "Tan, sama pop ice durian satu."
"Iya, tunggu, ya." Ibu itu tersenyun ramah.
"Eitts, Gabe dateng," Keanna tersenyum sumringah pada Feli. Menatap sosok Gabe yang berjalan gontai menuju mereka.
"Lama amat, sih." protes Feli, namun dengan wajah santai.
Gabe hendak menduduki kursi yang semula diduduki Kevan, "Itu, si Andra rewel banget."
"Heh!" Keanna menabok lengan Gabe. "Tempatnya Kevan. Lo tarik bangku, tuh!" Keanna menunjuk bangku-bangku yang ada di kantin sebelah kanannya.
"Iye, iye, ah." Gabe mendengus saat menarik kursi itu ke sebelah Feli. Feli memberi jarak duduknya dengan Keanna, jadi dia dan Gabe lebih dekat dengan lapangan parkir.
Kevan kemudian datang sambil membawa sepiring mie ayam yang asapnya masih mengepul. Aroma mie ayam Permai ini memang menggugah selera.
"Lo nggak makan?" tanya Kevan sambik mengaduk minya dengan garpu.
"Tadi istirahat makan," Keanna menerima minumannya yang diberikan oleh ibu kantin, "makasih, Tan." Ia mengoper minuman Feli, tapi matanya terpaku pada Kevan yang sedang berdoa sebelum makan. Sebelum Kevan membuka mata, Keanna mengalihkan pandangannya.
"Kemaren, gue makan mie jumbo, baru nyobain sih." kata Kevan lalu menyuap makanannya.
"Rasa apa?" Kali ini Keanna menerima minuman Kevan yang disodorkan oleh ibu kantin, "makasih, Tan."
"Makasih, Tan." ucap Kevan. "Rasa... ayam apa gitu, lupa."
Keanna mengangguk. "Eh?" Tapi kemudian dia sadar sesuatu. "Kemaren? Literally kemaren? Minggu?"
Kevan menyuap minya lagi, lalu mengangguk. "Iya."
Raut wajah Keanna berubah. "Kemaren mi! Sekarang mie lagi?!"
Melihat Keanna meledak, Kevan menegakkan duduknya.
"Cepet mati lo, makan mie mulu!" Keanna mengatur volumenya agar tidak terlalu keras. "Kalo mau cepet mati bilang. Sini, gue bantuin!"
Kevan tertawa pelan, "Sekarang yang penting bukan mie instan."
"What? Sama aja, sejenis!"
"Sorry, sorry, By." ucap Kevan sebelum meneguk minumannya. "Gue gak bakal sering-sering makan mie."
Keanna menatap Kevan sinis, lalu meneguk minuman mangganya. Keanna tidak tahu, Kevan sedang berusaha menahan senyumnya. Kevan mengerti kepedulian Keanna terhadapnya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Teen FictionKeanna Miracle menutup hatinya untuk seseorang yang sejak awal tidak pernah jadi miliknya. Semua usahanya untuk melupakan gagal. Hingga seseorang dengan hadir dan meruntuhkan dinding pertahanannya. Ketika Keanna sudah terlena dalam bahagia, semesta...