Sama seperti hari-hari sebelumnya, setiap istirahat pergantian jam kuliah dan Gavin selalu punya waktu luang, ia akan selalu datang ke perpustakaan untuk sekedar membaca buku random atau ingin menjernihkan pikirannya. Jurusan filsafat kadang membuatnya berpikir apakah ia salah pilih jurusan atau tidak. Sebab, selalu saja setiap orang yang bertemu dengannya dan bertanya apa jurusannya, lalu ia menjawabnya dengan jurusan filsafat, hal yang selalu terjadi adalah ia diremehkan. Orang-orang menganggap bahwa prospek kerja di jurusan filsafat tidaklah sebesar jurusan lainnya. Pilihan pekerjaannya pun juga sangat sedikit. Karena itu, seringkali jika sedang menyendiri seperti saat ini, ia akan memikirkan hal itu.
Tapi sebelum berpikir lebih jauh, ia terganggu oleh suara ponselnya yang bergetar. Tanda ada pesan yang masuk. Gavin langsung membukanya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan. Saat melihat nama pengirimnya, mata Gavin sontak membulat.
Eza : e
Hanya satu huruf memang, tapi itu sanggup membuat Gavin terkejut setengah mati. Beberapa menit ia terdiam. Masih terlalu shock karena melihat satu huruf yang dikirimkan oleh Eza. Dan beberapa menit setelahnya, sebuah pesan kembali masuk. Masih dari pengirim yang sama.
Eza : sori kepencet
Menurut Gavin, dari sekian banyak alasan, alasan kepencet adalah alasan yang paling tidak masuk akal. Entahlah, menurutnya alasan itu sangatlah aneh. Itu adalah alibi setiap orang yang ingin modus dan mengatakan bahwa tidak sengaja mengirim pesan karena kepencet. Namun, keterusan berkirim pesan. Ya, mungkin ini juga sama seperti itu. Eza terlalu sungkan untuk berkirim pesan yang jelas, makanya ia mengatakan kepencet lalu Gavin membalasnya dan mereka bisa berkirim pesan.
Tapi itu tidak masuk akal. Sungguh.
Sebenarnya tidak seperti itu yang terjadi. Eza memang murni kepencet, salah kirim pada Gavin. Eza ingin menghubungi Galwa—salah satu rekan bisnisnya. Namun, karena ia kurang minum air putih, ia membuka ruang obrolan milik Gavin dan tidak sengaja mengirim huruf e padanya. Nama Gavin dan Galwa terletak atas bawah di dalam daftar kontak milik Eza. Mungkin, jika seperti itu, alasan kepencet masih terlihat masuk akal. Perlu beberapa detik baginya untuk menyadari apa yang terjadi. Dan setelah menyadarinya, ia kalang kabut sendiri. Langsung saja, ia mengirimkan alasan kepencet pada Gavin yang tidak memercayai alasan itu.
Gavin : chat mah chat aja gausah sungkan gitu deh
Eza mengerutkan keningnya melihat balasan pesan dari Gavin. Seharusnya ia bisa mengabaikannya dan menutup ruang obrolan milik Gavin, namun tak urung, tangannya bergerak membalas pesan itu.
Eza : beneran gak sengaja kepencet
Gavin : halah, biasanya orang yang sungkan chat, ngawali chat mesti begitu
Eza : ya itu kan yang biasanya
Eza : gue bukan yang biasanyaGavin : iya iya paham, lo limited edition
Gavin : ayo ketemuanEza : hah?
Ketemuan? Apa maksudnya? Eza sungguh tidak paham dengan jalan pikir Gavin. Tidak ada angin tidak ada hujan, ia mengajak bertemu. Untuk apa? Oh sungguh, ini sebenarnya sangatlah tidak penting. Saat ini, sebenarnya ada banyak agenda yang harus Eza laksanakan. Tapi... menutup ruang obrolan milik Gavin, menolak ajakannya, dan mengabaikannya sepertinya bukanlah hal yang bagus. Sudah cukup sampai sini saja hubungan persahabatannya dengan Gavin tidak bagus. Ia harus menyelesaikannya. Sekarang. Saat ini waktunya.
Dok dok
"Masuk."
"Pak Eza.."
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTEVRIENDS
Ficção GeralDirimu.. Kalian.. Sore hari.. Impian.. Masa depan.. Dan cita-cita besar kita.. Aku tak akan melupakannya Sepuluh tahun lagi, di bulan Maret, tanggal 20 dan pukul empat petang, aku sangat yakin kita akan bisa bertemu kembali. Semoga... Ya, semoga... ...