Freda tidak percaya apa yang dilihat oleh matanya hari ini.
Terulang lagi?
Laki-laki itu sama sekali tidak menyangka bahwa kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Ia ada di salah satu ruangan, sedangkan Bagas sedang tertidur di tempat tidurnya, lengkap dengan tetek bengek peralatan medis penunjang kehidupan Bagas.
Dua hari lalu, saat ia menerima telepon dari Ira tentang kondisi Bagas, tak pikir panjang, Freda langsung mengeluarkan sepeda motor miliknya dan langsung pergi ke rumah sakit. Di rumah sakit, ia telah melihat Ira menangis keras sambil menunduk di depan pintu ICU. Cal, Gavin, bahkan Aaron yang saat itu masih sakit juga ada di sana. Duduk di depan ruang ICU dengan ekspresi wajah yang begitu kentara menahan sesuatu yang bergejolak di dalam hati mereka. Satu ketakutan yang begitu terasa sangat nyata hanya dengan melihat Bagas seperti itu. Mereka semua sama-sama takut jika... Bagas pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.
Tapi, Freda tak bisa berhenti mengucap syukur kepada Tuhan karena hari ini, Bagas masih diizinkan untuk hidup—walau menggunakan berbagai alat medis yang terpasang di tubuh ringkih itu. Melihat tubuh Bagas yang begitu kurus membuat hati Freda juga merasa sesak. Kenapa Bagas seperti itu? Kenapa hal-hal berat selalu datang dalam hidup Bagas, di saat Bagas telah menjadi orang yang sangat baik?
Cklek
Pintu kamar Bagas dibuka dan langsung menampilkan Cal di sana dengan rambut agak berantakan dan kantung mata yang senantiasa ada di bawah matanya. Bukti bahwa selama beberapa hari ini, ia belum beristirahat dengan cukup karena banyak pikiran.
"Lo di sini?" tanya Cal yang baru masuk ke kamar Bagas.
"Hm, seperti yang lo lihat."
"Baru aja apa dari tadi?"
"Eza baru keluar beberapa menit yang lalu. Sepuluh menit ada kali. Dia sempet-sempetin dulu ke sini sebelum dia pulang ke rumahnya. Sidangnya atas semua masalah perusahaannya baru kelar, jadinya dia nggak bisa lama-lama di sini. Besok dia bakalan ke sini."
Cal mengangguk dan ia lebih memilih untuk duduk di sofa sambil meneguk air mineral yang telah ia bawa. Sungguh, hari ini ia sangat lelah. Ia baru saja pulang dari kantornya dan sekarang ia sudah di sini. Tapi tak apa, demi Bagas, ia akan mengesampingkan rasa lelahnya itu.
"Masalahnya Eza udah kelar semuanya, kan?"
"Kata dia tadi, iya gitu. Semuanya udah selesai sesuai dengan harapan."
"Baguslah."
"Meskipun begitu, tadi waktu dia ke sini, wajahnya nggak menunjukkan sama sekali bagaimana orang yang baru menang atas sebuah masalah."
"Hah? Kok bisa?"
"Bagas di sini, Darrel di penjara, dan lo pasti sudah paham apa yang gue maksud."
Cal ber-oh ria dan mengangguk-anggukkan kepalanya, paham akan maksud Freda. Freda benar, ternyata masalah Eza tak berhenti sampai situ saja. Masih banyak masalah yang terjadi di hidupnya. Dan omong-omong soal Darrel, kemarin bersama Aaron,ia telah membesuk Darrel. Cal mendapatkan tiket istimewa untuk bisa menemani Aaron menemui Darrel. Syukurlan kemarin, baik Aaron dan Darrel, mereka tidak terlalu tersulut emosi dan bisa menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka sehingga sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Mau apapun yang terjadi, sampai kapan pun, Darrel tetaplah sahabatnya dan ia tak bisa membiarkan sahabatnya terlunta-lunta begitu saja. Walau orang tersebut adakah Darrel—orang yang menempati peringkat pertama sebagai orang paling menyebalkan dalam hidupnya, Cal tentu saja tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Kemarin, ketika ia melihat Darrel masih bisa hidup dan tersenyum saja, bisa membuat Cal ikut-ikutan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTEVRIENDS
Fiksi UmumDirimu.. Kalian.. Sore hari.. Impian.. Masa depan.. Dan cita-cita besar kita.. Aku tak akan melupakannya Sepuluh tahun lagi, di bulan Maret, tanggal 20 dan pukul empat petang, aku sangat yakin kita akan bisa bertemu kembali. Semoga... Ya, semoga... ...