[04] Tentang Sahabat dan Angka Sepuluh

365 43 3
                                    

Mempunyai seorang sahabat mungkin adalah suatu keajaiban bagi kehidupan Aaron. Awalnya, ia mengira bahwa sampai kapan pun, ia tak akan bisa memiliki seorang sahabat. Menurutnya, sahabat adalah kata-kata fana yang hanya ada di lirik lagu, di film-film, dan di cerita-cerita yang pernah ia dengarkan, lihat, dan baca sebelumnya. Ya, sebelum ia bertemu dengan Darrel Pandya Valantino.

Mempunyai Darrel dalam hidupnya sudah lebih dari cukup. Ia tak butuh teman lain, hanya Darrel saja. Tak apa jika ia tak mempunyai teman di sekolah, asalkan ia punya Darrel, semuanya sudah beres.

Dan hari ini, mungkin hari ini menjadi hari yang tidak akan dilupakan oleh Aaron dan Darrel—atau bahkan lainnya. Hari saat ia mereka bertemu dan memutuskan suatu ikatan diantara mereka semua.

"Aduuh..."

Mendengar suara rintihan anak, membuat Aaron dan Darrel yang sedang bersepeda santai langsung berjengit bingung dan karena rasa penasaran mereka, mereka langsung menuju ke sumber suara. Ya, Aaron tidak mengulangi kesalahannya lagi dua kali. Sekarang, setiap saat setiap kali ia ingin bersepeda, Darrel-lah yang akan selalu pertama ia hubungi untuk ia ajak bermain sepeda. Dan, tentu saja Darrel yang pada dasarnya suka keluyuran dan blakrakan langsung setuju dan menemani Aaron bersepeda hingga ke tempat-tempat jauh. Kemampuan Darrel untuk mengingat setiap jalan dan mengetahui banyak jalan tikus membuat Aaron kagum padanya. Maka, Aaron tak perlu takut tersasar lagi seperti sebelumnya karena ibaratnya google maps, Darrel adalah versi nyata yang hidup dari google maps yang sebenarnya. Entah dari mana Darrel bisa tahu banyak jalan dan gang yang sangat terpencil. Tapi itu tidak penting, yang penting ia bisa bersepeda tanpa takut tersasar lagi.

"Eh, kamu kenapa?"

Darrel dan Aaron memarkirkan sepeda mereka dan mendekati anak yang sedang terduduk di aspal.

"Tadi, keserempet motor."

"Terus motornya kabur?" Aaron bertanya dengan nada kesalnya.

"Iya."

"Wahh, minta dihajar yang naik motor."

Darrel menenangkan Aaron yang emosinya sudah memuncak. "Udahlah Ron, jangan pakai emosi. Mending kita tolongin anak ini aja. Kasihan sikunya berdarah."

"Iya, iya, ayo.."

Darrel dan Aaron membopong tubuh anak yang terserempet itu menuju ke halte yang ada di dekat mereka. Dan tentu saja, Aaron dan Darrel bingung apa yang harus mereka lakukan dengan anak ini. Pasalnya, mereka tidak bisa mengobati luka sama sekali. Jika mereka nekad, yang ada bukan malah sembuh, luka di siku anak itu justru akan bertambah parah.

"Kita nggak bisa ngobatin kamu."

"Iya, dibersihin aja ya siku kamu. Aku ambilin tisu basah di tas aku."

"Bener Ron, ambilin tisu basah kamu. Seenggaknya mendingan daripada dibiarin aja malah jadi infeksi."

Aaron mengangguk dan segera pergi ke sepedanya untuk mengambil tisu basah miliknya. Sementara itu, Darrel tetap di halte menemai anak yang terserempet sepeda motor itu. Baru saja Darrel ingin membuka suaranya dan bertanya banyak hal, ada suara mengagetkannya dari depan dirinya dan anak terserempet tadi.

"BAGAS!"

Anak yang bernama Bagas itu menoleh dan menyengir saat melihat Cal dan Freda datang. Berbeda dengan ekspresi Bagas, ekspresi Cal dan Freda tampak kaget. Setelah memarkir sepeda mereka, mereka langsung menuju ke arah Bagas yang sedang duduk bersama anak yang tidak mereka kenali. Tatapan Cal sempat tidak enak saat melihat Darrel di sebelah Bagas. Namun saat ini, Bagas lebih penting daripada rasa curiganya pada Darrel.

"Bagas, kamu tuh. Baru aja ditinggal sebentar. Ehh, langsung kayak begini," kata Freda yang dilanjutkan oleh Cal.

"Kamu kenapa?"

BESTEVRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang